"Ken, menurut kamu kalau istri jarang di rumah, itu artinya apa?"
Kening Keenan mengkerut bingung mendengar pertanyaan yang diajukan bosnyaâGia. Ken merasa Gia sedang banyak masalah. Tidak biasanya sahabat yang merangkap atasannya itu bertanya hal-hal aneh seperti tadi.Ken mengenal Gia sejak wanita itu menjadi runner up Puteri Indonesia tiga tahun yang lalu. Sebagai manager aktris ibu kota, Ken langsung menawarkan diri menjadi asisten pribadi Gia begitu ia tahu kalau wanita itu ingin terjun di dunia entertaiment.Selama bekerja dengan Gia, Ken akui Gia cukup interaktif dan banyak berbicara. Tapi malam ini, pertanyaan Gia membuat Ken penasaran."Maksudnya gimana, Gi?"Gia menoleh kepadanya. "Masa harus aku perjelas?"Wanita itu menarik nafas panjang. "Menurut kamu, nih, kalau ada satu keluarga terus ibu nya jarang ada di rumah. Bahkan gak ikut sarapan bareng, nah, itu kenapa?"Ken makin dibuat bingung. 'Maksudnya apa, sih?' tapi meski begitu, Ken tetap menjawab sambil garuk-garuk kepala."Gak kenapa-kenapa, sih, Gi. Bisa aja, kan, ibu nya lagi kerja di luar kota? Jadi gak bisa sarapan bareng?"Bibir Gia mengerucut. 'Benar juga kata Ken' wanita itu ngangguk-ngangguk. Tapi jawaban Ken tidak memuaskan. Biarpun masuk akal."Ada apa, sih? Tumben pertanyaan kamu aneh banget," selidik Ken.Ken adalah seorang pria berumur 32 tahun yang sedikit gemulai, dengan perawakan tinggi gemuk dan berlesung pipi. Mengenal Ken membuat Gia merasa memiliki sahabat baru yang menyenangkan dan selalu mendukungnya.Tapi, Ken sudah berkeluarga. Dan Gia bisa bayangkan reaksi Ken begitu dia menceritakan soal Genta, dan keinginan ia untuk kembali mendekati pria beristri itu.'Lebih baik jangan' batin Gia memperingatkan.Gia senyum kecil untuk menenangkan Ken. "Gak apa-apa, aku cuma iseng nanya aja.""Oke deh, kalau gak ada apa-apa. Nah, Gi, ini kontrak kamu dengan Praz Company. Kamu baca dulu ya sebelum tanda tangan." Ken menyerahkan map putih ke hadapan Gia.Gia membaca dengan teliti kontrak kerja sama yang ditawarkan Praz Company. Sejak dua bulan yang lalu, perusahaan yang bergerak dibidang perfilman itu sudah gencar mengajaknya untuk bergabung di salah satu webseries yang mereka gagas.Kehadiran Ken malam ini di rumahnya memang untuk membahas kontrak kerja Gia yang mengantri untuk ditanda tangani.Selain eksis sebagai influencer, Gia juga ingin merambah dunia akting."Permisi."Tanpa Gia sadari, gerbang rumahnya sudah terbuka sejak tadi. Entah sejak kapan Genta berdiri di halaman depan rumahnya.Gia buru-buru berdiri dan menyerahkan map nya kepada Ken.Wanita itu mengecek penampilannya yang jauh dari kata rapi. Kaus oblong bewarna abu-abuâyang meski harganya jutaan, tapi sudah terlihat lusuh, dengan dipadukan hotpans.Berbanding terbalik dengan Genta yang sepertinya baru pulang kerja, jika dilihat dari penampilannya yang masih memakai kemeja lengan panjang.'Mas Genta mau ngapain ya ke rumah aku malam-malam?'"Ada apa, ya, mas?" tanya Gia.Genta melirik sekilas Ken yang duduk di bangku teras rumah Gia. Wajah asing itu terlihat penasaran dengan kehadirannya."Saya mau bicara sama kamu." Ekspresi datar di wajah Genta seolah memperjelas apa yang akan dibicarakannya."Oh, silahkan. Mau di dalam aja?" tawar Gia."Gak perlu," Genta menggeleng. "Saya gak akan lama. Langsung intinya saja."Gia ngangguk-ngangguk. Sedikit merasa kurang fokus karena dari jarak berdiri mereka yang berhadapan, masih tercium wangi parfum Genta."Tolong jangan terlalu dekat sama anak saya.""Ya?" alis Gia naik sebelah. "Maksudnya gimana, ya, mas Genta?""Kamu tahu persis saya sudah berkeluarga, Gia. Sebenarnya saya tidak ingin terlalu percaya diri, tapi saya merasa tebakan saya benar. Jaga jarak dengan keluarga saya, terutama kepada San." suara Genta mengalahkan dinginnya malam.Gia terhenyak. "Aku... aku gak punya maksud apa-apa." lirih suaranya membuat Genta mendengus."Saya gak peduli dengan alasan kamu. Tapi saya tahu betul niat kamu, Nagia.""Niat yang mana, mas Genta?" Gia mendongak. Matanya getir menatap Genta."Kasih tau aku, niat apa yang kamu maksud?"Genta memutar bola mata. Nagia Pricilla. Genta mengenalnya sejak wanita itu berumur 14 tahun. Sejak mata coklat sendu milik wanita itu menatapnya dengan binar keceriaan, sampai kemudian mata sendu itu menatapnya dengan pandangan kepemilikan yang tidak ingin dibantah.Kini, mata coklat itu menatapnya dengan belas kasih.Genta mendengus. "Apakah saya perlu perjelas status saya saat ini, Nagia? Agar kamu paham, status kamu akan terlihat rendah jika terus mengejar-ngejar saya."Gia terkesiap. Tidak disangkanya Genta kembali menusuk dengan kata-kata. Sementara itu, suara Genta tidak cukup kecil untuk membuat Ken berdiri dari kursinya.Pria bertubuh tambun itu berdiri mendekati Gia. "Anda siapa, ya? Ada keperluan apa malam-malam dengan Gia?""Ken," panggil Gia penuh peringatan.Genta memandang Ken penuh telisik. 'Siapa pria ini? Sepertinya teman Gia. Dan dia gak kenal saya'."Saya Genta," Genta mengulurkan tangannya, yang dibalas Ken dengan ragu-ragu. "Tetangga barunya Gia."'Tetangga?' benak Ken dipenuhi pertanyaan. 'Kalau mereka tetangga, lalu mengapa pria di depannya ini membicarakan status, dan.. apa tadi? Mengejar?''Apa maksudnya mengejar? Siapa yang dikejar?' Ken memutar otak.Gia berdecak. "Ken, gak usah kepo, bisa? Ini bukan urusan pekerjaaan yang harus kamu tangani."'Pekerjaan?' Genta menatap Gia dan Ken bergantian. Kilat licik berkilauan di mata hitam pekatnya."Lho, gak bisa gitu dong, Gi. Kalau kamu kenapa-napa, kan, aku juga yang bertanggung jawab!" Ken bersikeras."Tapi ini bukan urusan kamu!" Gia menggeram tertahan.Alis Ken menukik, tidak senang dengan protes Gia. "Kenapa sih emangâ""Maaf," Genta menyala. "Anda siapa, ya?" tanyanya pada Ken."Saya Keenan, asisten pribadinya Gia," jawab Ken lugas."Ck!" Gia berdecak kesal.'Waw!' Genta bersiul dalam hati. Menarik. Seringai tipisnya muncul di kegelapan malam, yang tertangkap mata Gia.Genta berdeham, mengatur ekspresinya seperti semula. "Maaf, sepertinya kedatangan saya mengganggu pekerjaan kalian.""Tidak masalah, Genta." Ken menyahuti dengan raut serius."Kalau kamu tidak keberatan, saya ingin tahu, ada urusan apa kamu dengan atasan saya. Karena seperti yang kamu tahu, Gia seorang influencer. Dia tidak boleh terseret masalah sekecil apa pun.""Ken, gak usah lebay, plis." Gia menepuk keningnya.Ken tidak mengindahkan keluhan Gia. Ditatapnya Genta dengan pandangan menuntut."Jadi, ada urusan apa kamu dengan Nagia?"Genta mengulum senyum. Semuanya jadi mudah sekarang. Tentunya berkat kehadiran KenâSang asisten, yang tidak disangka Genta akan membantunya secara tidak langsung."Saya hanya ingin Nagia menjaga jarak," jawab Genta."Dari?" alis Ken tertaut bingung."Dari keluarga saya. Terutama dari anak laki-laki saya," jelas Genta."Tunggu," Ken menatap pria di depannya, dan Gia di sampingnya dengan penuh pertanyaan."Kamu menyuruh Gia menjaga jarak? Memangnya apa yang dia lakukan?"'Astaga!'Ingin sekali Gia bungkam mulut Genta sekarang juga. 'Ken tidak boleh tau!'.Tapi keadaan berbanding terbalik dengan angin segar yang dirasakan Genta.Pria berusia 29 tahun itu menatap Gia dengan kilat penuh kemenangan. Kemudian, ditatapnya Ken dengan mata yang seolah menyiratkan dia berat untuk mengadukan kelakuan Gia pada asistennya."Sebenarnya saya tidak ingin memperbesar masalah ini. Tapi saya adalah mantan kekasih Gia, dan saya sudah menikah."Ken menunggu dengan jantung berdebar. 'Jangan bilang...'Genta menarik nafas panjang. "Tapi saya merasa, Gia berusaha masuk ke dalam rumah tangga saya, dengan cara mendekati anak laki-laki saya."Ken terbelalak."Gia ingin mendekati saya lagi."Wajah berseri-seri yang dilengkapi dengan senyum manis itu menyapa siapa saja yang ditemuinya di lokasi syuting. Walau hari menjelang malam, aura kebahagiaan terpancar jelas dari mata coklat terang milik Gia hingga setiap orang yang melihatnya sepakat wanita itu sedang bahagia. "Pagi semua!" Gia merentangkan tangan sambil tersenyum lepas. "Pagi kak Gia!" seorang aktris muda yang Gia ketahui bernama Ellenâ balas menyapanya dengan senyum ramah. Di ruang istirahat tempat para pemain webseries berjudul 'Mengapa Kau Pilih Dia'â Gia membawakan hampers kecil berisi cookies yang lalu dibagikan oleh Ken dan seorang office boy. Terdapat 5 aktris dan 3 aktor juga beberapa asisten mereka, dan kru webseries yang mendapat hampers dari Gia. Karena ia membawa cukup banyak, Gia menyuruh office boy untuk turut membagikannya ke kru-kru lain di luar ruangan. Selesai dengan tugasnya, Ken beralih ke sebuah sofa untuk mengecek jadwal Gia. Decak kagum saling bersahutan melihat isi hampers Gia
Bunyi denting garpu menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan di meja makan itu. Kedua orang dewasa yang duduk berhadapan sama sekali tidak menunjukan keinginan untuk berbicara, atau sekedar berbasa-basi menanyakan kabar selayaknya anak dan ibu. Genta meneguk segelas air, sebelum menyingkirkan bekas peralatan makan malamnya ke sisi kiri. Hal yang sama dilakukan tidak lama kemudian oleh seorang wanita cantik berusia 50 tahunâ Evelyne Pramudya. Evelyne mengangkat sebelah alisnya melihat gelagat Genta yang gugup. Pria berusia 29 tahun itu adalah putra bungsunya yang paling mirip dengannya. Hanya bedanya, Evelyne memiliki sisi angkuh yang teramat jelas, bahkan jika hanya melihat dari ujung dagunya. âMami pikir kamu sudah lupa dengan alamat rumah ini," sindir wanita tua berambut merah terang itu. Genta mengangkat wajahnya. Mata tajamnya menelisik penampilan Mami nya yang makin eksentrik. Sudah hampir enam bulan Genta tidak datang menemui Evelyne, dan lihat, gaya Mami nya itu s
âRaf, aku boleh minta tolong? Tolong bawa San masuk dulu,â pinta Gia yang langsung dituruti Rafael detik itu juga. âAyo, San, ikut Om. Di dalam banyak makanan, lho,â ajak Rafael dengan nada bersahabat. San menerima uluran tangan Rafael yang ingin menggandengnya sambil tersenyum lebar. Anak laki-laki itu menoleh pada Genta untuk meminta persetujuan. Genta mengangguk sambil mengusap lembut kepala San. Selepas kepergian Rafael dan San, Gia mempersilakan Genta untuk duduk di kursi teras depan rumahnya. âAda apa, mas Genta?â tanya Gia penuh perhatian. Genta tidak langsung menjawab. Perasaan aneh menyelimuti hatinya, dan Genta merasa risih. Padahal ia hanya ingin meminta tolong. Sebagai tetangga yang baik, Gia pasti akan membantunya. Namun lidah Genta terasa kelu. âCk! Tinggal bicara sajaâ. Rutuk Genta dalam hati. Keterdiaman Pria itu membuat kening Gia mengkerut. âMas Genta?â panggil Gia sambil menyentuh punggung tangan Pria itu. âHah? Iya, kenapa?â Genta tersentak. Matanya kemudi
Sudah tiga hari berlalu sejak mereka pulang bersama, dan hampir setiap hari Genta harus memberikan tumpangan pada Gia yang beralasan bahwa mobilnya sedang di bengkel. Meski lokasi syuting terpaut jarak yang lumayan jauh dengan Praz Company, Gentaâyang entah sedang kerasukan apa, selalu mengantar wanita itu walau terkadang sambil menggerutu. Genta merasa aneh pada dirinya sendiri. Dia selalu membentangkan jarak selebar mungkin agar Gia tidak mendekati San. Akan tetapi, justru kini ia berada di radius yang sangat dekat dengan wanita itu. "Papa, ada tamu." Genta mengerjap dari lamunannya. Sanâyang sedang memegang robot transformer miliknya, menunjuk ruang tamu. "Makasih ya, Nak," ucap Genta. Karena dia sama sekali tidak mendengar bel rumah yang berbunyi. "Halo, mas Genta!" sebentuk senyum manis perempuan menyambutnya kala pintu dibuka. Pagi itu Gia memakai croptop putih yang memperlihatkan sebagian perut langsingnya, dengan dilapisi blazer tipis bewarna peach. Melihat penampilan
Sejak semalam, Genta mulai merasa bahwa kesalahan terbesarnya adalah mengenal Nagia Pricilla. Perkenalan di masa remaja yang justru mengubah semuanya. Mengubah kepribadian Gia, dan mengubah masa depan Genta. Andai saja mereka tidak pernah kenal, Gia pasti tidak akan terobsesi dengannya seperti ini. Astaga, Genta mulai pening. Bayangkan saja, wanita itu berani menciumnya! Sekali lagi, Nagia Pricilla berani menciumnya di depan Putra nya sendiri! Apalagi namanya kalau bukan gila, obsesi, dan nekat?! Lalu sekarang, sebuah kotak makan berukuran besar diletakan di meja kerjanya, lengkap dengan sebuah catatan kecil di atasnya. Dimakan ya, mas Genta^^ âGia :) Genta memejamkan mata, merasa lelah dengan semua yang terjadi di hidupnya. 'Nagia itu tau dari mana, sih, kalau aku duda?!' batinnya kesal. Karena kalau saja Gia tidak pernah tau, maka Genta akan terbebas dari rayuan gila wanita itu. "Wow, sejak kapan kamu bawa bekal, Ta?" Genta membuka mata melihat siapa yang datang ke ruangan
Rencana makan malam yang ditakuti Gia akhirnya tidak terlaksana. Tepat setelah makanan dihidangkan di meja mereka, Rafael menerima telepon dari Papi nya. Seraya undur diri menerima telepon, Gia sudah menebak kalau sebentar lagi Rafael pasti akan pergi. Dan nanti, Pria itu akan mengajaknya untuk ikut pulang bersama. 'Gak apa-apa, deh. Yang penting dinnernya batal'. Benak Gia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Rafael mendatangi meja mereka dengan wajah penuh rasa bersalah. "Papi ada perlu sama aku. Penting katanya. Maaf banget aku gak bisa gabung sama kalian," ujar Rafael. Dari nada suaranya, jelas sekali Rafael sebenarnya enggan meninggalkan dinner mereka. "Om mau pergi?" tanya San. Mata kecil San beralih menatap Gia dengan puppy eyes andalannya. "Tante Gia juga mau ikut pergi?" Gia tergugu. 'Bagaimana ini?' benak Gia gelisah. Dia bukannya tidak ingin makan malam bersama Genta dan San, ini adalah salah satu impiannya. Ia memang memiliki seribu rencana untuk pdkt dengan Gen