Share

03. CIUMAN DENGAN PRIA ASING

Jika saja kepalanya tidak berdenyut-denyut, ingin sekali Zee bertanya, "Apa kita saling mengenal?" Sayangnya keadaan Zee sedang tidak ada tenaga untuk mengeluarkan suara.

Atau mungkin sebenarnya Zee mengenalnya, tapi ia tidak mengingatnya. Entahlah, Zee tidak punya ingatan lain tentang pria itu.

Keadaan Zee lebih parah dari Darren. Wajar saja, karena ia bukanlah seorang peminum, tapi malam ini ia sudah menghabiskan satu botol penuh hingga kesadarannya hampir dikuasai oleh alkohol sepenuhnya.

"Kau baik-baik saja?" Darren bertanya dengan khawatir.

Zee hanya melihatnya dengan kebingungan, ia tidak merasa kenal dengan Darren, tapi dari cara pria itu bertanya padanya sepertinya mereka memang saling mengenal.

Tanpa menunggu jawaban dari Zee, Darren mendekati Zee dan membantunya untuk berdiri dengan benar. Meski Darren masih marah tapi melihat wanitanya seperti itu tentu ia merasa tidak tega. Darren merasa bersalah, ia berpikir jika itu adalah salahnya.

Darren membuka kamarnya menggunakan kartu yang ia miliki, lalu membawa masuk ke dalamnya. Meski keadaan Darren juga tidak baik, tapi ia berusaha untuk memapah wanita itu sampai ke dalam. Zee hanya pasrah saat ada seorang pria yang membawanya masuk ke dalam sebuah kamar.

"Kau mabuk," ujar Darren. "Kupikir hanya aku satu-satunya yang frustasi, ternyata kau juga," kekehnya.

Zee mendengarnya dengan samar-samar, tapi ia tidak berniat untuk menggubrisnya. Tubuh Zee sangat lemas, satu tangannya ikut berpegangan pada perut Darren, ia tidak ingin sampai jatuh.

Darren menggunakan tubuh besarnya untuk menidurkan Zee di atas ranjang, bersamaan dengan itu tubuhnya ikut terpental hingga ia terjatuh di atas tubuh Zee.

"Ugh ..., kau berat." Zee meringis kesakitan. Tubuh kecilnya terhimpit oleh badak kekar milik Darren.

"Oh maaf."

Tahu jika yang ia anggap sebagai wanitanya sedang kesakitan, Darren segera membenarkan posisinya. Ia setengah bangun dengan bertumpu pada kedua tangannya hingga wajah Zee terpampang jelas berada di bawahnya.

Mata Zee terpejam dengan nafas yang tampak tidak beraturan, wajahnya memerah akibat efek dari alkohol. Zee bergumam tidak jelas. Darren memperhatikan wajah itu dengan seksama. Sesekali alisnya mengerut, ia merasa ada yang berbeda dengan kekasihnya. Apa mungkin ini karena pertama kalinya ia melihat wajah kekasihnya dalam sedekat itu?

Darren tersenyum kecil. "Cantik ...."

Kedua mata Zee terbuka lebar saat ia mendengar suara Darren yang memujinya. Kedua mata mereka bertemu dalam keheningan. Kali ini giliran Zee yang terpesona. Ia tidak mengerti apa yang sedang ia lakukan dengan orang asing ini. Mungkin jika sadar sepenuhnya, ia akan mendorong pria itu dan menyumpahinya.

"Kau terlihat sangat cantik jika dilihat dari sedekat ini." Darren memperjelasnya.

Zee tercekat, ini adalah pertama kalinya ia dipuji oleh seseorang yang tidak ia kenali. Biasanya ia akan dipandang rendah dan berakhir dicaci maki. Tapi mengapa pria itu malah mengatakan sesuatu yang membuatnya bahagia.

Apa Tuhan sengaja mengirim pria tampan untuknya di saat suasana hatinya sedang kacau?

"Benarkah aku secantik itu," lirih Zee merasa tidak percaya diri.

Darren mengangguk, ia mencium kening Zee dengan cepat. "Aku serius. Kau cantik, aku menyukainya."

Kedua mata Zee yang menatapnya sayu kini melebar. Apa ia tidak salah dengar? Ayolah Zee, sadarkan dirimu! Bagaimana mungkin kau bisa terbuai dengan kata-kata pria asing itu. Bisa saja dia adalah pria hidung belang yang suka mengatakan hal-hal manis pada semua wanita.

Wajah Darren bergerak sedikit lebih dekat. Zee bisa merasakan hembusan nafasnya yang menerpa kulit hidungnya. Keduanya saling bertatapan dalam diam, yang terdengar hanyalah suara nafas keduanya yang semakin menggebu, detak jantung mereka juga saling bersautan satu sama lain.

Zee tidak melihat sedikitpun kebohongan di mata pria itu. Tatapannya begitu nyata seolah ada cinta yang tersemat di dalamnya. Apakah mungkin pria itu jatuh cinta hanya dalam waktu beberapa menit saja? Rasanya tidak mungkin.

Tangan Zee terulur untuk menyentuh wajah tampan Darren. Ia ingin menepisnya dan berpikir jika itu hanya kebohongan, tapi entah kenapa Zee tidak ingin melakukannya. Ia menikmati wajah itu dengan seksama.

Hingga beberapa menit kemudian Darren memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya lebih dulu. Zee, refleks memejamkan mata saat benda kenyal menyentuh bibirnya dengan lembut.

Itu adalah ciuman pertama Zee, semua orang sudah tahu jika ia tidak pernah memiliki kekasih karena selama ini hanya sibuk bekerja dan bekerja. Ia hanya tidak menyangka jika orang asinglah yang akan mendapatkan ciuman pertamanya. Pikirannya kacau, hatinya berteriak ingin menghentikan tindakan ini, tapi tubuhnya merespon dengan begitu santainya.

Sedangkan Darren, ia juga tidak menyangka akan mendapatkan momen panas seperti ini. Bisa dikatakan ia dan kekasihnya tidak pernah berciuman sampai seintim ini. Awalnya ia begitu was-was, ia takut membuatnya tidak nyaman, tapi nafsunya lebih kuat hingga ia lebih berani lagi dari sebelumnya.

Darren dan Zee berciuman di atas kesadarannya yang entah masih ada atau tidak. Yang pasti keduanya begitu terlena dan saling membalas dengan tak kalah sabaran. Tangan Zee merangkul diantara leher Darren, ciuman mereka berjalan semakin dalam.

Sang pria menjadi lebih agresif karena ia merasa mendapatkan lampu hijau, sedangkan sang wanita telah kehilangan kewarasannya karena ia merasa telah melakukan hal yang paling gila di dalam hidupnya. Tubuh keduanya sudah saling menempel, hawa di dalam ruangan itu semakin panas meski baru ciuman saja yang mereka mulai.

Lalu bagaimana jika mereka tidak bisa berhenti?

***

"Thea, selamat ya sayang. Ngomong-ngomong, tidak apa-apa ya jika Ibu pulang sekarang."

Thea melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul 11 malam. "Tentu saja, apa Ibu sudah menemukan Zee?"

Bu Prim menggeleng. "Anak itu sepertinya meninggalkan Ibu, dia pasti sudah pulang duluan."

"Ya sudah, kalau begitu aku pesankan taksi saja."

"Tidak perlu, Ibu bisa sendiri. Kau nikmati saja pestanya, ini kan acaramu," tolak Bu Prim.

"Hm, baiklah. Ibu hati-hati, kabari aku jika sudah sampai rumah. Akhir pekan akan aku usahakan untuk berkunjung ke sana."

Setelah Bu Prim berpamitan, tiba-tiba seseorang menghampiri Thea.

"Kau tahu Darren di mana," tanya Jon sambil sedikit berteriak, acara itu kini berubah menjadi sebuah pesta dan orang-orang mulai bersenang-senang.

Thea melihat ke sekeliling mencari sosok kekasihnya yang menghilang entah ke mana. Ia terlalu sibuk berhadapan dengan orang-orang yang memberinya selamat, sampai lupa jika Darren tidak ada di sekitarnya. Setelah acara penghargaan itu Darren bahkan belum menghampirinya.

"Bukankah tadi dia ada bersamamu?" tanya balik Thea.

"Ya awalnya begitu, tapi kupikir dia menyusulmu," kata Jon yang ikut celingukkan mencarinya.

"Apa dia marah karena aku mengabaikannya," gumam Thea.

"Kau sampai tidak sadar kekasihmu menghilang," sindir Jon dengan puas.

"Aku harus menyapa beberapa orang penting, kau pikir aku penjaganya! Dia bukan anak-anak," jawab Thea dengan ketus.

"Jadi, bagimu Darren tidak penting? Wah ..., jika dia mendengar ini kurasa dia akan terluka."

Thea mendelik, ini bukan pertama kalinya Jon menyudutkan dirinya. "Lama-lama kau seperti keluarganya, menyebalkan!"

"Aku tidak membencimu seperti keluarganya, hanya saja bisa tidak kau sedikit saja menghargainya?" kata Jon dengan sungguh-sungguh.

"Apa dia cerita, maksudku tentang Paris atau hal lain?" Thea menaikkan satu alisnya.

"Kau yang paling tahu apa yang dia inginkan, aku hanya ingin bilang jika kau mendengarkannya hidupmu akan terjamin. Well, jika kau tidak pergi ke Paris, kau tetaplah akan menjadi wanita paling hebat dan beruntung karena bersanding dengan Darren." Jon tidak bohong, selain tampan dan kaya raya, Darren itu adalah pria baik hati yang tidak ada duanya.

Thea terkekeh, lalu setelahnya mendengus kasar. "Terima kasih atas pujiannya, sebaiknya kau urus dirimu sendiri. Ada banyak orang yang harus aku sapa. Jika kau menemukan Darren, suruh dia menghampiriku," perintahnya. Thea pergi dari hadapannya.

"Pujian apanya! Dasar tidak peka!" Jon mengalihkan pandangannya ke segala arah. "Ck, ke mana sebenarnya dia pergi, jangan bilang dia sedang menggalau di suatu tempat."

Jon mengeluarkan ponselnya, ia berniat untuk menghubungi Darren. Namun fokus Jon teralihkan pada sebuah pesan yang baru saja masuk. Tanpa berpikir panjang, Jon membukanya.

'Kudengar kalian terbang dari sore hari, kenapa sampai malam begini Darren belum sampai?' Ny. Abelia.

"Shit!"

Jon segera melakukan panggilan pada Darren, tapi sayangnya teman sekaligus bosnya itu tak kunjung mengangkatnya, bahkan setelah berkali-kali Jon menghubunginya.

"Di mana kau sebenarnya!" pekik Jon kesal.

Sedangkan sang empu yang dicari-cari itu sedang terbuai pada seorang wanita yang ia kenali sebagai kekasihnya. Dua sejoli yang sama-sama dikuasai oleh alkohol itu masih saja sibuk saling mencumbu seolah tak akan ada hari esok.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status