Suara Hantu di Kamar TamuPart 19 : Temu KangenDengan perasaan cemas, kupacu mobil menuju arah pulang. Debaran di dada terasa bergemuruh, aku sebenarnya tak mau ada hal buruk yang terjadi tapi semua ini tetap harus terjadi dan diselesaikan. Yang kutakutkan hanya kesehatan ibu, aku tak mau penyakitnya kambuh gara-gara berita mengejutkan ini.Berkali-kali, kuhela napas berat. Semua ini sungguh membuatku tertekan dan bimbang. Aku tak berani membayangkan hal terburuk yang akan menimpa keluargaku. Ah, aku ikhlaskan Syilvina untuk Riko. Akan tetapi, semua ini tak sesimpel itu. Kalau orangtua kami sudah tak ada, mungkin aku takkan sebimbang ini.Ya Tuhan, tunjukkan jalan penyelesaian terbaik! Kutarik napa panjang dan menghembuskannya perlahan. Syilvina akan tetap menjadi menantu ayah dan ibu, hanya saja ... dia sekarang bukan istriku lagi, tapi istri Riko. Apa aku sanggup mengatakan hal ini?Tanpa terasa, mobilku telah tiba di depan rumah. Debaran jantung semakin tak terkontrol saja. Langsu
Suara Hantu di Kamar TamuPart 20 : Rapat Keluarga“Sebaiknya kita mulai sekarang saja rapat keluarga ini!” ujar Papa Syilvina dengan menatap kami bergantian, matanya tajam dengan tampang sangar. Ayah dan Ibu masih terlihat bingung, kasihan mereka, di usia senja masih saja direcokin masalah anak-anaknya.“Ada apa sih sebenarnya? Kita di sini akan ada rapat tentang apa?” tanya Ayah dengan nada bicaranya yang selalu bersahaja dan lemah lembut. Sungguh berbeda dengan papanya Syilvina yang tegas dan garang. Keduanya memang sama-sama pensiunan tentara, tapi dengan karakter yang berbeda.“Sebaiknya Radit saja yang menjelaskan segalanya! Ayo, Radit, ceritakan semuanya kepada kami juga kedua orangtuamu!” Papa Syilvina menatapku tajam.Jemari tanganku yang sedari tadi sudah dingin kini malah terasa kaku. Harus mulai dari mana aku? Kuhela napas panjang. Untuk beberapa saat, aku hanya diam dan berusaha mengumpulkan segala kekuatan dengan sambil berdoa agar kesehatan ibu akan baik-baik saja set
Suara Hantu di Kamar TamuPart 21 : Berpulang Ke Rahmatullah“Rez, kamu di mana?” tanyaku saat menelepon Reza, adik keduaku. “Lagi di rumah aja, Bang. Ada apa?” tanyanya terdengar cemas.“Kamu tahu ‘kan kalau ayah dan ibu pergi ke rumah Abang?” tanyaku basa-basi, bingung juga cara menyampaikan berita ini.“Iya, tahu, Bang. ‘Kan kemarin Reza yang beliin tiket pesawat juga ngantarin Ayah dan Ibu ke Bandara,” jawab Reza.“Segeralah berkemas, sekarang juga kami harus terbang ke sini! Ada hal buruk yang menimpa Ibu di sini,” ujarku dengan menarik napas panjang.“Ada apa dengan Ibu, Bang?” Nada bicara Reza mulai terdengar panik.“Ibu terkena ... serangan jantung ... dan ... dia ... telah berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa.” Dada ini terasa nyeri karena menahan kesedihan yang amat mendalam. Belum hilang kesedihan karena ulah Riko dan Syilvina, kini malah datang kesedihan baru.“Apa, Bang! Ya Allah, Ibu ..... “ ujar Reza disertai isakan tangis yang tertahan.“Aku sudah diskusikan dengan a
Suara Hantu di Kamar TamuPart 22 : POV Riko 3 (Serba Salah)Semua menyalahkan dan membenci aku. Tak ada yang bisa kulakukan selain hanya diam dan menerima akibat dari segala perbuatanku. Ibu telah pergi begitu cepat dan itu juga kerena kesalahanku. Kutatap langit-langit kamar kontrakan kecil ini, sendiri, meratapi diri dalam sepi. Mbak Syil tinggal di rumah tantenya bersama kedua orangtuanya. Aku akan menerima segala keputusan nanti. Walau bagaimana pun penyesalanku, semua takkan kembali seperti semula. Perasaan Bang Radit juga ayah tetap akan terluka. Besok, sidang cerai cerai pertama Mbak Syil dan Bang Radit digelar. Malam ini, papanya Mbak Syil mengajak untuk kembali berunding yang bertempat di kediaman adiknya. Mungkin ia masih mau merayu agar Bang Radit membatalkan tuntutan cerainya.Kuraih ponsel dan melihat waktu, ternyata sudah pukul 21.32. Kuketik pesan untuk Mbak Syil, aku ingin menanyakan hasil pembicaraan mereka bersama Bang Radit.[Mbak, lagi apa?] Kutekan tombol kirim
Suara Hantu di Kamar TamuPart 23 : Resmi MendudaBeberapa bulan bolak-balik Ke Pengadilan Agama cukup membuat pekerjaanku terganggu sehingga promosi jabatan tertunda. Enam bulan lamanya, barulah sidang perceraian itu selesai dan hasilnya hak asuh anak-anak jatuh kepadaku walau papanya Syilvina masih mau mengajukan banding. Akan tetapi kurasa itu nanti, setelah Syilvina melahirkan karena perutnya kian membesar, dan mungkin sudah sembilan bulan dan yang membuat gila itu, mantan mertuaku itu mengajak melakukan test DNA setelah anak itu lahir karena dia tak yakin kalau yang dikandung putrinya itu adalah anak Riko. Aku juga tak mengerti, entah apa maunya pria mirip Amitha Bachchan itu walau penyataanku sudah jelas, aku takkan pernah mau menerima Syilvina kembali.Riko, entah apakabar adik bungsuku itu? Yang kudengar, Om Qumar tak merestui dia menikahi Syilvina. Miris juga nasib keduanya, padahal aku sudah ikhlas mereka bersama. Semua memang tak seindah yang dibayangkan maka dengan itu ber
Suara Hantu di Kamar TamuPart 24 : POV Arsha (Papaku Duren)Beberapa bulan telah berlalu tanpa mama dan kami mulai terbiasa. Arka sudah tak merengek nanyain mama melulu, begitu juga Arshi, dia mulai terbiasa bermain dengan Mbak Icha yang orangnya emang baik dan keibuan walau usianya masih muda, mungkin baru 20 tahunan.Kami menjalani hari-hari seperti biasa walau terasa ada yang kurang karena peran seorang mama memang sangat penting dalam sebuah keluarga tapi apa boleh buat, mama telah resmi berpisah dengan papa. Bercerai, itulah nama istilahnya. Mungkin setelah itu, mama akan menikah dengan Om Riko.Aku tertegun sejenak, mengingat perut buncit mama yang ternyata isinya anak dia bersama Om Riko. Aku tuh bingung bakal nyebutnya nanti, dia adikku atau sepupu ya namanya? Mama juga, cerai dari papa terus nikah dengan adik ipar. Lalu ... papa nyebut mama itu ... adik ipar atau mantan istri? Sisilah ini membuat kepalaku puyeng memikirkannya.Mama seorang ibu yang baik, terlepas dari persel
Suara Hantu di Kamar TamuPart 25 : POV Syilvina (Cemburu)Mata ini langsung melotot sempurna saat melihat status WhatsApp Arsha, putri pertamaku. “Calon Mama Baru” begitulah caption pada sebuah foto yang ia jadikan status. Langsung kusreenshot statusnya agar aku bisa mengamati wanita muda di sampingnya. Darah ini terasa mendidih, aku tak rela jika Bang Radit menemukan seorang penggantiku secepat ini. Apalagi di foto itu Arsha terlihat sangat dekat dengannya, dengan senyum ceria pula. Air mata kesal langsung melelah begitu saja. Pokoknya aku nggak rela!Kuamati sekali lagi foto wanita itu, dia masih muda dan cantik. Tubuhnya ramping dengan kulit putih bersih, berhidung mancung dengan rambut panjang. Apa aku tanya saja pada Arsha tentang siapa wanita itu? Jantung ini jadi berdebar-debar, tanganku terasa dingin. Aku tak mau posisiku tergantikan sebab aku masih berkeinginan untuk bisa rujuk dengan Bang Radit.Andai perut ini tak buncit, aku akan segera terbang ke sana dan melabrak pelak
Suara Hantu di Kamar TamuPart 26 : Masih Terasa Perih[Radit, Syilvina sudah melahirkan. Papa harap kamu bisa segera ke Kota xxx, kita harus segera melakukan test DNA.]Sebuah pesan masuk ke ponselku. Ah, Om Qumar lagi! Masih penasaran saja dia tentang test DNA itu, sedang sudah sangat jelas kalau bayi itu bukan benihku, melainkan benihnya Riko, pacar Syilvina yang dia panggil ‘Bebeb.’ Agghh ... aku mendadak geram jika ingat rekaman CCTV itu.Kuhembuskan napas berat lalu mulai mengetik sebuah balasan agar pria berwajah India itu tenang dan tak menerorku lagi sepanjang hari.[Oke, Pa, hari sabtu lusa saya akan terbang ke sana.]Kukirim pesan itu, lalu meletakkan ponsel di meja. Kuusap wajah ini, rasanya kok masalah ini nggak habis-habis. Kapan aku bisa hidup tenang? Sebenarnya masalah sudah beres, andai dia tak ngotot dan menerima lamaran Riko. Syilvina dan adik bungsuku itu saling mencintai, sungguh kasihan mereka tak bisa bersama. Aku tersenyum kecut, walau di hati kecil, aku masih