Share

Tiga

Penulis: Galuh Arum
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 17:41:30

“Aku masih istri sah kamu, Mas!” Aku berteriak lantang, melangkah masuk ke rumah mirip gubuk itu. 

 

Mas Randi terenyak, begitu pula dengan Citra dan ibunya. Mungkin Mas Randi tidak menyangka jika aku berada di rumah ini, sedangkan yang dia tahu aku sedang berbaring di tempat tidur. Wajah tua itu terlihat keheranan saat mendengar teriakan dari istri terzolomi ini.

 

Begitu juga Citra, gadis itu hanya menundukan wajah tak berani menatapku. Lemas tubuh ini tak menghalangi untuk mengungkapkan kebenaran tentang kebusukan mereka berdua. Entah, ibunya pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu. 

 

“Ibu, istri Pak Randi?” tanya Ibu Citra.

 

“Iya, sayangnya suami saya tercinta tidak mengakui pernikahan ini.” Netraku tajam menatap Mas Randi yang menunduk saat aku mencoba menerobos matanya.

 

“Bu—bukan begitu, Yas,” sanggah Mas Randi.

 

“Bukan begitu bagaimana? Bukannya sudah setahun menduda? Demi Allah, sampai mati aku tak akan pernah rela kamu menikah dengan bocah ingusan ini!”

 

“Ibu tunggu, maksud Ibu apa? Siapa yang akan menikah dengan anak saya?”

 

“Siapa lagi kalau bukan Mas Randi. Jangan pura-pura tidak tahu, Bu, tentang kegilaan yang mereka lakukan,” tuturku.

 

“Tante sudah, aku dan Om Randi tidak ada apa-apa.” Citra akhirnya bersuara dan membela diri.

 

Tidak ada apa-apa? Apa yang aku dengar tidak salah? Lalu, sedang apa mereka di hotel? Allah ... mereka kira aku bodoh dan bisa percaya begitu saja dengan ucapan dari mulut beracun itu.

 

Lancang sekali dia beragument padaku dan membela dirinya yang serasa suci. Jangan harap hati ini memaafkan kalian. Apa benar wanita itu tidak tahu apa yang dilakukan sang anak selama ini? Atau hanya berpura-pura saja? 

 

“Kamu bilang tidak ada apa-apa dengan suami saya? Tapi kenapa kalian berada di hotel tadi?”

 

Belum puas aku memaki, Mas Randi sudah menarik ke luar dari rumah itu. Tidak terima aku dengan perlakuannya, kutampar berulang kali pipi pria itu dengan membabi buta. 

 

Kekecewaan beserta emosi yang menyelimuti hati sudah tak bisa terbendung menerima kenyataan pahit yang tak pernah aku duga.

Mas Randi bergeming tak membalas. Astaga, kepingan hati kian retak tak berbentuk. 

Wajahnya serasa tak bersalah. Jadi, selama ini dia mengaku duda? Allah ... sesak dada ini memikirkan kelakuan gila suamiku. Demi gadis muda, dia rela seolah-olah kami telah berpisah.

 

“Kita pulang, bicara di rumah saja.”

 

“Nggak perlu, Mas. Selesaikan sekarang, untuk apa di rumah kalau sama saja kamu akan menjadikan aku janda seperti pengakuan kamu pada mereka.”

 

“Ma, kamu salah paham. Aku—“ 

 

“Aku apa, Mas? Tubuhku memang tak semulus gadis itu, tapi ingat, harta melimpah dan jabatan tinggi itu hasil doa-doa seorang istri. 

Bukan doa seorang simpanan! Silahkan kamu ceraikan aku, asala kita urus harta gono gini. Nggak sudi aku berbagi harta dengan dia!”

 

Wajah Mas Randi memucat mendengar penuturanku. Jangan harap kamu bisa bahagia dengan gadis itu. Tak masalah bagiku jika hal terparah menimpaku, karena rumah besar nan megah itu sudah atas nama Yasmin Putri. Pasti dia sedang menghitung seberapa banyak yang akan dia miliki setelah berpisah denganku. 

 

Aku kembali melangkah ke rumah itu. Lagi-lagi tanganku di cekal Mas Randi. 

 

“Mau apa kamu ke sana?”

 

“Mau apa kamu tanya? Yang jelas aku mau kasih pelajaran buat pelakor itu. Kecil-kecil sudah jadi orang ketiga.”

 

Sepanjang aku melangkah, Mas Randi terus menarik lenganku. Kamu pikir aku lemah bisa diam saja diperlakukan seperti ini? Jangan harap gadis itu tidur nyenyak malam ini. Kini, ibu gadis itu yang menghampiriku.

 

“Bu, tidak mungkin anak saya seperti yang ibu tuduhkan?”

 

“Saya tidak asal menuduh. Tanyakan saja pada anak anda, apa dia masih gadis?” Aku menunjuk gadis itu dengan geram. 

 

Sementara, wajah Citra memucat saat aku mempertanyakan kegadisannya.

 

“Jaga bicara Anda!”

 

Ibu gadis itu marah tak terima aku memaki dan menuduh anaknya. Bukan tanpa sebab, apa namanya kalau bukan pelakor bersama orang yang lebih muda di hotel? Sebodoh apa diriku jika tidak bisa membedakannya.

 

“Tante, saya masih gadis. Saya nggak berbuat macam-macam dengan Om Randi,” ucap Citra dengan isak tangis. 

 

“Hanya orang bodoh yang percaya!”

 

“Lebih baik Anda keluar dari rumah saya!” 

 

Lantang Ibunya Citra mengusirku. Kita lihat, dia akan menyesal telah membuat aku menderita. Kalau perlu mereka akan masuk penjara jika tak ada kesadaran dari mereka. Kini, dengan emosi masih meradang, diri ini keluar dari gubuk berengsek itu.

 

Mas Randi memaksaku masuk ke mobil. Sepanjang jalan dia terus meminta maaf dan membela diri. Aku memang tak menginginkan perceraian itu, tapi untuk apa mempertahankan hubungan tak sehat ini? 

 

Untuk apa pula menahan pedih mengingat dia bergulum mesra di peraduan dengan wanita lain, sedangkan aku terus berdoa untuk kesuksesan dan limpahan harta untuknya.

 

“Yas, demi Raka. Aku mohon jangan ambil keputusan gegabah. Aku hanya menebus kesalahanku dengan keluarga itu karena aku yang bertanggungjawab dititipkan Citra untuk aku biayai sekolahnya.”

 

“Membiayai dengan menyimpan gadis muda itu berbeda arti. Untuk apa pula mengaku duda? Mikir pake otak, dong, Mas. Bodoh jangan dipelihara.”

 

“Yas, aku hanya mencintai kamu.”

 

“Persetan dengan cinta kamu, Mas!”

 

Lagi-lagi racun dari mulut Mas Randi membuat aku muak. Semakin tua kenapa semakin menjadi. Dasar pria bajingan, setelah kaya, bukan sibuk ibadah malah sibuk mencari wanita lain. Semoga saja dia sadar.

 

Demi Raka dia bilang? Anakku pasti akan tertawa jika mendengar hal menjijikan itu. Mana ada maling ngaku, adanya penjara penuh. Putra kesayanganku sudah dewasa, pasti akan mengerti perasaan mamanya.

 

“Kasih aku waktu untuk menjelaskan. Aku hanya ingin membantu, dia anak yatim , Yas.”

 

“Lalu? Karena dia yatim jadi kamu mengambil kesempatan untuk menjadi pahlawan kesiangan?”

 

Aku heran dengan jalan pikiran suamiku. Sudah  jelas dengan semua bukti yang ada, tapi Mas Randi kekeh tidak ingin aku menyebutnya selingkuh. Allah ... kenapa hati ini begitu sakit? 

 

Apa yang harus aku perbuat? Kalau bercerai itu keputusan tepat, hal itu akan aku lakukan demi hati yang terluka.

 

“Bukan karena Yatim, tapi karena saat itu ayahnya kecelakaan karena aku yang mengemudi dan kelalaianku hingga terjadi kecelakaan dan membuat Pram meninggal. Dan sebelum itu, dia meminta aku untuk menyekolahkan anaknya yang masih sekolah. Hanya itu.”

 

Entah, apa aku bisa percaya dengan ucapan Mas Randi atau tidak. Intinya aku benci pengkhianatan dalam bentuk dan kemasan kebaikan. 

 

Persetan dengan apa yang ada di balik sebuah alibi. Salah tetap salah, perselingkuhan tetap sebuah keburukan dan tak pantas untuk di manfaatkan. 

 

--Galuh Arum--

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh dua (End)

    "Sus, masih ada pasian nggak?" tanyaku pada suster Bella."Nggak ada Dokter.""Saya mau pulang, terimakasih, Sus.""Sama-sama."Aku sudah tidak sabar mendengar kabar baik dari Angel. Namun, merek semua tidak menemuiku di rumah sakit, melainkan menunggu di rumah. Bikin penasaran saja.Sengaja aku menemui dokter yang menangani Angel. Untung dia sedang tidak ada pasien jadi mau menemuiku dan sedikit berbincang. Katanya, tidak banyak yang berubah dari Angel. Jangan bersenang hati dahulu takutnya dia kembali depresi.Membuat hati Angel senang, itu yang akan aku lakukan. Karena hidup di dunia ini memang untuknya. Ah, bucin sekali aku semenjak tahu Angel audah sembuh, dan berimajinasi macam-macam. Termaksud, memiliki anak banyak darinya. Mungkin gara-gara Suster Bella tadi bicara seperti itu, membuat aku kepikiran.Gegas aku pulang ke rumah, tidak sabar untuk bertemu dengannya. Apalagi melakukan

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh Satu

    "Kamu ikhlas, nggak, Ka?""Aku ikhlas, Lun. Sekarang pun kalau dia mau pergi, aku ikhlas."Bibir ini lancar sekali mengucapkan kata ikhlas. Namun, bagaimanapun aku pernah merasa menyesal memutuskan berpisah dengan Angel.Saat ini, apa aku harus menggenggam dia lebih lama dan mempertahankannya?"Aku bangga punya Abang kaya kamu ,Ka.""Bikin, ge-er, deh."Kami tertawa bersama, mengingat masalah yang akan kuhadapi nanti, aku pun pasrah. Mungkin akan ada penolakan dari Angel nanti. Lebih baik kau kembali ke kamar, tapi kamar siapa?Aku menggaruk leher, bagaimana aku bisa lupa kalau Angel seperti mengusir tadi. Aku berada di sini pun karena Angel.Tidak mungkin aku tidur di kamar Luna atau Mama. Bisa-bisa mereka mentertawakan aku."Ke kamar kamu saja, jelaskan padanya. Toh, nanti pun kamu pasti akan menjelaskannya."Saran dari Luna membuat aku sadar.

  • Suamiku Sugar Daddy   Empat Puluh

    Mama bertanya kembali apa aku mau tinggal bersama mereka. Mama bisa membantu Ibunya Angel dalam merawat Angel. Namun, aku ragu, karena Angel masih suka histeris dan menyerang.Jika kutolak, Mama pasti sedih. Ia menginginkan aku tetap bersamanya. Sepertinya aku harus meminta pendapat pada Ibu mertuaku, juga Om Hendri jika aku tinggal di sana dengan kodisi istriku yang seperti ini."Kondisi Angel belum stabil, apa tidak akan menggangu kalian?" tanyaku diikuti anggukan Ibu mertua."Nggak, Ka. Kita bantu Angel bersama, Mama mau kalian bahagia secepatnya." Penuturan Mama mambuat aku tersentuh.Aku melirik Om Hendri, seolah meminta pendapatnya. Pria berjas hitam itu tersenyum dan memberikan anggukan tanda dirinya juga setuju dengan permintaan Mama."Demi kebahagiaan kamu, Ka. Mama rela melakukan apa pun, Mama tahu kamu mencintai Angel. Seharusnya Mama mendukung kamu dalam proses menyembuhkannya."Lagi, Mama membuat ak

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Sembilan

    "Sah." Kalimat itu menggema beberapa jam lalu, disaksikan beberapa orang dari keluarga dan tetangga sekitar rumah Angel. Mereka menyaksikan acara sakral kami.Mama akhirnya menerima pernikahanku dengan Angel. Diiringi isak tangis, ia memelukku erat. Aku tahu ia kecewa, tetapi ini pilihan, dan jalanku. Tidak ada resepsi pernikahan, hanya ada akad biasa yang setelah itu selasai setelah ijab kabul.Mama masih bisa memberikan senyum pada ibunya Angel. Ia pintar menyembunyikan perasaan, dan menjaga perasaan orang lain. Tidak seperti sinetron, dia bersikap tenang, seolah memang ia menerima pernikahan ini dengan ikhlas.Semalam ia menyerah dan memberikan restunya. Ia bilang selalu mendoakan yang terbaik untukku. Kini, aku harus berjuang sebagai seorang suami. Mengembalikan Angel seperti dulu. Menyembuhkan depresi yang dialaminya.Dengan balutan kebaya putih, ia terlihat san

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh delapan

    Malati bangkit, tetapi cepat aku menarik lengannya meminta ia kembali duduk, untuk mendengarkan penjelasanku. Bola matanya memutar malas, ya, aku tahu kesalahan membuat wanita berprasangka tidak baik.Seperti yang dikatakan Mama, jangan memberikan seseorang harapan jika kita tidak bisa memberikannya kepada dia. Ah, mumet urusannya."Mel, dengerin aku, ya. Maaf, sebelumnya telah membuat kamu merasa aku memberikan perhatian lebih. Jujur, aku tertarik denganmu. Namun, semuanya tidak bertahan, karena aku masih mencintai Angel.""Laki-laki memang semua buaya. Karena suaminya tidak ada, dan dia tidak sadar, kan? Kamu memanfaatkan keadaan saat Angel sakit? Iya, kan?""Aku nggak seperti yang kamu bicarakan. Aku sungguh mencintai Angel. Aku mau dia sembuh, masalah dia setelah sembuh mau bersamaku atau tidak, aku ikhlas.""Bulsyit,mana ada orang seperti itu. Ka, aku nggak kenal sama kamu, dan sampai saat ini, aku tida

  • Suamiku Sugar Daddy   Tiga Puluh Tujuh

    Mama memintaku untuk berpikir ulang menikahi Angel. Namun, aku tetep pada pendirian awal untuk meminang Angel menjadi istriku.Hari ini sengaja aku datang ke rumah Papa untuk meminta pendapatnya. Apa sama dengan yang mama pikirkan atau berbeda. Sudah lama sekali aku tidak meminta pendapat pria yang begitu lama aku musuhi."Pa, aku ingin bicara, bisa?""Raka, kapan datang?""Tadi, Pa. Papa asik menonton TV.""Iya, sampai nggak tahu kamu datang. Bicara apa?""Sebenernya bukan bicara, tapi meminta saran.""Duduk sini."Papa menepuk sofa meminta aku untuk duduk di sampingnya. Aku menghampirinya dan menghempaskan tubuh ini. Film yang ia tonton tidak berubah. Tetap suka denganaction.Raut wajahnya sudah terlihat sangat tua. Namun, sudah lebih segar dari waktu ia bertemu denganku. Mungkin benar kata Budhe Airin, obat kesehatan Papa adalah aku. Bertemu dengan anaknya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status