Share

Suamiku, Ustad Bucin
Suamiku, Ustad Bucin
Author: UmiYazid

Keracunan

Author: UmiYazid
last update Last Updated: 2024-02-25 19:13:54

"Semoga aja gak ada yang lihat." Batin Amira.

Ini pertama kali Amira melakukan hal tidak terpuji.

Gadis berpostur semampai itu membuka pintu belakang, lalu masuk dengan mengendap-endap, seraya matanya terus mengawasi setiap sudut rumah, berharap tidak ada yang melihat aksinya.

Lututnya mulai gemetar, walau separuh hatinya masih menolak, dan jantungnya berdebar, dia terus saja melangkah, hingga tiba dititik fokusnya, yaitu meja makan, yang letaknya berhadapan dengan salah satu kamar.

Rasa lapar memaksanya masuk ke rumah yang ia tahu sedang tidak ada pemiliknya itu.

Tanpa menunggu lagi, segera ia raih sepotong ikan goreng dan sepotong tahu goreng, yang tersimpan di bawah tudung saji, setelah dirasa cukup untuk lauk makan siangnya, ia menutup kembali tudung saji dan ingin segera keluar.

Ketika berbalik badan, hendak segera pergi.

"Eh, Amira, ngapain?" tanya seseorang yang suaranya tak asing bagi Amira.

"Oh, ini ... Buat makan siang .... " jawab gadis berkulit putih itu, menunjukkan yang baru saja diambilnya.

Lelaki tegap dan berkulit sawo matang itu berdiri diambang pintu kamar, menatap Amira dengan ekspresi datar.

Namanya Hamzah, anak sulung pimpinan pesantren, tempat Amira menimba ilmu agama selama empat tahun ini.

Lelaki berambut buzz cut dan memiliki hidung bangir itu memang jarang berada di rumahnya, tapi dia cukup mengenal Amira.

Ya, bisa dikatakan hampir semua santri putra mengenal gadis yang jadi primadona di Pesantren itu, tak terkecuali Hamzah.

Amira tersenyum salah tingkah, lalu pamit keluar. Wajahnya memerah karena menahan malu. Bagaimanapun mengambil sesuatu tanpa izin sama yang punya bukanlah hal yang baik.

Amira Azzahra, sudah empat tahun mondok di Pesantren Nurul Huda.

Ya, setelah sekolahnya lulus dari pesantren tersebut, Amira tetap tinggal di pesantren, selain melanjutkan kuliah di jurusan tarbiyah, Amira juga membantu mengajar adik-adik kelasnya.

gadis yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara itu sudah sangat akrab dengan keluarga Ustaz Harun, pimpinan pesantren, kecuali dengan Hamzah, anak sulung pimpinan, selain usianya yang sudah dewasa, pria ini juga jarang berada di pesantren.

Setelah makan siang, Amira bersama dua temannya, yaitu Wati dan Maya bercengkerama sambil menunggu waktu salat zuhur di teras asrama para santri putri, yang terletak di belakang rumah Ustaz Harun.

sementara asrama para santri putra berada di depan rumah, berdekatan dengan mesjid dan kelas-kelas.

Amira, selain cantik, juga dikenal ramah oleh teman-teman di pondok, gadis itu tidak pernah memilih-milih teman, juga pandai dalam menjaga hubungan agar selalu baik.

Suara mobil masuk ke halaman rumah menghentikan tawa para santri, Ustaz Harun dan keluarga sudah pulang dari Rumah Sakit.

Bayi delapan bulan, yang bernama Amel, anak Bungsu Ustaz Harun, harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami muntah hebat sehabis sarapan.

Kedatangan Umi Rubiah, istri pimpinan ke asrama belakang membuat Amira bersama dua temannya yang masih bercerita langsung terdiam.

“Amira, masuk sebentar, ya!” titah Umi Rubiah dengan wajah datar, lalu masuk kembali.

Ya, walaupun Umi Rubiah merupakan sosok yang lembut, tapi tidak menurunkan tingkat keseganan para santri pada beliau.

Mendapat titah itu, Amira dan dua temannya saling melempar pandang, bertanya-tanya dalam hati masing-masing.

Ada rasa penasaran juga gelisah, perkara apa kira-kira yang akan ditanyakan, apakah mengenai lauk yang berkurang di meja makan.

Dengan hati penuh tanda tanya, gadis itu menghampiri istri pimpinan pondok yang sedang duduk di kursi ruang keluarga bersama suaminya.

Gadis berkerudung hitam itu berdiri di sudut ruang keluarga, sekitar dua meter dari tempat Umi Rubiah dan Ustaz Harun duduk.

“Ada apa ya, Umi?” tanya Amira dengan hati-hati.

"Amira, apa saja yang kamu masukkan dalam buburnya Amel tadi pagi?" tanya ibu dari bayi delapan bulan itu.

"Kayak biasa, Umi," jawab Amira.

"Kata Dokter, Amel muntah-muntah karena kemungkinan ada kandungan 0bat, jenis nark*ba yang dia konsumsi," lanjut Umi Rubiah sambil menatap Amira.

Gadis berjilbab hitam itu kaget sekaligus takut, bagaimana bisa bubur yang dia masak dan dihaluskan dengan chopper tadi pagi berkandungan nark*ba.

Amira begitu kaget, ada rasa takut, juga kasihan pada bayi bernama Amel itu, ada rasa tidak percaya juga, jika dipikir-pikir mustahil ada kandungan obat. Secara, bayi kan tidak makan yang aneh-aneh.

“Coba kamu ingat lagi, apa kira-kira yang salah, karena Amel gak makan apa-apa lagi selain bubur dan susu!” tegas wanita berjilbab lebar itu.

Memang tadi pagi, Umi Rubiah minta tolong sama Amira,untuk masak bubur bayi buat Amel, dan menurut gadis berumur sembilan belas tahun itu sudah melakukan dengan benar, sesuai instruksi yang diberikan.

“Chopper-nya kamu cuci bersih nggak?” tanya Umi Rubiah lagi.

“Nggak, Umi. Saya ambil chopper-nya di lemari piring.”Jawab Amira semakin takut.

Wanita berjilbab lebar itu terlihat mengingat-ingat.

“Tadi malam Chopper-nya dipakek sama Hamzah,Jangan-jangan .... ” Lirih wanita berjilbab lebar itu lagi.

Ustaz Harun yang sedari tadi mendengarkan obrolan Amira dengan istrinya kini tiba-tiba berdiri dengan wajah murka lalu berkata kepada istrinya, “panggilkan Hamzah sekarang juga, anak kurang aj4r!”

Jangan lupa follow akun ya say, vote juga, terima kasih...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku, Ustad Bucin   Kejadian konyol

    Dengan hati panas ia mendatangi suaminya, memergoki mereka yang sedang duduk dengan posisi yang begitu dekat membuat hati Amira kian terbakar.“Hmm, lagi seru ini kayaknya!” seru Amira sesaat setelah berada tepat di samping tempat duduk Miska. Miska yang tampak terkejut dengan kehadiran Amira lalu bergeser ke posisinya semula.“Abang, ikut sini, kita ke atas yuk!” Ajak Amira seraya mengulurkan tangannya manja.Ia sengaja tidak menampakkan kemarahan di depan Miska, walau hatinya sudah sangat dongkol, karena ia tidak mau dipandang lemah, dan Miska merasa punya celah untuk masuk ke dalam hubungannya dengan Hamzah. Tanpa menjawab dan bertanya, Hamzah bangun dari tempat duduknya, lalu mengikuti langkah istrinya, setibanya di atas lelaki itu juga terpana dengan pemandangan dari atas kapal.Sementara masih dengan ketakjubannya, Amira malah memasang wajah merengut, niat mau mengajak foto berdua pun diurungkan oleh lelaki berkemeja flanel tersebut. “Tadi semangat ngajak ke atas, sekarang, k

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bab 16

    Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh

  • Suamiku, Ustad Bucin   Jebakan

    Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu 2

    Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status