"Wa'alaikumsalam, Eyang."Sambut Raka juga Rania, Bu Wulan memeluk tubuh kedua cucunya, lalu Shelomitha menghampiri Bu Wulan dan mencium takzim punggung tangannya. Bu Wulan memeluk Shelomitha, beliau rindu sudah lama tidak berjumpa dengan menantunya itu."Eyang. Tadi Raka dapat juara satu," ujar Raka sambil menunjukkan piala pada sang Eyang."Duh pinternya, Cucu Eyang, sini pekuk Eyang. menang lomba apa sayang?" tanya sang Eyang kepada Raka.Raka Diam tak berani menjawab"Kenapa diam?" Arya datang dari kamar mandi lalu menjawab pertanyaan Mama Wulan. "Menang lomba sepasang Anak dan Ayah Mama," jawab Arya sambil mendekati Mama Wulan.""Katanya di Bali sayang kok tahu-tahu sudah disini saja?" tanya Mama Wulan bingung."Jadi gini, Ma. Raka yang minta tolong Arya untuk membantunya, soalnya Raka bingung harus minta tolong siapa, Ma. Sedangkan Mas Bram ngak bisa hadir." "Iya, ngak papa sayang, cuma Mama kaget saja katanya di Bali ko langsung ada di sini."Shelomitha memberi vidio Raka m
Bramantyo mengendarai mobilnya menuju kantor, ia masuk ke dalam ruangan dan menarik kursi deket meja. Ia tahu ada yang ngak beres dengan kantornya, suara pintu diketok oleh asisten pribadinya."Masuk.""Maaf, Pak ada file yang tidak sesuai dengan catatan manual." "Kok bisa ngak sama? Sudah dicek semuanya?" tanya Bramantyo pada asistennya Felly. "Sudah, Pak hasilnya pun sama," jawab Felly asistennya."Cari daftar nama-nama orang yang bersangkutan dengan bagian administrasi beserta identitasnya? Jangan sampai terlewatkan, dan cepat bawa kesini laporannya?" Bramantyo seraya mengecek file-file itu."Baik, Pak permisi." "Iya."Jika tidak segera di atasi perusahaan ini akan hancur. Apa yang harus di lakukan? kenapa Bramantyo bisa seteledor ini, uang perusahaan di gelapkan oleh salah satu oknum yang tak bertanggung jawab. Namun Bramantyo baru mengetahuinya. Perusahaan sejak dikelola sama Papanya tidak pernah mengalami pengelapan uang yang sebegitu besarnya. Bramantyo berpikir apa ini ada
Selesai pemakaman, mereka bergegas melangkah meninggalkan pemakaman tidak dengan Bramantyo dan Siska. Siska berdua hatinya begitu hancur, alat satu-satunya untuk mengancam Bramantyo sudah tiada, Siska begitu marah hingga ia masih berada di samping pemakaman anaknya. Tubuhnya begitu kaku, Bramantyo mncoba membujuk agar mau pulang. Mungkin hidup Siska telah hancur, meskipun Bramantyo berada disisinya dan telah menjadi miliknya. Tapi Siska tahu batin dan jiwanya hanya untuk mantan istrinya Shelomitha, wajah Siska memerah, ia tahu tak lama lagi Bramantyo pasti membuangnya. Jika Bramantyo sampai membuangnya, Siska pastikan Shelomitha juga tak akan bahagia. "Sudah ayo kita pulang?"Siska mengangguk pelan. "Iya.""Yakin?""Iya, aku tak apa-apa, Mas.""Baiklah."-Senja melangkah pergi meninggalkan awan, pertanda hari sudah mulai petang. Shelomitha berada duduk di depan sofa sambil menemani sang anak belajar, tatapannya kosong Shelomitha memikirkan bagaimana hati Siska, pasti saat ini Sis
Arya menatap cangkir berisi kopi panas, ia teringat seseorang yang selama ini ia rindukan. Pantaskah ia merindukan Shelomitha? Ah Arya menggeleng dan berharap itu hanya halusinasi nya saja. Ia mengusap rambutnya dengan kasar. Sungguh Arya tak mengingginkan ini. Wajah kakak iparnya selalu menari-nari di pikirannya.Arya mengambil jaket hitam, dan pergi meninggalkan kafe. Menaiki motor kesayanga, ia melajukan motor dengan kecepatan sedang, tanpa sadar motor melaju menuju rumah Shelomitha. Arya melihat dari luar ada mobil asing siapa dia ? Arya memarkir sepeda motornya di luar gerbang dan berjalan mendekati pintu rumah Shelomitha. Arya melihat yang di dalam adalah dokter yang waktu itu merawatnya, terlihat wajah bahagia Shelomitha bersama kedua anaknya juga dokter itu bermain bersama. Arya merasa kecewa ia pun berjalan menuju motor kesayangannya.Arya melajukan motor dengan kecepatan cepat, ia tak tahu harus berbuat apa, rasa sakitnya begitu dalam, dadanya begitu sesak. Ia merasa jika
Sayub-sayub terdengar suara adzan subuh, Shelomitha segera bangun dan menjakankan salat selesai tadarus. Setelah setengah jam ia lalu bergegas membantu Mbok Darmi menyiapkan sarapan, ia harus bangkit. Tak harus meratapi nasibnya, jika Allah bilang tidak maka tidak. Bukankah semua akan mengalir dengan sendirinya, ia harus optimistis semua akan baik-baik saja. Nasi goreng sosis telur mata sapi sudah siap di atas meja. Mang Kardi juga Simbok ikut serta makan bersama di meja makan, suara tawa Raka saat diledekin Mang Kardi membuat tawa mereka hingga ke sudut ruangan rumah itu. Shelomitha bahagia melihat keceriaan anaknya.Selesai sarapan Shelomitha mengantar Raka juga Rania sekolah, Rania sudah memasuki PAUD, dan ditungguin sama Mbok Darmi, sementara Shelomitha sibuk bekerja."Bunda, hati-hati perasaan Raka ngak enak, lo." Tiba-tiba Raka begitu khawatir melihat Bundanya."Sini peluk, insyaAllah, Bunda akan baik-baik saja sayang, kan ada Allah yang menjaga, Bunda." "Baiklah. Tapi hati-h
Jarwo tangannya mengepal melihat ke arah Shelomitha kesal. "Ayo lawan dia jangan sampai kalah, Paman ngak boleh kalah sama, Dia." "Iya ... iya bantu, Paman berdiri."Jarwo begeming 'Hebat juga dia, tapi ia tidak tahu cara licikku pasti bisa mengalahkannya.'Shelomitha tahu pasti Jarwo akan menggunakan cara licik, ia harus mengelabuhinya agar Jarwo terkecoh.Jarwo bangkit lalu menyerang lagi, tapi lagi-lagi membuat badan Jarwo terkena pukulan Shelomitha, rok yang lebar membantunya mengalihkan perhatian Jarwo.Sementara Arya dan Bramantyo lagi menaikki mobil bersama. Sesaat Arya melihat perkelahian di depan warung. Shelomitha menendang badan besar Jarwo hingga tersungkur ke tanah lagi. "Mas itu mirip, Mbak Mitha kan, berkelahi sama seorang pria?" tanya Fiko pada kakaknya membuat Bramantyo memarkir mobilnya dipinggir jalan."Mana?" "Itu, Mas," tunjuk Arya seraya menunjuk ke arah Shelomitha berantem. Bramantyo dan juga Arya berlari menuju tempat perkelahian. Jarwo mengambil belati.
Shelomitha hanya bisa melihat dari kejauhan, terlihat Arya masih koma. Banyak selang dan alat berada ditubuh Arya, sebenarnya Shelomitha tak sanggup melihat dan ingin langsung mendekati Arya. Shelomitha melihat Mama Wulan keluar dari kamar inab Arya menuju kantin. Shelomitha punya ide ia meminjam baju perawat yang tak lain adalah sahabatnya.Shelomitha memakai masker hingga mungkin tak akan ada yang mengenalinya. Shelomitha mendekat bangkar dimana tubuh Arya tertidur, terlihat tubuh Arya lemas sesaat Shelomitha meraih tangan Arya dengan lembut."Arya ini, Mbak Mitha sadarlah, terima kasih sudah menjaga dan melindungiku, Mbak tahu kamu saat ini bisa mendengarkan ucapanku, berjanjilah Arya kau akan tetap bahagia. Berjanjilah berjuang untuk hidupmu juga nafasmu, hidupmu masih panjang. Mbak pergi dulu dan aku yakin Arya pasti kuat." Bisik Shelomitha di kuping Arya. Dengan cepat Shelomitha keluar ruangan, Shelomitha berpapasan dengan Mama Wulan, hati Shelomitha bergetar hebat lalu mengga
Shelomitha dan Ammar meninggalkan Kafe, Shelomitha diantar Mang Kardi menuju rumahnya, Shelomitha tak tahu harus bicara apa pada sahabatnya dokter Ammar yang telah melamarnya.Shelomitha berusaha legowo lebih baik dicintai dari pada mencintai. Ia sadar bukan cuma dirinya, ia juga harus menerima kedua putra-putrinya. Sepertinya Ammar juga menyayangi Raka juga Rania.Shelomitha tahu betul jika hatinya sudah ada nama lain tapi ia juga sadar, tapi dia juga tidak boleh egois, benar kata orang jika mencintai tak harus memiliki. Aku ingin mencintai dengan cara yang sederhana, Yang tak sempat dikatakan sang awan kepada hujan, semoga caraku mencintaimu dengan kesederhanaan membuat kamu selalu mendekapku dalam kerinduanFajar telah muncul dari persembunyianya, Shelomitha menyiapkan masakan dibantu Mbok Darmi, Nasi goreng ayam suwir sudah siap dimeja Makan. Shelomitha memanggil Raka juga Rania."Bunda, terima kasih ya nasi gorengnya enak banget." "Makasih sayang, ayo habiskan.""Bunda ko, Eyan