Kebersamaan yang dirindukan tidak menjamin membawa kebahagiaan.Kiran kembali melihat kondisi Malika dari balik pintu kaca ruang ICU. Pihak rumah sakit mengabarkan bahwa kondisi Malika jauh membaik. Sudah seharusnya berita itu menjadi kabar suka cita bagi Kiran. Namun, hatinya saat ini terasa sangat perih.Air matanya tak pernah berhenti mengalir. Sudah tiga hari berlalu dari operasinya Malika dan Agung belum juga datang kembali.'Ternyata rasanya sesakit ini,' batin Kiran merintih.Ia tak paham kenapa waktu itu dia begitu bersemangat membongkar perselingkuhan Agung dan Caca. Kini, saat ia telah berhasil memastikan bahwa Agung selingkuh, ia merasa seperti kehilangan pegangan hidup.Bukankah Agung seharusnya menenangkan dirinya yang sedang kelelahan menghadapi kondisi Malika? Kenapa?Kenapa Agung begitu tega melakukan hal itu di belakangnya.Kiran masih tidak bisa menutupi rasa pena
Kecurigaan tidak pernah tuntas jika tidak dibuktikan.Nunik menepati janjinya kepada Kiran untuk membantunya. Ia meminta Milo, putra bungsunya untuk datang ke rumah sakit."Mbak Kiran. Ini anak saya, Milo sudah datang. Kebetulan dia lagi libur."Kiran dan Milo saling beralas senyum."Milo, tolong, antar Mbak Kiran liat-liat ke tempat kerja kamu ya. Kalau ada yang tanya, bilang aja Mbak Kiran mau beli alat olahraga yang paling mahal!"Kiran dan Milo tertawa mendengar ucapan Nunik.Milo seorang pemuda berusia dua puluh tahun, sedang Fitri sama dengan Kiran dua puluh lima tahun. Dalam pertemuan pertama, mereka sudah mudah akrab. Kiran berpikir ini semua karena pembawaan Nunik yang hangat kepada siapa saja."Ayok, Mbak. Kalau ke sana sekarang aja. Mumpung masih buka," ajak Milo.Kiran menoleh ke arah Nunik dan Fitri yang juga sedang berada di ruang tunggu."Ya sudah, gapap
Kehilangan adalah suatu kepastian.Livy menggeliatkan tubuhnya di balik selimut, dengan enggan ia membuka mata. Livy memandangi wajah tirus laki-laki yang masih terpejam di sampingnya.Agung.Tak ada penyesalan sedikitpun dalam hati Livy karena telah mengajak Agung untuk ikut dengannya ke Bali selama satu minggu ini.Livy membuka sedikit selimut dan memperhatikan tubuh Agung. Sial, kenapa hanya dengan melihat Agung tidur seperti bayi di pagi hari seperti ini bisa membuatnya tinggi kembali? Livy melirik ke jam kecil yang berada di atas meja. Ia tersenyum kecil. Masih ada waktu untuk mereka bersenang-senang.Agung terbangun dan menatap Livy yang sudah berada di hadapannya. Ia hanya mengatur napas dan tersenyum tipis. Yang pasti, ini bukan pertama kali Livy mengusik tidurnya.Livy kembali merebahkan tubuh ke samping Agung setelah menuntaskan kegiatannya. Ia meraih ponsel yang berada di atas nakas kemudi
Kesedihan tak akan pernah hilang jika kita terus meratapinya. Empat puluh hari telah berlalu dari kepergian Malika. Kiran telah menutup pintu hati dan juga pintu rumah untuk Agung. Bohong jika ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.Agung dan Malika adalah dunianya selama ini.Kemudian semuanya runtuh dalam satu waktu. Kehilangan, kesedihan, bukankah semua orang pasti mengalaminya?Kiran memeriksa berkas-berkas ijazah miliknya. Kiran adalah seorang sarjana akuntansi universitas negeri di Jakarta. Sepertinya saat ini sudah habis masa berlaku menggantung ijazah bagi Kiran.Ia tidak pernah tahu sampai kapan usia akan menemaninya, tetapi ia juga tidak mau menghabiskan semua sisa hidupnya di dalam kamar untuk terus meratap. Ia harus kembali ke dunia nyata."Assalamualaikum ...."Kiran merapikan kembali berkas-berkas yang ada di meja kemudian melihat ke depan rumah."Sebentar,"
Cinta itu tidak buta. Hanya saja, banyak oknum yang tidak punya mata.Kiran menjalani hari-hari bekerja di rumah Lukman. Tugas utamanya adalah merawat Ratih, istri Lukman yang sudah berada di atas kasur secara penuh.Dari perawat jaga, Kiran tahu bahwa Ratih terkena meningitis yang terlambat diketahui hingga akhirnya berubah menjadi hidrosefalus. Lukman sudah berusaha membawa Ratih berobat ke Singapura.Namun, hasilnya tidak membaik. Hingga akhirnya Lukman memutuskan mengubah kamar Ratih menjadi ruang rawat sendiri, menyewa berbagai perlengkapan dan alat kesehatan yang diperlukan serta membayar beberapa dokter untuk merawat Ratih.Kiran selalu menarik napas panjang saat pikirannya bersimpul pada pertanyaan berapa banyak biaya yang Lukman habiskan? Berapa penghasilan yang Lukman dapatkan setiap bulan dan usaha apa saja yang Lukman jalankan?'Duh, ini otak suka nggak tau diri ya. Kepo aja sama urusan orang,' rutuk K
Jangan pernah peduli dengan sikap orang-orang yang mencibirmu. Fokus pada diri sendiri dan teruslah meraih apa yang menjadi tujuan hidupmu.Livy menghabiskan makan siangnya bersama ketiga anak Lukman dan Ratih. Diandra, Andika dan Yoga. Tidak ada percakapan di antara mereka. Livy tahu, di mata tiga keponakannya itu, dia bukanlah tante yang menyenangkan. Namun, Livy tak pernah peduli tentang hal itu. Bagi Livy, mereka hanyalah anak kecil yang tidak pantas mendapatkan sedikitpun perhatian darinya. Mereka terlalu menyita waktu dan merepotkan. Yang terpenting adalah ia hanya perlu sering-sering berada di dekat mereka dan menjaga diri agar tidak bertengkar dengan mereka bertiga. Ia hanya perlu memberi perhatian jika Lukman ada di dekatnya karena saat ini ia harus meraih simpati Lukman.Kondisi Ratih sudah dapat dipastikan tidak akan bisa selamat. Livy tahu pasti tentang hal itu. Itulah yang membuat Livy tinggal di sini. Ia hanya keluar sesekali jika mengingink
Siang hari Livy keluar dari rumah sakit. Ia hanya menginap satu malam di sana. Alerginya terhadap bunga mawar, menyebabkan sesak napas tetapi bisa cepat tertangani.Semua keluarga sudah mengetahui tentang alergi yang Livy miliki. Mereka semua sangat memperhatikan dan selalu berhati-hati dengan hal itu. Namun, semalam kenapa bisa ada kejadian fatal seperti itu?Livy menatap ketiga anak Lukman yang sedang belajar di ruang keluarga, didampingi oleh guru les mereka masing-masing. Livy segera naik ke kamar. Ia telah meminta semua yang ada di kamarnya dibersihkan. Dari mulai pakaian sampai ke perlengkapan mandi.Livy memerintahkan kamarnya disetrilkan. Ia tidak mau mengambil risiko sedikitpun dengan alerginya."Pasti mereka pelakunya," ucap Livy pelan saat ia berdiri di dekat tangga.Kiran masih berada di dalam ruang kerja yang terbuka pintunya. Dari dalam ruangannya, ia bisa melihat Livy sedang berjalan menaiki anak ta
"Sudah dua kali kejadian seperti ini dialami oleh Livy! Kamu sebagai kepala rumah tangga, masa' nggak tau kalau ada orang yang ingin mencelakai Livy?" sergah Nathalie, mamanya Livy."Ingat ya, Lukman. Livy itu di sini untuk menjaga anak-anak kamu. Nggak akan ada yang bisa menjaga mereka selain orang terdekat yang masih memiliki hubungan darah," omel Nathalie lagi.Lukman menarik napas panjang. Ia baru saja sampai di Jakarta dan langsung menuju rumah sakit tempat Livy dirawat."Kamu pasti masih ingat kejadian Caca kan? Bagaimana bisa, anak-anak mendapatkan ibu yang baik kalau kamu asal pilih seperti itu?" tambah Nathalie makin membuat kuping Lukman panas."Ratih masih belum meninggal, Nath," sela Sarah, mama kandung Ratih.Nathalie hanya melirik pada Sarah."Sudah. Lukman sudah memberikan perawatan terbaik untuk Ratih. Sekarang lebih baik fokus terhadap kondisi Livy," ucap Nataya.Semua panda