Aku masih tak percaya Mas Rafi tega menuduh macam-macam padaku hanya karena membela Mas Randi yang menurutnya sempurna. Aku melirik Hendri sekilas, wajah pria di sampingku datar saja. Ia pandai menyembunyikan ekspresi, sekali pun sedang marah.Mas Rafi masih menggebu-gebu melihat aku dan Hendri. Apa yang harus aku jawab pun tak akan bisa memuaskan baginya. Ia akan tetap menuduhkan hal yang tak aku lakukan."Dia pengacaraku.""Kekasih berkedok pengacara?" Mas Rafi begitu emosi mendengar jawabanku. Benar, ia tak percaya dengan apa yang aku katakan.Percuma juga menjelaskan padanya kalau ternyata ia kekeh dengan apa yang dipikirannya. Mau menjawab apa lagi. Atau ia ingin mendengar jawaban kalau Hendri kekasih gelapku?"Tolong, jangan memancing keributan. Saya ini pengacara yang mengurus perceraian Yasmin. Anda bisa saya tuntut, l
POV CitraDuniaku seakan runtuh saat kecelakaan itu terjadi. Pertengkaran dengan Om Randi membuat kami harus menerima nasib buruk. Apa ini karma yang aku terima?Aku keguguruan, rasanya sedih mengingat hal terakhir saat di mobil bersama Om Randi. Aku benar-benar tak percaya jika dia tak menginginkan anak. Dada ini masih terasa sesak saat mengingat kejadian kemarin."Aku hamil, Om," ucapku.Aku menantikan jawaban Om Randi. Akan tetapi, pria di sampingku tak menggubris ucapanku. Sampai aku menggoyang-goyangkan tubuhnya."Om, aku hamil."Om Randi menghentikan laju mobil dan meminggirkannya. Lalu, dia menatap aku dengan wajah berbeda dari biasanya."Om, sudah bilang, pakai pengaman. Sudah Om kasih uang, kan, untuk membeli pil.""Aku lupa minum, Om."
POV RandiAku terbangun dengan miris. Melihat kondisi tubuh ini yang tak bisa bergerak sama sekali. Di hadapanku terihat Mba Arni menangis sesegukan melihat kondisi menyedihkan akuAku memindai sekeliling, tak ada Raka dan Yasmin. Kemana mereka? Ah ... aku lupa jika aku sedang proses persidangan dengan istriku. Aku pun lupa jika telah menyakiti hati Yasmin.Raka anakku membenciku setelah tahu aku mengkhianati Ibunya. Berkali-kali dia menghajarku dengan tanganya. Cacian dan makian di tujukan padaku olehnya.Di mana Citra? Terakhir aku bersamanya? Dia selamat atau tidak? Ah ... kenapa saat menyedihkan dia tidak ada? Kandungannya bagaimana?"Yaa--Yasmin, Ma--na?" tanyaku pada Mba Arni."Kamu sudah sadar? Yasmin nanti Mbak telepon. Sabar, ya."Mba Arni langsung mengambil ponsel berkali-kali dia
POV Citra"Cit, Ibu mohon hentikan kegilaanmu. Taubat Cit," pinta Ibu padaku.Taubat? Haduh ... aku belum siap miskin. Saat bersama Om Randi, semua fasilitas aku dia yang tanggung. Bagaimana bisa tiba-tiba aku jatuh miskin?"Aku harus minta tanggung jawab Raka, Bu. Gara-gara Ayahnya, aku seperti ini. Jadi, sebagai baktinya pada orang tua, dia harus menikahiku.""Jangan Gila kamu, Cit. Mana mau Raka sama kamu yang jelas sudah merusak keluarganya.""Tapi Ayahnya merusak aku, Bu."Air mata ini sengaja aku keluarkan untuk memberikan kesan memang aku sebagai korban. Selain tampan, Raka pun bisa lebih membuat aku bahagia.Pipiku terasa nyeri saat tangan Ibu menamparku. Kenapa Ibu tak mendukungku? Padahal selama ini dia berobat pun uang dari Om Randi. Harusnya dia berterima kasih padaku.
Aku menarik napas panjang saat Citra sudah pergi dari rumahku. Sampai tak bisa berpikir, kok, ada perempuan yang harga dirinya hilang. Dia merebut suamiku setelah itu, datang meminta pertanggungjawaban Raka, anakku.Aku memandang Raka yang sedari tadi mengusap wajah kasar. Anak laki-lakiku tertawa lebar saat menatap aku. Mungkin sama yang ada dipikirannya kalau Citra sudah gila.Mungkin akibat benturan pada kecelakaan waktu itu jadi otak Citra gesrek. Entah mimpi apa semalam aku kedatangan orang model Citra. Masih mudah sudah gila harta, kasihan hidupnya."Ma, jangan dipikirin. Kayanya gila," ucap Raka.Lagi, aku dibuatnya tertawa ketika mengingat dengan lantang Citra bilang dia korban. Haduh, pelakor dasar. Otak belum sempurna dipaksa mikir. Jadinya kacau apa yang diutarakan pada kami."Ah, Mama nggak mikirin, Ka. Lucu aja dengerny
Yasmin memberitahu Raka tentang kabar Papanya. Percobaan bunuh diri Randi bisa tertolong karena Arni cepat membawanya ke rumah sakit.Raka bergeming sesaat. Namun, dia membuka suara perihal kejadian yang sengaja terjadi oleh Randi. Walau tak banyak bicara, dia memeluk sang ibu."Kita sudah punya kehidupan masing-masing, Ma, semenjak dia memilih menduakan cinta Mama.""Iya, Ka. Mama juga tahu."Yasmin bertekad untuk melupakan semua. Kehidupan barunya lebih memberikan dia kebahagiaan. Terlepas dari pria berengsek membuat dia kembali berseri.Raka tak menyangka pikiran sang ayah sedangkal itu. Mencari simpati untuk mendapatkan maaf dengan cara yang salah. Padahal dia tahu kesalahannya begitu besar. Semua tak akan pernah terlupakan oleh Raka. Dia akan terus mengingat perlakuan sang ayah padanya, terutama pada sang ibu.
Karma Untuk CitraPemberitaan kali ini membuat geger Kavling Cagak. Sebab gadis berusia tujuh belas tahun dua hari lalu ditemukan di gudang kosong tanpa busana. Keadaannya parah dengan sekujur tubuh penuh luka lebam.Tubuh wanita tua itu terduduk lemas saat menerima sebuah kabar tentang sang putri. Bulir bening mengalir derat di pipi keriputnya. Kalau saja gadis itu mendengarkan ucapan sang ibu, kejadian naas ini tak mungkin terjadi."Lepaskan! Pergi! Jangan mendekat! Ibu, mereka orang jahat. Argh ....""Dokter, tolong anak saya, Dok.""Iya, Bu. Kami akan berusaha, sepertinya anak Ibu depresi."Wajah kuyu itu begitu terpukul mendengar ucapan sang dokter. Bagaimana tidak, anaknya kini harus mendekam di rumah sakit jiwa karena saat kemarin sadar, dia mencoba menusukkan pisau ke suster.
"Maaf, Mas. Aku tak bisa kembali bersama kamu."Ada yang sakit di dada Randi. Rasanya sama seperti pisau yang tergores di nadinya tadi. Namun, kali ini sakit itu tak berdarah. Melainkan hanya nyeri yang teramat dalam.Yasmin pun tak kuasa menahan bulir bening yang begitu saja luruh ke pipinya. Sekian lama mereka merajut pernikahan, bisa kandas oleh orang ketiga.Penyesalan dalam hati pria itu tak dapat mengembalikan rasa yang terluka olehnya. Air mata yang tumpah begitu deras pun tak akan bisa di hapuskan begitu saja."Aku benar-benar menyesali kebodohanku. Memungut kerikil dan membuang berlian."Yasmin menarik napas, lalu membuang kasar. Tak mau berlama-lama, dia pamit untuk ke luar ruangan."Aku pamit, jaga diri kamu. Jangan berbuat kebodohan lagi.""Yas," ucapnya lirih.