Share

BAB 3: Konfrontasi

Author: Surya
last update Last Updated: 2025-10-05 02:11:07

Alya pulang ke apartemen dengan pikiran kacau. Sepanjang perjalanan naik ojek online, otaknya terus bekerja keras mencerna semua informasi yang baru saja didapatnya. Arkan adalah milyarder. Suaminya yang selama ini dia remehkan ternyata pewaris konglomerat terbesar di Indonesia.

Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan. Kenapa Arkan menyamar? Kenapa dia berpura-pura jadi supir miskin? Apakah ini semacam permainan untuknya? Atau ada alasan lain?

Alya membuka pintu apartemen dengan tangan gemetar. Ruangan kosong dan sepi. Dia melempar tas ke sofa dan langsung membuka laptop. Jari-jarinya mengetik dengan cepat: "Arkananta Mahesa Widjaja".

Ratusan hasil pencarian muncul. Artikel demi artikel tentang Arkan. Forbes Indonesia. Majalah bisnis. Berita akuisisi perusahaan. Foto-foto Arkan dalam berbagai acara bisnis bergengsi.

Di salah satu foto, Arkan berdiri di samping Presiden saat peresmian pabrik baru. Di foto lain, dia berjabat tangan dengan pengusaha terkenal dunia. Ada juga foto Arkan memberikan sambutan di depan ratusan karyawan Dinastri Group.

"Ya Tuhan," gumam Alya sambil menutup mulutnya. "Dia bahkan lebih kaya dari yang kukira."

Alya terus scroll. Kemudian matanya berhenti di satu artikel yang ditulis setahun lalu. Judulnya: "Arkananta Widjaja Menghilang dari Dunia Bisnis, Kemana Pewaris Dinastri Group?"

Artikel itu menjelaskan bagaimana tiga tahun lalu, Arkan tiba-tiba mengundurkan diri dari posisi aktifnya di perusahaan dan menghilang dari sorotan publik. Banyak spekulasi bermunculan. Ada yang bilang dia sakit, ada yang bilang dia kabur dari arranged marriage, ada juga yang menduga dia depresi karena tekanan keluarga.

Tiga tahun lalu. Itu pas sebelum Arkan bertemu dengannya.

Alya mengingat-ingat kembali. Mereka bertemu di sebuah kafe kecil. Saat itu Arkan datang dengan pakaian sederhana, mengendarai motor bebek. Dia bilang bekerja sebagai supir pribadi. Arkan sangat rendah hati, perhatian, dan tidak pernah terlihat seperti orang kaya.

"Dia menyamar untuk mencari... apa?" bisik Alya pada dirinya sendiri.

Kemudian sebuah kalimat di artikel lain menarik perhatiannya: "Arkananta Widjaja dikenal sangat tertutup soal kehidupan pribadinya. Dia pernah mengatakan dalam satu wawancara bahwa dia lelah dikelilingi orang-orang yang hanya menginginkan uangnya, bukan dirinya."

Alya merasakan dadanya sesak. Sekarang semuanya masuk akal. Arkan menyamar untuk mencari cinta yang tulus. Dan dia pikir sudah menemukannya pada Alya.

Tapi apa yang dilakukan Alya? Dia malah terus-menesan mengeluh tentang uang. Dia memaki Arkan karena gajinya kecil. Dia malu memiliki suami yang "hanya" supir.

Air mata kembali mengalir. Kali ini lebih deras. Alya menangis sejadi-jadinya, memeluk lututnya di sofa. Penyesalan yang amat sangat menghantam dadanya seperti palu besar.

---

Pukul delapan malam, pintu apartemen terbuka. Arkan masuk dengan pakaian supir seperti biasa. Kemeja putih lusuh, celana hitam yang sudah pudar. Tapi sekarang Alya tahu semua itu hanya kostum.

Mata mereka bertemu. Arkan langsung tahu ada yang berbeda dari tatapan Alya. Mata istrinya merah, sembab, dan penuh dengan emosi yang sulit diartikan.

"Alya, kamu kenapa? Sakit?" tanya Arkan dengan nada khawatir. Dia melangkah mendekat.

"Jangan!" Alya mengangkat tangannya, menghentikan langkah Arkan. Suaranya bergetar. "Jangan mendekat. Aku... aku perlu jawaban."

Arkan berhenti. Rahangnya mengeras. Entah kenapa, dia merasa momen ini akhirnya tiba. Momen yang selama ini dia tunggu sekaligus takuti.

"Jawaban untuk apa?" tanya Arkan, meski dia sudah menduga.

Alya mengambil napas dalam-dalam. Tangannya gemetar saat mengangkat ponsel dan menunjukkan foto yang diambilnya tadi siang. Foto Arkan dalam jas mewah, dikelilingi bodyguard dan asisten.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Alya dengan suara pecah. "Siapa kamu, Arkan? Atau haruskah aku memanggilmu... Arkananta Mahesa Widjaja?"

Keheningan menyelimuti ruangan. Arkan tidak bergerak. Ekspresinya tidak berubah, tapi matanya menatap tajam ke arah Alya.

"Kamu sudah tahu," ucap Arkan pelan. Bukan pertanyaan. Pernyataan.

"Ya, aku sudah tahu!" Alya bangkit dari sofa. "Aku tahu kamu pewaris Dinastri Group! Aku tahu kamu salah satu orang terkaya di negara ini! Aku tahu selama ini kamu berbohong padaku!"

"Aku tidak pernah berbohong," sanggah Arkan dengan tenang. Terlalu tenang. "Aku hanya tidak menceritakan semuanya."

"Itu sama saja dengan berbohong!" teriak Alya. Emosinya meluap. Campuran antara marah, malu, dan bersalah. "Kamu membiarkan aku menghina kamu! Kamu membiarkan aku bilang kamu tidak punya ambisi! Kamu membiarkan aku malu mengakui kamu sebagai suami! Kenapa?!"

Arkan melangkah maju. Kali ini Alya tidak menghentikannya. Pria itu berhenti tepat di depan istrinya. Matanya menatap dalam, penuh dengan emosi yang selama ini dia pendam.

"Karena aku ingin tahu," kata Arkan. Suaranya rendah, tapi setiap kata terasa berat. "Aku ingin tahu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Bukan uangku. Bukan statusku. Tapi aku. Arkan yang sebenarnya."

Alya terdiam. Kata-kata Arkan menohok tepat di jantungnya.

"Dan sekarang aku sudah tahu jawabannya," lanjut Arkan sambil tersenyum pahit. "Kamu tidak mencintaiku, Alya. Kamu mencintai ide tentang pernikahan yang sempurna. Kamu mencintai standar yang ditetapkan teman-temanmu dan keluargamu. Tapi aku? Arkan yang bekerja keras setiap hari untukmu? Kamu malu padaku."

"Arkan, aku—"

"Tidak perlu menjelaskan," potong Arkan. Dia mundur selangkah. "Aku mengerti sekarang. Mungkin penyamaran ini adalah kesalahan. Tapi setidaknya aku sudah tahu siapa dirimu yang sebenarnya."

Arkan berbalik, berjalan menuju kamar. Dia mengambil tas kecil dari lemari dan mulai memasukkan beberapa pakaian.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Alya panik.

"Aku kembali ke kehidupan yang sebenarnya," jawab Arkan tanpa menoleh. "Besok, aku akan pindah ke penthouse. Kamu bisa tetap tinggal di sini. Apartemen ini sudah aku bayar lunas untuk lima tahun ke depan."

"Tunggu! Arkan, tunggu!" Alya meraih lengan Arkan. "Jangan pergi! Kita harus bicara!"

Arkan menatap tangan Alya yang menggenggam lengannya. Kemudian matanya menatap ke arah Alya dengan tatapan dingin yang tidak pernah Alya lihat sebelumnya.

"Bicara tentang apa lagi, Alya? Sudah cukup. Aku sudah mendengar cukup banyak," kata Arkan. Dia melepaskan genggaman Alya dengan lembut tapi tegas. "Selamat malam."

Arkan keluar dari apartemen dengan membawa tas kecilnya. Pintu tertutup pelan, meninggalkan Alya yang berdiri terpaku dengan air mata mengalir deras di pipinya.

Untuk pertama kalinya, Alya merasakan kehilangan yang sesungguhnya. Dan dia baru menyadari betapa berharganya Arkan setelah pria itu memutuskan untuk pergi.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 8: Kencan Pertama (Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang."Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar."Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman.""Kita mau kemana?""Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum."Baik. Aku tunggu."Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal.---Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi.Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. Seperti Ar

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   Kencan Pertama (Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang. "Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar. "Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman." "Kita mau kemana?" "Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum. "Baik. Aku tunggu." Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal. --- Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi. Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. S

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   Kencan Pertama ( Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang. "Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar. "Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman." "Kita mau kemana?" "Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum. "Baik. Aku tunggu." Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal. --- Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi. Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. S

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   # BAB 1: Pertengkaran di Malam Hujan

    Alya menatap layar laptop dengan frustasi. Klien terakhirnya baru saja menunda pembayaran untuk ketiga kalinya bulan ini. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Arkan, suaminya, belum juga pulang."Dasar supir miskin," gumam Alya sambil menutup laptop dengan kasar. Dia bangkit dari sofa dan berjalan ke jendela. Hujan deras membasahi kaca jendela apartemen kecil mereka di lantai tiga.Suara pintu terbuka membuat Alya menoleh. Arkan masuk dengan senyum lelah di wajahnya. Kemeja putihnya sedikit kusut, rambut hitamnya basah kena hujan. Di tangannya ada kantong plastik berisi nasi uduk, makanan kesukaan Alya."Sayang, maaf aku telat. Bos minta antar ke Surabaya, jadinya—""Telat lagi?" sela Alya dengan nada tinggi. Dia melipat tangan di depan dada. "Kamu tau nggak sih berapa tagihan listrik bulan ini? Hampir satu juta! Sementara gaji kamu cuma berapa? Lima juta? Itu belum dipotong bensin mobilmu yang butut itu!"Arkan meletakkan kantong plastik di meja dengan perlah

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 2: Rahasia yang Terkuak

    Pagi itu, Alya terbangun dengan mata sembab. Dia melirik ke samping. Tempat tidur kosong. Arkan sudah pergi sejak subuh, seperti biasa. Tidak ada pesan, tidak ada sarapan di meja seperti yang dulu sering dilakukan Arkan.Alya bangkit dengan perasaan bersalah. Kata-katanya semalam memang terlalu kejam. Tapi dia juga frustrasi. Bagaimana bisa tidak? Kehidupan mereka stagnan. Tidak ada perkembangan. Sementara teman-teman seangkatannya sudah punya rumah sendiri, mobil baru, bahkan ada yang mulai traveling ke luar negeri.Ponsel Alya berdering. Nama "Mama" muncul di layar. Dia menghela napas panjang sebelum mengangkat."Alya, kamu kapan mau sadar?" suara ibunya langsung menyerang tanpa basa-basi. "Papa kemarin ketemu temannya yang punya perusahaan konstruksi. Anaknya masih single, pengusaha muda, tajir! Papa bisa atur kenalan kalau kamu mau cerai dari si Arkan itu.""Mama, aku sudah menikah," jawab Alya lemah."Menikah sama orang miskin! Percuma! Kamu masih muda, Alya. Dua puluh lima tahun

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 3: Konfrontasi

    Alya pulang ke apartemen dengan pikiran kacau. Sepanjang perjalanan naik ojek online, otaknya terus bekerja keras mencerna semua informasi yang baru saja didapatnya. Arkan adalah milyarder. Suaminya yang selama ini dia remehkan ternyata pewaris konglomerat terbesar di Indonesia.Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan. Kenapa Arkan menyamar? Kenapa dia berpura-pura jadi supir miskin? Apakah ini semacam permainan untuknya? Atau ada alasan lain?Alya membuka pintu apartemen dengan tangan gemetar. Ruangan kosong dan sepi. Dia melempar tas ke sofa dan langsung membuka laptop. Jari-jarinya mengetik dengan cepat: "Arkananta Mahesa Widjaja".Ratusan hasil pencarian muncul. Artikel demi artikel tentang Arkan. Forbes Indonesia. Majalah bisnis. Berita akuisisi perusahaan. Foto-foto Arkan dalam berbagai acara bisnis bergengsi.Di salah satu foto, Arkan berdiri di samping Presiden saat peresmian pabrik baru. Di foto lain, dia berjabat tangan dengan pengusaha terkenal dunia. Ada juga foto Arkan mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status