공유

04. MALAM PANAS YANG MENDEBARKAN

Darren bukanlah pria brengsek yang suka melakukan hal-hal seperti ini, berpacaran dengan Thea selama hampir satu tahun lebih, ia hanya berani mencium-cium ringan sebagai tanda kasih sayang yang ia miliki. Mereka pun jarang berciuman mengingat keduanya sama-sama sibuk dengan karir masing-masing, jadi jika mereka bertemu paling hanya ada dinner atau sekedar makan siang bersama.

Darren sangat memahami Thea, ia tidak pernah menuntut apa pun dari wanitanya. Hanya saja kejadian malam ini diluar kendalinya, ia tidak tahu apa yang begitu merasukinya hingga ia begitu menginginkan Thea. Mungkin karena Darren takut kehilangannya, atau mungkin ia belum pernah melihat wajah polosnya yang justru terlihat lebih cantik. Selama ini Darren ke mana saja, kenapa ia baru sadar jika Thea akan lebih menggoda jika sedang mabuk.

Selain menghisap dan melumat, Darren bermain-main dengan lidahnya sesuai naluri yang ia punya, ia adalah pria dewasa yang tahu akan prosesnya.

Zee menyambutnya dengan sukarela, rasa sedih yang ia rasakan seolah menghilang begitu saja. Ia jadi bertanya-tanya, apakah begini cara orang lain melampiaskan kesedihan mereka, kenapa baru ciuman saja rasanya sangat menyenangkan.

"Mmhh ...." Zee mendorong tubuh Darren, ia mengambil nafas sebanyak mungkin.

Di bawah cahaya lampu yang terang, pria itu tersenyum dengan begitu menawan. Lalu dengan sopan ia berkata, "Maaf, aku kebablasan."

Zee meleleh, apakah masih ada pria yang meminta maaf setelah menciumnya hingga kehabisan nafas. Konyol, bahkan itu bukan keinginan sepihak, kenapa juga harus meminta maaf.

"Aku pasti sudah gila," ujar Zee sambil terengah-engah.

Kali ini Darren tertawa, pria itu masih tidak pergi dari atasnya. Justru Zee malah merasakan usapan lembut di kepalanya, pria yang masih ia anggap sebagai orang asing itu memberikan perhatian.

"Kurasa begitu, aku bahkan lebih gila darimu," timpalnya.

Tangan Darren beralih mengusap pundaknya, tatapannya berubah serius seolah ia ingin menyampaikan sesuatu yang tertahan di tenggorokannya.

"Bolehkah?" tanya Darren dengan suara lembut. Wanita mana yang tidak akan meleleh, bahkan Zee yang tidak mengenalnya pun tersentuh.

Zee blank, selain penglihatannya yang berubah samar-samar, ia juga bingung harus menjawab apa. Di satu sisi, setengah kesadarannya terus berkata 'tidak' karena ia bukanlah wanita murahan yang mudah tidur dengan siapa pun. Di sisi lain tubuh dan otaknya berkata 'ya' karena ini sudah terlanjur, lagi pula ia menyukai perasaan ini. Perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kalau kau tidak siap, aku-" ucapan Darren terpotong saat Zee tiba-tiba menarik kepalanya dan menciumnya.

Darren anggap ini sebagai jawaban setuju, artinya ia bisa melakukan lebih dari pada sekedar ciuman. Untuk beberapa detik Darren membiarkan Zee menciumnya, mereka kembali bercumbu tanpa jeda. Hingga sampai ke tahap Darren beralih pada lehernya, ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, ia pikir inilah saatnya membuat ikatan kuat agar wanitanya ini tidak pergi ke mana-mana.

Persetan dengan Paris!

Pria itu menindih lekat. Tubuhnya mengeluarkan aroma khas yang mahal. Lidahnya menelusuri setiap lekukan lehernya bahkan sampai ke telinga. Jantung Zee berdegup kencang, ia menggeliat tak beraturan seolah ingin berteriak tapi suaranya terus tertahan.

"Baumu berbeda dari sebelumnya," gumam Darren. Tapi itu tidak membuatnya berhenti, ia terus melanjutkan kegiatannya.

Darren bermain-main dengan telinganya, tangan kiri pria itu menelusup dari bawah ke area pahanya. Usapan demi usapan membuat Zee hilang akal, ia bahkan tidak peduli dengan apa yang baru saja Darren gumamkan. Zee terlalu sibuk merasakan sensasi aneh yang membuat tubuhnya menggelinjang kepanasan.

"Ahh ...," desahan pertama Zee lolos begitu saja.

Darren sangat senang, tanpa melepas kontak mata, pria itu menerkam selangka, memangut titik-titik sensitif sepanjang leher sampai dagu. Tangan yang sebelumnya sibuk mengusap pahanya, kini sibuk membuka resleting yang ada di belakang gaunnya.

Darren membuat Zee setengah bangun agar ia lebih mudah untuk membuka satu-satunya kain yang menghalangi lekukan asli tubuh Zee. Ketika berhasil, Zee hanya bisa pasrah saat Darren melucuti pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalamnya saja.

Hawa dingin yang masuk ke kulit putihnya terhalang oleh rasa panas yang Darren ciptakan. Tidak ingin wanitanya kedinginan sendirian, Darren segera membuka kemeja hitamnya. Otot besarnya di beberapa titik terpampang nyata memperlihatkan kotak-kotak yang ada di perutnya.

Zee lagi-lagi terpana. Jantungnya menggebu menunggu detik-detik pria itu membuka ikat pinggangnya. Darren setengah berdiri di hadapannya dengan posisi ia tak berdaya. Yang Zee lakukan hanyalah meremas sprei yang sebenarnya sudah tak rapi lagi sejak mereka mulai berciuman.

Darren kembali merangkak lagi setelah ia hanya menyisakan celana dalam hitam ketat di tubuhnya. Ranjang berdecit. Darren sudah kembali menempelkan bibir mereka dan menggesekkannya berulang-ulang sampai Zee merintih.

Dada Zee membusung, pinggulnya meliuk kenikmatan. Sadar ada yang terlewatkan, pria itu memainkan dadanya secara bergantian. Mulutnya masih sibuk mengabsen gigi dan bergulat tak terlewatkan.

Zee tidak ingat bagaimana semua itu berlangsung, yang ia tahu dirinya sudah bertelanjang bulat begitupun dengan pria yang saat ini sedang menjamah tubuhnya dari atas ke bawah. Tidak ada satu pun waktu yang membuat Darren pergi dari atas tubuhnya, tangan, mulut dan kakinya bergerak ke segala penjuru arah.

Beberapa menit kemudian, Darren menghentikan aktifitasnya. Ia lagi-lagi tersenyum lalu membungkuk hanya sekedar untuk mencium keningnya dengan cukup lama. Zee pikir, untuk orang yang baru pertama kali bertemu bukankah itu terlalu mengesankan?

"Aku tidak berniat untuk berhenti di sini," kata Darren dengan suara setengah berbisik.

"Aku juga tidak," timpal Zee.

"Aku janji akan pelan. Jika aku menyakitimu, beritahu aku, oke?"

Zee mengangguk. Ia menaruh harapan besar pada pria asing ini. Siapa yang tahu jika mereka bisa jatuh cinta dan hidup Zee tidak akan kesepian lagi.

Darren bersiap untuk ke permainan inti, namun saat pria itu siap, tiba-tiba Zee menghentikannya.

"Tunggu!"

Darren menoleh ke arah Zee yang tampak khawatir. Wajahnya seolah ragu akan keseriusannya. "Kau takut?"

"Ti-tidak, maksudku ..., apa setelahnya kau akan mencampakkanku begitu saja?" tanya Zee dengan gugup.

Darren meraih tangan Zee lalu mengecup punggung tangannya dengan lembut. "Percaya padaku, aku tidak akan pernah mencampakkan-mu hanya karena sudah menikmati tubuhmu. Aku janji itu."

Zee tersenyum. Setelah itu, semua terjadi begitu saja. Darren mengambil langkah pertama untuk melakukannya secara hati-hati. Ia tidak ingin wanitanya kesakitan atau menderita karenanya.

Zee mencengkram sprei erat-erat, wajahnya memucat. Wajar saja karena ini pertama kalinya ia melakukannya. Terlebih ia melakukannya dengan orang asing, pikirnya.

"Ugh ..., s-sakit." Zee merintih.

"Maaf." Permintaan maaf itu bukan berarti Darren ingin berhenti, ia justru terus melanjutkan sampai ia benar-benar berhasil melakukan penyatuan.

"Ah ...."

Air mata menetes bersamaan dengan sesuatu yang keras dan panas menerobos masuk di bagian bawah tubuhnya, rasa sakit saat pertama kali tidak memungkiri membuat darah keperawanannya pecah saat itu juga.

Zee tidak sadar jika penyatuan itu menjadi petaka yang akan membuat hidupnya lebih rumit dari sebelumnya. Terlebih sampai saat ini Zee tidak tahu siapa Darren sebenarnya.

Nasib seseorang mungkin akan sulit untuk diubah, tapi takdir seseorang bisa saja berubah walau jalannya tidak akan mudah.

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status