"Besok pergilah ke pabrik!" ucap ayahku yang saat ini sedang terbaring di salah satu ruangan VVIP yang ada rumah sakit.
"Untuk apa aku ke pabrik, Yah. Aku kembali ke sini hanya untuk menjenguk Ayah, bukan melihat pabrik," protesku padanya yang langsung membuang napas kasar.
Saat ini ayahku--Syam Erlangga tengah dirawat karena faktor umur mungkin. Aku belum sempat bertemu dokter untuk menanyakan kondisi ayahku.
Namaku Adnan Wahid Erlangga dan Intan Anugrah adalah ibuku yang selalu setia menemani suaminya.
Seperti saat ini, ia tengah duduk di samping ayah dan dengan sigap melayaninya.
"Kamu harus mempersiapkan diri mulai sekarang untuk memimpin pabrik itu, Adnan. Hanya kamu anak kami satu-satunya dan hanya kamu yang berhak menjadi CEO di PT. Erlangga Industries, " balas Ayah dengan tegas.
Ya ... aku anak tunggal dari keluarga ini dan sudah sangat lama aya
"Mau apa kalian?!" teriakku pada mereka yang menatap nyalang.Aku menatap tajam dua orang berpakaian serba hitam yang tadi menghadangku dengan motornya, kini mereka mendekat dan tertawa sangat keras hingga memecah kesunyian.Aku juga menoleh ke belakang, dua orang juga perlahan mendekat dengan seringainya."Siapa Kalian? Kenapa Kalian menghadangku?"Aku memasang kuda-kuda untuk bersiap siaga saat ada serangan dari mereka. Meskipun tidak yakin bisa mengalahkan mereka karena aku hanya sendirian sedangkan mereka ber-empat."Kamu tidak perlu tahu siapa kami. Kamu hanya perlu tahu kalau kami akan menghabisimu sekarang juga," balasnya mengancam."Aku tidak kenal siapa kalian!" balasku berteriak."Tapi Bos kami mengenalmu,"
POV Alyera.🌺🌺🌺Saat pria paruh baya itu menoleh ke belakang, aku langsung berlari dan menghambur ke pelukannya karena dia adalah Bapak, mereka keluargaku."Bapak!" ucapku dan Bapak mengangguk. Aku melepas pelukan itu, lalu berpindah memeluk ibuku dengan erat. Ibu mengecup pucuk kepalaku."Amran!" panggilku dan adikku mendekat dan langsung memeluk kami berdua.Aku menangis di pelukan mereka, apalagi saat Bapak juga mendekat dan menyentuh pucuk kepalaku yang tertutup jilbab.Aku tak menghiraukan lagi keadaan di sekitarku, tak peduli dengan pandangan orang yang mungkin menganggap diriku aneh."Ehemmm ...," deham seseorangAku menoleh pada pria arogan yang hampir aku lupakan keberadaannya padahal dia telah membawaku bertemu keluargaku."Pak, Bu, Amran, kapan kalian tiba di kota ini?kenapa tidak mengabarik
"Dasar adik gak ada akhlak," gerutuku kesal dan langsung mencubit pinggangnya. "Awww ... sakit Kak!" pekiknya langsung mengusap pinggangnya yang telah aku cubit. "Siapa suruh kamu ngerjain kakak!" omelku menatapnya dengan pelototan. "Amran gak ngerjain Kakak. Aku tadi ngomong serius tapi pikiranku teralihkan dengan kedatangan seorang wanita yang akan jadi masa depanku," balasnya seolah merasa bersalah dan aku mencebik dengan kesal. "Siapa?" tanyaku penasaran. Meski wanita yang kulihat hanyalah Anggi tapi aku ingin perjelas secara langsung. "Itu sana." Amran menunjuk Anggi yang berjalan ke arah kami. "Jangan ngarep kamu, Dek," balasku sengit. "Lihat aja tuh! Dia menghampiri kita, wanita itu berjalan kemari," bisik Amran membuatku aku terkekeh geli. "Ya, jelaslah 'kan rumahnya di sini," balasku lagi melirik ke arah Anggi yang semakin dekat. "Memangnya Kak Lyera kenal dengannya? Dia Siapa?" tanya Amran serius. Aku hanya mengangguk pelan tanpa ingin menjawab p
"Jawab Amran! Keputusan apa?" cecarku penasaran.Entah apa lagi yang pria aneh itu rencanakan. Kenapa dia bawa-bawa adikku dan keluargaku. Dia itu baik atau hanya tipu muslihat saja."Biarkan adikmu bicara dulu dengan Nak Adnan! Nanti Amran juga akan jelaskan," ucap ibuku membuatku mengangguk pasrah."Aku terima tawaran Bang Adnan. Aku mau kerja jadi sopir, Abang," kata-kata Amran membuatku menganga."Apa? Tawaran? Kerja?" pekikku dan Ibu membekap mulutku."Sssttt." Ibu meletakkan jari telunjuk di bibirnya agar aku bungkam.Aku memilih diam dan mendengarkan Amran bicara serius dengan pria itu. Apa sebenarnya maksudnya?"Ini ponsel, Kakak." Amran menyerahkan ponselku setelah ia berbicara dengan Adnan."Coba jelaskan ke Kakak, apa maksudnya. Kamu mau kerja jadi sopir pria itu?"Amran menganggu
Tanganku ditarik oleh Pria bercambang dan berperawakan tinggi itu, yang entah sejak kapan ia berada di sini, sehingga aku harus menabraknya.Jarak kami terlalu dekat hingga aku dan dia saling menatap satu sama lain dengan sangat dalam.Tatapan elangnya seolah membuatku terpaku di tempat dan jantungku seolah memompa lebih cepat dari biasanya.Menit berikutnya aku baru sadar kalau tangan kiri Pak Adnan sedang merengkuh pinggangku."Astagfirullah," ucapku saat tersadar dan langsung melepas tangan Pak Adnan dari tangan dan pinggang."Maaf, aku hanya ....""Terima kasih, Pak. Aku yang minta maaf karena jalan sambil menunduk," kataku sedikit salah tingkah. Entah apa yang salah dalam diriku."Hu,um ... okey," balasnya Aku celingak-celinguk mencari adikku Amran, tetapi anak itu tidak nampak batang hidungnya sama sekali."Cari siapa?" tanyanya menatapku dengan alir bertaut."Eh ... a-aku cari Amran, kok, gak kelihatan," jawabku."Oh ... Amran belum datang, Pak Sapto baru pergi menjemputnya da
Aku memejamkan mata saat Pak Adnan semakin dekat dan bersiap teriak jika orang-orang dalam gudang ini tidak mau menolongku saat Bosnya macam-macam."Dasar cerob*h! Kalau datang bul*n itu jangan lupa ganti rotimu," bisiknya tepat di depanku sambil melilitkan jasnya di pinggangku.Aku membuka mata perlahan dan tatapan kami bertemu karena jarak wajahku dan wajahnya hanya dua jengkal.Aku sedikit terpaku beberapa detik menatap mata elangnya, alis tebalnya, cambang tipis yang membingkai wajahnya.Hingga aku tersadar dengan apa yang ia ucapkan barusan."Roti, datang bul* n ... astagaaaa," pekikku panik dan menoleh ke belakang tapi tak terlihat karena dia sudah menutupi tubuh belakangku dengan jasnya."Apakah aku ...?" tanyaku sedikit tercekat.Dia mengangguk pelan. "Kamu tembus dan membuat pria-pria itu menatapmu aneh."
"Mau apa kamu ke sini, hah?"Pertanyaan itu bukan keluar dari mulutku, melainkan dari mulut adikku-Amran. Aku memilih bungkam dan bersembunyi di balik badan Amran."Aku ... aku mau bertemu Istriku," "Istri? Setelah apa yang kamu lakukan pada kakakku, dengan tak tahu malunya kamu masih menyebut dia istrimu!" hardik Amran"Apa pun yang kamu katakan, dan bagaimana pun juga Alyera masih istriku karena kami belum bercerai dan tidak akan pernah bercerai," ucap Bang Danu dengan percaya dirinya."Kalau begitu, ceraikan kakakku sekarang juga. Supaya kakakku bisa melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang lelaki benalu sepertimu!""Tidak akan! Meskipun kamu memaksaku,""Alyera ... ijinkan aku bicara denganmu, aku mohon!""Kakakku tidak akan pernah mau bicara denganmu! Pergi sana!" Amran mendorong tubuh Bang Danu."Ayolah Alyera. Kembali ke rumah dan kita akan hidup bahagia bersama anak kita. Lupakan semuanya dan kita memulai dengan awal yang baru," mohonnya, tetapi tidak membuatku kasihan. Aku
Malam ini, aku sedang duduk di teras rumah sambil menikmati tiupan semilir angin. Ini adalah malam ketiga aku di rumah kontrakan.Hari ini adalah hari pertama aku kerja kantoran dan Alhamdulillah kerjaan berjalan dengan lancar meskipun otakku sedikit kelelahan, tetapi aku menikmatinya.Aku bersyukur karena sekretaris Pak Syam mau berbaik hati mengajariku segala sesuatu yang harus dikerjakan oleh seorang sekretaris.Di kantor, Pak Adnan juga bersikap dengan sangat profesional. Dia hanya menyapa, meminta berkas dan duduk di ruangannya sepanjang waktu sampai jam pulang kantor.Dia tidak pernah mengajakku berdebat hari ini, apalagi menggangguku.Apa? Mengganggu? Sepertinya aku sudah tidak waras jika harus berharap diganggu oleh pria itu.Mungkin aku terbawa suasana saat kemarin dia bicara dengan ibunya di rumah sakit atau aku yang kegeeran.Aku langsung istigfar berkali-kali karena aku masih sah sebagai istri Bang Danu. Apa kata orang kalau aku belum pisah tapi sudah memikirkan pria lain.