Beranda / Romansa / Suamiku Pangeran Muda / 7. Apakah Aku Cemburu?

Share

7. Apakah Aku Cemburu?

Penulis: Roesaline
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-01 12:02:58

Kubuka mataku, ternyata aku tertidur di kamarku dan Iqbal menemaniku. Aku merasakan sakit yang teramat sangat di jemariku. Aku mengingat semuanya, ini karena sabetan cambuk dari Tuan Hussein. Punggung tanganku merah kehitaman, dan sepertinya bekas diolesi krem.

Bila aku mengingat kejadian pagi itu rasanya tercekam bagai menghadapai algojo. Dan seketika dadaku terasa sesak bernafas, ngeri sekali rasanya. Aku jadi membayangkan bagaimana dengan TKW Indonesia yang sedang menghadapi hukuman pancung? Dia membela diri karena diperkosa majikan.

Kalau akhirnya TKW itu tidak sengaja membunuhnya untuk membela diri, apa itu salah? Kenapa justru dia harus menghadapi hukum pancung sebagai pelengkap penderitaannya?

Komplotan Ruby tidak berani menyakitiku, apalagi untuk menyentuh tubuhku. Tapi kalau dengan fitnah seperti ini, akan lebih membahayakan diriku. Aku bisa saja kena hukuman potong tangan kalau saja Faruq dan Iqbal tidak menolongku.

Aku menatap anakku Iqbal yang tertidur pulas di sampingku. Bagaimana anak setampan dan sebaik dia harus terlahir dari rahimku dengan latar belakang yang tragis. Aku membelai rambutnya yang lembut, kutatap dengan dalam wajah anakku ... oh anugerahMu begitu indah, Ya Allah. Alhamdulillah.

Ternyata cukup lama aku pingsan atau entah tertidur, tapi begitu mataku terbuka sudah malam. Dari pintu kudengar seseorang mengetuknya. 

"Fahim, kamu sudah bangun? Aku ambilkan makan malam ya?" tawar Priya setelah dia membuka pintu.

"Tidak Priya, aku tidak lapar. Nanti saja kalau aku lapar akan mencari sendiri di dapur. Priya, ternyata aku tidur sangat lama ya?" tanyaku.

Priya masuk dan menutup kembali pintu, dia menghampiriku.

"Iya lama sekali, Fahim. Tuan Muda baru saja keluar kamarmu. Tuan Kecil baru saja tertidur, tadi tuan muda berpesan agar membiarkan dia menemani kamu di sini," kata Priya.

"Priya, kamu percaya kan aku tidak melakukan semua ini?" Tanyaku pada Priya, agar bisa meyakinkannya bahwa aku bukan orang seperti itu.

"Tentu percaya Fahim, kamu harus lebih hati-hati ya? Kalau saja kamu mau dinikahi tuan muda, mungkin mereka tidak berani lagi berbuat macam-macam. Kamu akan menjadi majikannya, mau tidak mau dia akan tunduk padamu. Pikirkan itu, Fahim!" pesan Priya.

"Aku perlu waktu berpikir, Priya!" jawabku sekenanya.

"Ada kalanya manusia itu penuh kekurangan. Mungkin masalah obsesi sex yang menyimpang. Itu adalah kelainan, seiring waktu kamu bisa menyembuhkannya. Dia sangat mencintaimu, kamu bisa merubahnya sesuai harapanmu." nasehat Priya dengan lirih.

"Bagaimana kamu tahu, itu masalah kami berdua, Priya?" tanyaku terkejut.

"Saat kamu pingsan, aku yang merawatmu. Aku melihat banyak luka sayatan dan cakar di dadamu, di leher," kata Priya pelan.

"Dia monster, Priya! Dia bukan manusia! Aku takut!" kataku sambil menghaburkan tubuhku ke pelukannya.

Kami saling berpelukan, aku merasa dialah satu-satunya orang yang mengerti tentang diriku. Dia memelukku dengan sayang bagai seorang saudara.

Tiba-tiba dengan keras aku mendengar Faruq berteriak kepada abinya.

"Tapi dia tidak bersalah, Abi! Abi seorang polisi bisa melakukan penyelidikan, misalnya dengan sidik jadi di barang bukti itu? Aku yakin Fahim bahkan tidak menyentuhnya, sehingga ini cukup membuktikan kalau dia bukan pelakunya, Abi!" bantah Faruq.

Aku dan Priya saling berpandangan. Bagaimana mungkin mereka masih membahas masalah itu? Aku berpikir sudah selesai dengan hukuman cambuk yang sudah aku terima pagi tadi.

"Itu pekerjaan polisi, Faruq, kamu tidak usah mengajariku." sahut Tuan Hussein.

"Tapi aku takut dia tidak mendapat keadilan, Abi," teriak Faruq memekik.

"Oke, Abi akan bantu, tapi ada syaratnya," tawar Tuan Hussein.

"Apa itu, Abi?"

"Ta'aruf," jawab Tuan Hussein.

"Siapa lagi? Sudah kubilang aku belum siap menikah, Abi," sahut Faruq.

"Usiamu sudah 35 tahun dan kamu masih saja bilang belum siap. Kamu masih nunggu Fahim yang bodoh culun itu? Wanita tak berkelas, miskin pula. Abi tidak melarang kamu menikahi dia, Faruq, tapi apa yang sudah dia lakukan padamu, coba? Dia sudah mempermalukan dirimu," kata Tuan Hussein emosi.

"Tapi justru dialah wanita yang kuidamkan, Abi. Dia tidak silau harta benda dan kedudukan. Itu makanya aku tidak percaya kalau dia mencuri. Tanpa dia harus mencuri aku sudah memanjakannya dengan uang dan perhiasan. Tapi tak satupun yang dipakai, disimpan sebagai hiasan lemari di kamarnya," bela Faruq.

"Sudah jangan bela dia terus, itu syarat dari Abi yang perlu kamu pertimbangkan!" sahut Tuan Hussein.

"Tidak perlu pertimbangan lagi, Abi. Aku rela demi Fahim. Oke kita Ta'aruf, besuk," jawabnya setuju.

Aku dan Priya saling berpandangan, keputusan Faruq dilakukan hanya demi aku?  

"Kamu yakin merelakan Faruq untuk wanita lain?" bisik Priya kepadaku.

Kenapa hatiku sangat sakit mendengar kata-kata Priya seperti itu. Sekejap aku membayang Faruq berdampingan dengan wanita cantik, tiba-tiba ada yang perih di dadaku. Apakah ini cemburu? Tidak! Bukankah aku tidak mencintainya, tapi kenapa ada sakit dan nyeri di dada saat mendengar kesediaan Faruq menerima wanita lain? Ataukah karena aku takut kehilangan perhatiannya belaka?

Cklek! Tiba-tiba pintu dibuka dan Faruq sudah berdiri di depan pintu.

"Tuan Muda, Fahim tidak ingin makan, saya permisi dulu!" pamit Priya dengan sopan.

"Ambilkan saja, Priya!" perintah Faruq datar.

"Baik, Tuan Muda." Priya berlalu pergi.

Sebentar kemudian Priya sudah kembali dengan membawa makanan buat aku. Faruq menerima nampan yang berisi makanan. 

"Tinggalkan kami!" pinta Faruq datar.

"Baik, Tuan Muda," jawabnya kemudian Priya pergi dan menutup kembali pintu kamarku.

Faruq menaruh nampan itu di meja kecil di samping ranjangku. Dia mengambil sop daging di mangkuk.

"Pasti sop ini tidak senikmat buatanmu, tapi kamu harus tetap makan demi Iqbal. Dia yang menderita saat melihat dirimu sakit. Aaa' ...," katanya sambil menyodorkan sendok di bibirku, setelah dia meniupnya karena panas. Aku kikuk, memandangnya dengan perasaan gugup.

"Ayolah! Tanganku pegal nih ...," ujarnya sambil menyentuhkan sendok itu ke bibirku. Perlahan kubuka mulutku sambil menatap lelaki perkasa itu dalam-dalam.

"Sampai kapan kamu menatapku seperti itu? Kamu bisa tergila-gila nanti! Atau jangan-jangan sebenarnya kamu sudah mengagumiku, kamu gengsi aja mengakuinya, iya kan?" bisiknya di telingaku. Sambil tangan perkasanya terus menyendokkan makanannya untuk disuapkan di mulutku.

"Kadang aku benci pada diriku sendiri, kenapa harus tergila-gila padamu, Fahim. Kamu hanya seorang pembantu yang biasa-biasa saja," bisiknya.

Kami saling berpandangan, tatapannya sangat dalam menebus ke jantungku. Pertama kalinya hatiku tergetar menatapnya. Mungkin kali ini perlakuannya kepadaku berbeda, bukan sebagai pemuas nafsunya belaka. Tapi memang karena rasa cinta yang ada di hatinya.

Tak terasa semangkok sop ludes termakan olehku. Aku menatap mangkok yang kosong itu dengan malu.

"Lo kemana larinya isi mangkok tadi? Tumpah ya?" Faruq berkelakar menggoda.

"Tuan Muda?" gumamku lirih.

"Perasaan tadi ada yang menolak tidak mau makan, tapi ...," Faruq masih terus menggoda.

"Tuan Muda," desahku manja.

Aku malu, tapi Faruq menatapku dengan tersenyum puas, aku juga tersenyum. Kami saling berpandangan lagi. Kenapa malam ini aku melihat sosok Faruq yang lain yang sebelumnya tidak pernah kulihat. Kamu gagah dan tampan, andai saja sikap dan cintamu selembut salju ...

"Tidurlah, biar Iqbal menemani kamu!" bisik Faruq sambil membantuku berbaring. Perlahan dia menutupiku dengan selimut begitu juga dengan tubuh Iqbal. Sebelum pergi dia mengecup keningku sambil berkata, "Kamu satu-satunya penghuni hatiku, tidak tergantikan."

Aku terpana dengan perlakuan Tuan Muda malam ini. "Kalau aku satu-satunya penghuni hatimu, kenapa kamu terima tawaran Ta'aruf  itu, Tuan Muda?" tanyaku dalam hati.

Bagaimana acara Ta'aruf  Tuan Muda?

Bersambung ...

.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Pangeran Muda   109. Akhir Cinta Segitiga

    Ternyata orang yang sangat kucintai menusukku dari belakang. Diam-diam dia akan mengambil Erkan dariku. Pandainya dia bersandiwara seolah dia adalah pahlawanku, pelindungku juga anak-anak. Ternyata dia ular yang berbisa. Semenjak aku mendengar telepon dari Hema itu aku harus lebih hati-hati kepada Muzammil."Faruq, berikan Erkan kepadaku!" pinta Muzammil kepada Faruq.Dengan suka hati Faruq memberikannya kepada Muzammil. Aku menatapnya dengan kecewa, "harusnya kamu menjaganya, Pangeran, bukannya malah akan menculiknya," batinku."Aku akan menyuapinya, Pangeran," kataku."Suapi saja biar kugendong," usul Muzammil.Tanpa berontak terpaksa aku menyuapi Erkan yang dalam gendongan Muzammil. Sambil bergurau riang menghibur Erkan agar mudah makan. Aku melihat Faruq terpaku menatapku, perasaan canggung mulai menghinggapiku."Assalamualaikum ...?" sapa Marwa yang tiba-tiba muncul di depan kami."Waalaikum salam," jawab kami bersamaan."Marwa?" panggil Faruq terkejut."Nyonya Marwa?" panggilku

  • Suamiku Pangeran Muda   108. Pengkhianatan Muzammil Terbongkar

    Muzammil terkejut ternyata yang menelepon pengawal istana dan mengabarkan hasil penyelidikannya. Ternyata benar wanita yang aku curigai itu adalah Marwa. Berarti Marwa ada di Indonesia? Apa yang dilakukan di negaraku? Apa karena Faruq dan Iqbal belum pulang ke Inagara? Apakah Marwa sudah tahu kalau Faruq sedang sakit? Kalau benar dia sudah tahu tapi kenapa masih mengejar-ngejar Faruq? Apa itu artinya cinta Marwa tulus kepada Faruq? Faruq tidak boleh menyia-nyiakan ketulusan hati seorang istri. Aku tahu Marwa begitu membenciku karena rasa cemburunya yang begitu buta karena takut kehilangan Faruq. Tapi kalau ternyata dia belum mengetahui kalau Faruq sedang sakit, apa yang akan terjadi bila akhirnya dia tahu? Apakah dia akan meninggalkannya?"Awasi terus jangan sampai kehilangan jejak!" perintah Muzammil kepada pengawal istana kemudian menutup teleponnya."Ternyata feeling kamu benar, dia adalah Marwa," gumam Muzammil."Aku takut, Pangeran!" ujarku lirih.Muzammil segera memelukku, hang

  • Suamiku Pangeran Muda   107. Salah Paham

    Aku sudah kembali ke rumah, betapa bahagianya melihat Iqbal dan Erkan serta adik barunya bermain dengan rukunnya.. Gadis yang manis itu akan aku adopsi dengan nama Naura. Sepertinya itu nama yang cantik dan cocok buat dia. Aku dan Muzammil menemani mereka bermain di teras rumah."Iqbal suka punya adik cantik dan manis seperti dia?" tanyaku kepada Iqbal."Suka, Umi," jawab Iqbal. "Aku senang tinggal di sini, Umi, rasanya tidak ingin kembali ke Inagara," gumamnya."Kasihan abi juga opa dan oma, Sayang," hiburku."Nanti Iqbal akan semakin sering bertemu dengan mereka, jangan khawatir!" Muzammil juga menghiburnya."Iqbal sayang kan sama adik-adik?" tanyaku."Iya Umi, aku sayang banget sama adik-adikku, mereka imut," sahut Iqbal. "Sekarang adikku ada dua iya kan, Abi?" lanjutnya bertanya Muzammil."Iya, ada dua, kamu mau nambah lagi?" kelakar Muzammil."Ih apaan sih, Pangeran, mereka masih kecil-kecil repot tahu?" selaku berbisik sambil mencubit lengan Muzammil."Auh sakit, Zhee!" tawa Muz

  • Suamiku Pangeran Muda   106. Surat Wasiat dari Ibu

    Aku segera membacanya, betapa terkejutnya hatiku membaca isinya. Ibu menginginkan aku menikah dan bahagia dengan Faruq. Karena di depan matanya Faruq banyak melakukan pengorbanan dan selalu melindungiku. Ibuku menyaksikan sendiri betapa besar cinta Faruq untukku. Sementara dengan Muzammil dia belum pernah bertemu. Meskipun Muzammil seorang sultan dari Kerajaan Tukasha ternyata tidak membuat ibuku silau dengan pangkat dan derajat."Apa isinya, Zhee?" tanya Muzammil yang ikut mengamati surat itu."Bukan apa, Pangeran," jawabku. "Untung kamu tidak mengerti bahasanya," pikirku dalam hati."Kita lihat ibuku, kamu belum pernah melihat ibu kan?" kataku sambil menggandeng tangan Muzammil mencari jenazah ibu di baringkan.Dengan penasaran dia mengikutiku menuju ruang tengah. Aku melihat jenazah ibu sudah dimasukkan keranda. Akhirnya paman dan beberapa orang membantu membuka keranda itu agar aku bisa melihatnya untuk terakhir kalinya."Jangan menangis, Fahim, jangan sampai air matamu menetes di

  • Suamiku Pangeran Muda   105. Cinta Tidak Harus Memiliki

    Entah apa yang sedang kupikirkan, tiba-tiba saja aku balik kanan dan berlari sambil menggendong Erkan. Tanpa berpikir lagi Muzammil sedang di sisiku. Juga hampir lupa bahwa Erkan sedang dalam gendonganku. "Zhee!" teriak Muzammil memanggilku. Aku tidak menggubrisnya lagi, yang ada di otakku wajah Faruq yang melemah dan butuh dukungan orang yang dicintainya. Tanpa terasa aku sudah berdiri di depan pintu ruang dokter spesialis kanker atau Dokter Onkologi. Tanpa ragu aku menerobos masuk. "Nyonya, ada apa ini?" hardik perawat spontan. Aku tidak peduli, aku terus masuk hingga akhirnya menerobos ruang periksa dokter. "Siapa dia, Tuan?" tanya dokter dalam bahasa Inggris. "Dokter, bagaimana keadaannya?" sahutku panik. "Apa dia istrimu, Tuan?" tanya dokter lagi. "Saya keluarganya, Dok," jawabku. "Kebetulan, Nyonya, silakan duduk!" perintah dokter. "Hanya dukungan keluarga yang paling dibutuhkan. Satu-satunya jalan dia harus kemoterapi, Nyonya, tapi Tuan Faruq menolaknya," ujar dokter

  • Suamiku Pangeran Muda   104. Saat Cinta Diuji

    Aku dan Faruq terbelalak kaget tidak mengira Muzammil tiba-tiba muncul. Dan kami tidak siap jawaban dengan pertanyaan itu. Aku dan Faruq saling berpandangan. Ada rasa tidak nyaman dengan kehadiran Muzammil terpancar di wajah Faruq."Ada apa kalian? Kenapa kelihatan tegang seperti itu?" tanya Muzammil sok polos."Penyusup itu, dia ... dia ... meninggal," ujarku pelan dan terbata-bata."Bagaimana bisa? Bukankah sebelumnya dia baik-baik saja?" tanya Muzammil heran. "Bagaimana bisa dengan tiba-tiba dia meninggal?" lanjutnya."Pura-pura!" sahut Faruq menggumam lirih."Maksudmu?" bentak Muzammil heran.Sontak mataku memberi isyarat agar Faruq bisa menahan diri. Belum saatnya kita membongkar kejahatan ini karena bukti belum jelas. Akhirnya Faruq pun menahan diri. Muzammil hendak membuka pintu ruang penyusup itu dirawat tapi perawat lebih dulu membuka pintu dan keluar membawa jenazah pindah ke kamar mayat."Mana mungkin? Dia satu-satunya harapan kita untuk mengungkapkan misteri kejahatan ini?

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status