Home / Romansa / Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran / BAB 4: Kehidupan yang Berbeda

Share

BAB 4: Kehidupan yang Berbeda

Author: Surya
last update Last Updated: 2025-10-05 02:13:13

Alya tidak tidur semalaman. Dia hanya duduk di sofa, memeluk bantal, menatap kosong ke arah pintu yang sudah ditinggalkan Arkan. Ponselnya dia pegang erat, berkali-kali ingin menelepon Arkan tapi tidak pernah benar-benar melakukannya.

Apa yang harus dia katakan? Maaf? Maaf untuk apa? Maaf karena selama ini meremehkannya? Atau maaf karena baru menghargainya setelah tahu dia kaya?

Alya menatap layar ponselnya. Tidak ada pesan dari Arkan. Tidak ada telepon. Seakan pria itu benar-benar sudah melepaskannya.

Pukul enam pagi, ponsel Alya berdering. Nama Rania muncul di layar.

"Alya! Oh my God! Kamu liat I*******m nggak?!" suara Rania histeris di seberang.

"Liat apa?" Alya menjawab dengan suara serak.

"Arkananta Widjaja trending! Dia baru aja posting foto pertamanya setelah tiga tahun menghilang! Dan yang lebih gila lagi... dia pakai cincin kawin, Alya! Netizen lagi heboh nebak-nebak siapa istrinya!"

Jantung Alya berdegup kencang. Dengan tangan gemetar, dia membuka I*******m. Dia mencari nama "Arkananta Mahesa Widjaja".

Akun terverifikasi dengan followers dua juta lebih. Foto profil menampilkan logo Dinastri Group. Dan postingan terbaru, diupload dua jam lalu, sudah memiliki setengah juta likes.

Foto itu menampilkan Arkan dalam jas hitam sempurna, berdiri di balkon penthouse dengan latar belakang kota Jakarta yang masih gelap. Tangannya yang memegang gelas wine menampilkan cincin kawin emas yang Alya kenali. Cincin yang mereka beli di toko sederhana dua tahun lalu.

Caption-nya singkat: "Back to where I belong."

Kembali ke tempat aku seharusnya berada.

Ribuan komentar membanjiri postingan itu.

"OMG siapa istrinya?!"

"Pangeran kita udah nikah 😭"

"CEO ganteng dan misterius! Perfect!"

"Pengen jadi istrinya 😍"

Alya menutup aplikasi dengan cepat. Dadanya sesak. Arkan benar-benar sudah kembali ke dunianya. Dunia yang tidak ada tempat untuk Alya di dalamnya.

"Alya? Halo? Kamu masih disana?" suara Rania terdengar dari speaker.

"Iya, gue masih disini," jawab Alya lemah.

"Kamu kenal dia? Maksud gue, perusahaan dia kan gede banget. Siapa tau suami kamu pernah nganter bosnya atau gimana gitu?"

Alya terdiam. Haruskah dia bilang? Haruskah dia mengakui bahwa pria di foto itu adalah suaminya?

"Nggak. Gue nggak kenal," bohong Alya. "Ran, gue harus pergi. Ada kerjaan."

Dia menutup telepon sebelum Rania bertanya lebih banyak.

---

Siang itu, Alya memaksa dirinya untuk bekerja. Tapi konsentrasinya buyar. Setiap beberapa menit, dia membuka I*******m Arkan lagi. Postingan itu sekarang sudah mencapai satu juta likes.

Kemudian muncul notifikasi di ponselnya. Pesan dari nomor tidak dikenal.

"Ibu Alya, saya Wulan, asisten pribadi Pak Arkan. Pak Arkan meminta saya mengirimkan beberapa dokumen penting yang perlu Ibu tanda tangani. Saya akan datang ke alamat Ibu pukul dua siang. Terima kasih."

Dokumen? Dokumen apa?

Pukul dua tepat, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Seorang wanita berusia akhir dua puluhan berdiri di depannya. Mengenakan blazer hitam yang rapi, rambut diikat kuncir kuda, dan membawa tas kulit mewah berisi dokumen.

"Selamat siang, Ibu Alya. Saya Wulan," wanita itu tersenyum profesional dan membungkuk sopan.

"Masuk," kata Alya sambil membuka pintu lebih lebar.

Wulan masuk dan langsung meletakkan tas di meja. Dia mengeluarkan beberapa map dokumen yang tebal.

"Pak Arkan meminta Ibu untuk menandatangani ini," Wulan membuka salah satu map. "Ini adalah akta kepemilikan apartemen ini atas nama Ibu. Pak Arkan sudah membayar lunas untuk lima tahun ke depan termasuk biaya maintenance."

Alya menatap dokumen itu dengan mata berkaca-kaca.

"Kemudian ini," Wulan membuka map kedua. "Transfer rekening bulanan sebesar lima puluh juta rupiah untuk biaya hidup Ibu. Akan ditransfer setiap tanggal satu."

"Lima puluh juta?!" Alya terlonjak. "Untuk apa?"

"Pak Arkan bilang ini adalah kompensasi," jawab Wulan dengan nada datar. "Beliau merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan Ibu meski sudah tidak tinggal bersama."

Kompensasi. Kata itu terdengar sangat dingin dan formal.

"Dan yang terakhir," Wulan mengeluarkan map ketiga dengan perlahan. Ekspresinya sedikit ragu. "Ini adalah surat perjanjian perceraian. Pak Arkan sudah menandatanganinya. Tinggal menunggu tanda tangan Ibu."

Dunia Alya seakan berhenti berputar. Surat cerai. Arkan sudah menyiapkan surat cerai.

Dengan tangan gemetar, Alya membuka map itu. Benar. Surat resmi dari pengacara. Tanda tangan Arkan sudah ada di bagian bawah. Rapi dan tegas.

"Pak Arkan bilang Ibu tidak perlu terburu-buru," lanjut Wulan dengan nada lebih lembut. "Ibu bisa pikir-pikir dulu. Tidak ada deadline. Tapi jika Ibu sudah siap, silakan hubungi saya."

Alya tidak bisa berkata apa-apa. Tenggorokannya tercekat. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

Wulan menatap Alya dengan tatapan simpati. "Ibu Alya, maaf jika ini bukan urusan saya," kata Wulan pelan. "Tapi saya sudah bekerja dengan Pak Arkan selama tujuh tahun. Saya tidak pernah melihat beliau sebahagia saat bersama Ibu. Meski hanya dari cerita dan foto yang beliau simpan di dompet."

Alya mendongak. "Foto?"

"Ya. Foto pernikahan Ibu berdua. Pak Arkan selalu membawanya kemana-mana," Wulan tersenyum tipis. "Bahkan sekarang pun masih ada di dompetnya. Saya tidak tahu apa yang terjadi di antara Ibu berdua, tapi... saya yakin Pak Arkan masih mencintai Ibu. Sangat."

Setelah mengatakan itu, Wulan pamit. Dia meninggalkan semua dokumen di meja dan keluar dari apartemen dengan sopan.

Alya terduduk di sofa. Matanya menatap kosong ke tiga map dokumen di depannya. Apartemen. Uang bulanan. Surat cerai.

Arkan sudah mengatur semuanya. Dia sudah memastikan Alya tidak akan kekurangan apa-apa. Bahkan setelah mereka berpisah.

"Aku benar-benar orang bodoh," bisik Alya sambil menangis. "Aku kehilangan pria terbaik yang pernah ada dalam hidupku."

Dia meraih ponselnya. Jari-jarinya mengetik pesan untuk Arkan.

"Arkan, kita bisa bicara? Aku mohon."

Tapi setelah menatap layar itu selama lima menit, Alya menghapus pesan itu. Apa haknya dia meminta kesempatan lagi? Setelah semua yang sudah dia katakan? Setelah semua yang sudah dia lakukan?

Alya memeluk lututnya dan menangis sejadi-jadinya. Di sekeliling apartemen yang sepi, hanya terdengar isakan dan penyesalan yang terlambat.

Sementara itu, di sisi lain kota, Arkan berdiri di depan jendela kantornya yang berada di lantai empat puluh. Dia menatap kota Jakarta dari atas. Tangannya memegang ponsel yang menampilkan foto pernikahan mereka.

"Apakah aku terlalu keras, Wulan?" tanya Arkan tanpa menoleh.

Wulan yang baru saja kembali dari apartemen Alya berdiri di belakangnya. "Maaf Pak, ini bukan keputusan saya."

Arkan tersenyum pahit. "Tapi kamu melihat ekspresinya, kan? Dia... menyesal?"

"Sangat, Pak," jawab Wulan jujur. "Nyonya Alya menangis saat saya pergi."

Arkan menutup matanya. Sebagian dari hatinya merasa puas. Alya akhirnya merasakan kehilangan. Tapi sebagian lagi... merasa sakit melihat istrinya yang dia cintai menangis.

"Kirim bunga ke apartemennya setiap hari," perintah Arkan tiba-tiba. "Mawar putih. Tiga puluh tangkai. Jangan sertakan nama pengirim."

Wulan tersenyum tipis. "Baik, Pak."

Arkan masih mencintai Alya. Tapi cintanya kali ini bercampur dengan luka yang dalam. Dan dia tidak tahu apakah luka itu bisa sembuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 8: Kencan Pertama (Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang."Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar."Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman.""Kita mau kemana?""Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum."Baik. Aku tunggu."Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal.---Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi.Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. Seperti Ar

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   Kencan Pertama (Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang. "Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar. "Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman." "Kita mau kemana?" "Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum. "Baik. Aku tunggu." Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal. --- Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi. Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. S

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   Kencan Pertama ( Lagi)

    Tiga hari setelah makan malam di restoran Jepang, ponsel Alya berdering. Nama "Arkan" muncul di layar. Jantungnya langsung berdegup kencang. "Halo?" jawab Alya dengan suara bergetar. "Sabtu, jam dua siang. Aku jemput," kata Arkan singkat. "Pakai baju yang nyaman." "Kita mau kemana?" "Kencan. Bukankah itu yang dilakukan pasangan yang baru pacaran?" ada nada main-main di suara Arkan yang membuat Alya tersenyum. "Baik. Aku tunggu." Telepon terputus. Alya memeluk ponselnya erat. Ini kencan pertama mereka sebagai pasangan yang "baru kenal". Kesempatan untuk memulai dari awal. --- Sabtu pagi, Alya bangun lebih awal. Dia mencoba semua baju di lemarinya. Dress? Terlalu formal. Rok? Terlalu girly. Akhirnya dia memilih jeans biru, kaos putih polos, dan sneakers. Simple tapi tetap terlihat rapi. Tepat pukul dua, bel apartemen berbunyi. Alya membuka pintu. Arkan berdiri di sana dengan jeans hitam dan kemeja putih yang digulung sampai siku. Rambutnya ditata casual. Dia terlihat... muda. S

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   # BAB 1: Pertengkaran di Malam Hujan

    Alya menatap layar laptop dengan frustasi. Klien terakhirnya baru saja menunda pembayaran untuk ketiga kalinya bulan ini. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Arkan, suaminya, belum juga pulang."Dasar supir miskin," gumam Alya sambil menutup laptop dengan kasar. Dia bangkit dari sofa dan berjalan ke jendela. Hujan deras membasahi kaca jendela apartemen kecil mereka di lantai tiga.Suara pintu terbuka membuat Alya menoleh. Arkan masuk dengan senyum lelah di wajahnya. Kemeja putihnya sedikit kusut, rambut hitamnya basah kena hujan. Di tangannya ada kantong plastik berisi nasi uduk, makanan kesukaan Alya."Sayang, maaf aku telat. Bos minta antar ke Surabaya, jadinya—""Telat lagi?" sela Alya dengan nada tinggi. Dia melipat tangan di depan dada. "Kamu tau nggak sih berapa tagihan listrik bulan ini? Hampir satu juta! Sementara gaji kamu cuma berapa? Lima juta? Itu belum dipotong bensin mobilmu yang butut itu!"Arkan meletakkan kantong plastik di meja dengan perlah

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 2: Rahasia yang Terkuak

    Pagi itu, Alya terbangun dengan mata sembab. Dia melirik ke samping. Tempat tidur kosong. Arkan sudah pergi sejak subuh, seperti biasa. Tidak ada pesan, tidak ada sarapan di meja seperti yang dulu sering dilakukan Arkan.Alya bangkit dengan perasaan bersalah. Kata-katanya semalam memang terlalu kejam. Tapi dia juga frustrasi. Bagaimana bisa tidak? Kehidupan mereka stagnan. Tidak ada perkembangan. Sementara teman-teman seangkatannya sudah punya rumah sendiri, mobil baru, bahkan ada yang mulai traveling ke luar negeri.Ponsel Alya berdering. Nama "Mama" muncul di layar. Dia menghela napas panjang sebelum mengangkat."Alya, kamu kapan mau sadar?" suara ibunya langsung menyerang tanpa basa-basi. "Papa kemarin ketemu temannya yang punya perusahaan konstruksi. Anaknya masih single, pengusaha muda, tajir! Papa bisa atur kenalan kalau kamu mau cerai dari si Arkan itu.""Mama, aku sudah menikah," jawab Alya lemah."Menikah sama orang miskin! Percuma! Kamu masih muda, Alya. Dua puluh lima tahun

  • Suamiku Ternyata Milyarder Penyamaran   BAB 3: Konfrontasi

    Alya pulang ke apartemen dengan pikiran kacau. Sepanjang perjalanan naik ojek online, otaknya terus bekerja keras mencerna semua informasi yang baru saja didapatnya. Arkan adalah milyarder. Suaminya yang selama ini dia remehkan ternyata pewaris konglomerat terbesar di Indonesia.Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan. Kenapa Arkan menyamar? Kenapa dia berpura-pura jadi supir miskin? Apakah ini semacam permainan untuknya? Atau ada alasan lain?Alya membuka pintu apartemen dengan tangan gemetar. Ruangan kosong dan sepi. Dia melempar tas ke sofa dan langsung membuka laptop. Jari-jarinya mengetik dengan cepat: "Arkananta Mahesa Widjaja".Ratusan hasil pencarian muncul. Artikel demi artikel tentang Arkan. Forbes Indonesia. Majalah bisnis. Berita akuisisi perusahaan. Foto-foto Arkan dalam berbagai acara bisnis bergengsi.Di salah satu foto, Arkan berdiri di samping Presiden saat peresmian pabrik baru. Di foto lain, dia berjabat tangan dengan pengusaha terkenal dunia. Ada juga foto Arkan mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status