Share

Bab 3 (Pikiran Negatif)

Bab 3 (Pikiran Negatif)

~ Jangan pernah memandang buku dari sampulnya. Baca isi buku tersebut, cermati, maka kamu akan menemukan sisi yang tak terlihat dari sampul itu. ~

Suara kaki itu pun tak terdengar lagi, aku mengangkat kepalaku dan ternyata...

"Huwaaaa.... Tolong.. Tolong aku..!!" Teriakku kencang, tak terasa air mengalir membasahi celanaku. Ya, aku mengompol. Sudah tidak ada rasa malu lagi, ketakutan ku semakin menjadi saat melihat preman tepat berada di depanku, jarak kami hanya sekitar 20 centimeter dari permukaan wajah ku.

"Hhuummmpp...." Aku pun tak bisa berbicara bahkan berteriak, mulutku disumpal dengan selada yang berada di atas meja dapur.

"Bufftt..." Wajah garang pria di depan ku ini terlihat sekali menahan senyum ejekan untukku, menutup mulut nya menggunakan punggung tangan nya.

"Apa kamu lihat lihat?" Ucap nya dingin membuat nyaliku menciut, rasa takut sekaligus malu membuat ku diam seperti patung. Hanya berani menunduk melihat celana ku yang basah akibat air seniku.

"Ngapain kamu disini? " Lanjut nya masih dengan posisi berjongkok di depanku, mengangkat daguku dengan tangannya, hingga membuat mata kami tak sengaja bertemu.

'Tampan' satu kata yang terlintas di otakku, namun segera ku tepis.

'Tidak tidak, dia preman, tidak ada tampannya sedikitpun. Astaga Ratih apakah IQ otakmu mulai menurun?' Mempertanyakan diri sendiri, membuatku menggeleng cepat.

"Emm.. Anu, saya sedang sembunyi." Ucapku polos, mengundang gelak tawa dari preman bertatto di depan ku ini.

'Dia tertawa? Ku kira preman tidak bisa tertawa' Lagi lagi aku membatin hal yang menurutku aneh.

"Woi, lu liat depan lu ini ga ada apa apa, dengan cara lu sembunyi kek gini, lu bakal ketangkep, diculik lalu di jual keluar negeri." Ucap nya membuat ku menangis.

'Benarkah aku akan diculik dirinya?' Ucap ku dalam hati.

"Huwaaa... Ayah! Aku mau dijual, tolong aku!" Teriak ku, namun lagi lagi dia segera membungkam mulut ku dengan selada yang ada di atas meja dapur.

Spontan aku membisu, lalu ditarik nya tangan ku melewati pintu belakang. Jujur saja ketakutan semakin menjadi saat diri ini berontak namun dengan kasar, pria itu menarik ku hingga sedikit terseret langkah kakiku karena tak mampu mengimbangi langkahnya yang panjang.

"Mau kemana? Tolong lepaskan pergelangan tangan saya sakit." Ucap ku memohon. Namun, tak di sangka, ia merenggangkan cengkeraman tangan nya.

Sudah pasrah diriku jika memang akan dijual, mengikuti langkah nya dengan air mata berderai, namun tak sangka dia malah membawaku ke butik sebelah resto.

"Maaf, mau apa kesini?" Tanyaku ragu karena tatapan mematikannya membuatku tak sanggup melanjutkan kalimat yang keluar dari mulutku. Dia hanya menoleh tanpa menjawab pertanyaaan ku.

"Mbak, tolong berikan beberapa setelan untuk dia." Kalimatnya membuatku terkejut, spontan mulutku melebar. Diliriknya aku, lalu..

"Tutup mulutmu, sana cari baju yang kau mau." Ucap nya dengan sedikit membungkuk, mengimbangi tinggi ku yang tak seberapa dibanding diri nya. Tangan nya mengarahkan dagu ku ke atas hingga bibirku tertutup.

'Ya Allah, maaf kan aku yang telah su'udzon, dia orang baik. Tapi apakah dia baik karena ada mau nya? Atau memang murni dia preman yang baik?' Otak ku ingin berfikir positif namun susah, karena penampilan nya yang sedikit mengerikan membuat ku selalu berfikiran negatif pada nya.

Aku pun menurut padanya, mendekati mbak mbak yang menjaga butik, kulihat dia menutup hidung dan memandang sinis kepadaku. Aku pun malu, saat hendak menyingkir tiba tiba tangan kekar bertatto itu berada di pundak ku.

"Kenapa? Ada yang salah sama pacar saya?" Ujarnya lagi dan lagi membuat diri ini bingung atas sikap nya.

'Pacar? Wah tidak tidak, ini hal yang sangat jauh tak terpikirkan oleh otak ku. Kapan kita pacaran? Bahkan tau nama nya pun tidak.' Melihat tangan nya yang berada di bahu ku dan ku tatap kembali wajah nya secara bergantian. Ingin ku protes, namun saat hendak mengucap kata tiba tiba ia menginjak kaki ku. 

Aku meringis merakan sakit di kaki ku yang mungil ini. Dasar preman aneh, entah lah apa tujuan dia sebenar nya.

"Ti-tidak mas, silahkan di cari setelan mana yang dipilih." Ucap mbak penjaga butik tergagap.

"Pilih kan saja, saya tidak mengerti setelan wanita. Dan satu hal lagi, jangan pernah memandang jijik pada pacar saya, atau akan saya copot bola matamu." Ujar lelaki itu.

"Ba-baik mas, mari mbak saya antar." Ujar mbak penjaga butik, lalu mengajakku memilih pakaian.

Setelah beberapa pakaian terpilih, sekaligus aku sudah berganti pakaian, lalu lelaki itu mengajak ku pergi. Mengendarai motor moge dan melesat pergi.

"Kita mau kemana?" Tanya ku.

"Udah ikut aja" jawab nya singkat. Membuatku berfikiran yang tidak tidak tentang nya.

"Jangan culik saya, please." Ucap ku membujuk, namun tak di gubris.

"Kalo anda tidak mau menjawab, maka saya akan loncat dari motor." Ancam ku

"Loncat aja." Ucap nya enteng.

'Kenapa malah di bolehin, kan aku cuma mengancam. Dasar pria tak peka' batin ku menggerutu. Aku pun berfikir, haruskah aku loncat? Aku tak berani, tapi aku pun gengsi. Masa iya harus menahan malu dua kali.

' Aaarrgghhh... Otak, bantu aku berfikir supaya aku bisa turun dari sini.'

"Emm.. mas, boleh minta tolong berhenti di pom sebentar? Saya kebelet eeg." Ujar ku secara terang terangan. Biarkan saja, biar preman itu ilfeel denganku, lalu melepaskan ku.

Gelak tawa terdengar dari depan.

"Hei bocah, kamu jangan coba coba kabur ya, jika kamu berusaha buat kabur, gak akan sungkan aku buat menjual mu." Ucap nya membuat bulu kuduk ku berdiri. Aku semakin takut, tak berani bertanya kembali.

Hening, kini tak ada percakapan antara aku dan dia. Ingin memulai perckapan, namun diri ini mengurungkan niat karena takut, namun dia sendiri tak memiliki inisiatif untuk memulai pembicaraan. Aku tetap berpegang teguh dengan pendirianku, aku akan tetap diam. 

Menikmati angin yang berhembus menerpa kulit sedikit membuat ku mengantuk. Padahal aku sedang di atas motor, namun aku memang memiliki kebiasaan buruk jika naik motor malah ingin tidur. Namun ku kuat kan mata ini untuk terus melek. Melihat gedung gedung bertingkat, melihat ramai nya ibu kota di kelelilingi oleh manusia disaat jam makan siang ini.

Saat sedang melamun dan memandangi gedung gedung bertingkat, ia melajukan motor dengan kecepatan tinggi.

"Jangan kencang kencamg, aku takut." Teriak ku yang tak di dengar oleh nya, malah semakin kencang dia melajukan motornya. Aku yang terkejut pun dengan otomatis memegang pinggang nya.

'Wah.. sixpack.' Batinku. Tanpa sadar aku malah mengelus perut nya.

"Mbak jangan mesum ya." Ujar nya membuatku tersadar dari lamunan. Ratih bodoh banget sih, kenapa tangan ga bisa di kontrol. Astaga bener bener udah ga punya muka aku kali ini.

Aku pun menepuk nepuk kepalaku, meruntuki diri yang bodoh ini.

Lalu motor berhenti di salah satu rumah di sebuah komplek perumahan elite. Mataku menyapu disekeliling, batin ku terus bertanya tanya.

'Rumah siapakah ini? Atau jangan jangan... Aaa, tidak tidak, hal itu tak boleh terjadi.' Pikiran ku melayang membayangkan hal buruk terjadi pada diriku.

Hay guys, di bab 4 nanti ada POV dari preman bertatto ya, siapa sih sebenarnya preman itu? Tunggu di bab selanjut nya.

*Beesambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status