Share

5. Peringatan Pertama

"Ken, menurut kamu kalau istri jarang di rumah, itu artinya apa?"

Kening Keenan mengkerut bingung mendengar pertanyaan yang diajukan bosnya—Gia. Ken merasa Gia sedang banyak masalah. Tidak biasanya sahabat yang merangkap atasannya itu bertanya hal-hal aneh seperti tadi.

Ken mengenal Gia sejak wanita itu menjadi runner up Puteri Indonesia tiga tahun yang lalu. Sebagai manager aktris ibu kota, Ken langsung menawarkan diri menjadi asisten pribadi Gia begitu ia tahu kalau wanita itu ingin terjun di dunia entertaiment.

Selama bekerja dengan Gia, Ken akui Gia cukup interaktif dan banyak berbicara. Tapi malam ini, pertanyaan Gia membuat Ken penasaran.

"Maksudnya gimana, Gi?"

Gia menoleh kepadanya. "Masa harus aku perjelas?"

Wanita itu menarik nafas panjang. "Menurut kamu, nih, kalau ada satu keluarga terus ibu nya jarang ada di rumah. Bahkan gak ikut sarapan bareng, nah, itu kenapa?"

Ken makin dibuat bingung. 'Maksudnya apa, sih?' tapi meski begitu, Ken tetap menjawab sambil garuk-garuk kepala.

"Gak kenapa-kenapa, sih, Gi. Bisa aja, kan, ibu nya lagi kerja di luar kota? Jadi gak bisa sarapan bareng?"

Bibir Gia mengerucut. 'Benar juga kata Ken' wanita itu ngangguk-ngangguk. Tapi jawaban Ken tidak memuaskan. Biarpun masuk akal.

"Ada apa, sih? Tumben pertanyaan kamu aneh banget," selidik Ken.

Ken adalah seorang pria berumur 32 tahun yang sedikit gemulai, dengan perawakan tinggi gemuk dan berlesung pipi. Mengenal Ken membuat Gia merasa memiliki sahabat baru yang menyenangkan dan selalu mendukungnya.

Tapi, Ken sudah berkeluarga. Dan Gia bisa bayangkan reaksi Ken begitu dia menceritakan soal Genta, dan keinginan ia untuk kembali mendekati pria beristri itu.

'Lebih baik jangan' batin Gia memperingatkan.

Gia senyum kecil untuk menenangkan Ken. "Gak apa-apa, aku cuma iseng nanya aja."

"Oke deh, kalau gak ada apa-apa. Nah, Gi, ini kontrak kamu dengan Praz Company. Kamu baca dulu ya sebelum tanda tangan." Ken menyerahkan map putih ke hadapan Gia.

Gia membaca dengan teliti kontrak kerja sama yang ditawarkan Praz Company. Sejak dua bulan yang lalu, perusahaan yang bergerak dibidang perfilman itu sudah gencar mengajaknya untuk bergabung di salah satu webseries yang mereka gagas.

Kehadiran Ken malam ini di rumahnya memang untuk membahas kontrak kerja Gia yang mengantri untuk ditanda tangani.

Selain eksis sebagai influencer, Gia juga ingin merambah dunia akting.

"Permisi."

Tanpa Gia sadari, gerbang rumahnya sudah terbuka sejak tadi. Entah sejak kapan Genta berdiri di halaman depan rumahnya.

Gia buru-buru berdiri dan menyerahkan map nya kepada Ken.

Wanita itu mengecek penampilannya yang jauh dari kata rapi. Kaus oblong bewarna abu-abu—yang meski harganya jutaan, tapi sudah terlihat lusuh, dengan dipadukan hotpans.

Berbanding terbalik dengan Genta yang sepertinya baru pulang kerja, jika dilihat dari penampilannya yang masih memakai kemeja lengan panjang.

'Mas Genta mau ngapain ya ke rumah aku malam-malam?'

"Ada apa, ya, mas?" tanya Gia.

Genta melirik sekilas Ken yang duduk di bangku teras rumah Gia. Wajah asing itu terlihat penasaran dengan kehadirannya.

"Saya mau bicara sama kamu." Ekspresi datar di wajah Genta seolah memperjelas apa yang akan dibicarakannya.

"Oh, silahkan. Mau di dalam aja?" tawar Gia.

"Gak perlu," Genta menggeleng. "Saya gak akan lama. Langsung intinya saja."

Gia ngangguk-ngangguk. Sedikit merasa kurang fokus karena dari jarak berdiri mereka yang berhadapan, masih tercium wangi parfum Genta.

"Tolong jangan terlalu dekat sama anak saya."

"Ya?" alis Gia naik sebelah. "Maksudnya gimana, ya, mas Genta?"

"Kamu tahu persis saya sudah berkeluarga, Gia. Sebenarnya saya tidak ingin terlalu percaya diri, tapi saya merasa tebakan saya benar. Jaga jarak dengan keluarga saya, terutama kepada San." suara Genta mengalahkan dinginnya malam.

Gia terhenyak. "Aku... aku gak punya maksud apa-apa." lirih suaranya membuat Genta mendengus.

"Saya gak peduli dengan alasan kamu. Tapi saya tahu betul niat kamu, Nagia."

"Niat yang mana, mas Genta?" Gia mendongak. Matanya getir menatap Genta.

"Kasih tau aku, niat apa yang kamu maksud?"

Genta memutar bola mata. Nagia Pricilla. Genta mengenalnya sejak wanita itu berumur 14 tahun. Sejak mata coklat sendu milik wanita itu menatapnya dengan binar keceriaan, sampai kemudian mata sendu itu menatapnya dengan pandangan kepemilikan yang tidak ingin dibantah.

Kini, mata coklat itu menatapnya dengan belas kasih.

Genta mendengus. "Apakah saya perlu perjelas status saya saat ini, Nagia? Agar kamu paham, status kamu akan terlihat rendah jika terus mengejar-ngejar saya."

Gia terkesiap. Tidak disangkanya Genta kembali menusuk dengan kata-kata. Sementara itu, suara Genta tidak cukup kecil untuk membuat Ken berdiri dari kursinya.

Pria bertubuh tambun itu berdiri mendekati Gia. "Anda siapa, ya? Ada keperluan apa malam-malam dengan Gia?"

"Ken," panggil Gia penuh peringatan.

Genta memandang Ken penuh telisik. 'Siapa pria ini? Sepertinya teman Gia. Dan dia gak kenal saya'.

"Saya Genta," Genta mengulurkan tangannya, yang dibalas Ken dengan ragu-ragu. "Tetangga barunya Gia."

'Tetangga?' benak Ken dipenuhi pertanyaan. 'Kalau mereka tetangga, lalu mengapa pria di depannya ini membicarakan status, dan.. apa tadi? Mengejar?'

'Apa maksudnya mengejar? Siapa yang dikejar?' Ken memutar otak.

Gia berdecak. "Ken, gak usah kepo, bisa? Ini bukan urusan pekerjaaan yang harus kamu tangani."

'Pekerjaan?' Genta menatap Gia dan Ken bergantian. Kilat licik berkilauan di mata hitam pekatnya.

"Lho, gak bisa gitu dong, Gi. Kalau kamu kenapa-napa, kan, aku juga yang bertanggung jawab!" Ken bersikeras.

"Tapi ini bukan urusan kamu!" Gia menggeram tertahan.

Alis Ken menukik, tidak senang dengan protes Gia. "Kenapa sih emang—"

"Maaf," Genta menyala. "Anda siapa, ya?" tanyanya pada Ken.

"Saya Keenan, asisten pribadinya Gia," jawab Ken lugas.

"Ck!" Gia berdecak kesal.

'Waw!' Genta bersiul dalam hati. Menarik. Seringai tipisnya muncul di kegelapan malam, yang tertangkap mata Gia.

Genta berdeham, mengatur ekspresinya seperti semula. "Maaf, sepertinya kedatangan saya mengganggu pekerjaan kalian."

"Tidak masalah, Genta." Ken menyahuti dengan raut serius.

"Kalau kamu tidak keberatan, saya ingin tahu, ada urusan apa kamu dengan atasan saya. Karena seperti yang kamu tahu, Gia seorang influencer. Dia tidak boleh terseret masalah sekecil apa pun."

"Ken, gak usah lebay, plis." Gia menepuk keningnya.

Ken tidak mengindahkan keluhan Gia. Ditatapnya Genta dengan pandangan menuntut.

"Jadi, ada urusan apa kamu dengan Nagia?"

Genta mengulum senyum. Semuanya jadi mudah sekarang. Tentunya berkat kehadiran Ken—Sang asisten, yang tidak disangka Genta akan membantunya secara tidak langsung.

"Saya hanya ingin Nagia menjaga jarak," jawab Genta.

"Dari?" alis Ken tertaut bingung.

"Dari keluarga saya. Terutama dari anak laki-laki saya," jelas Genta.

"Tunggu," Ken menatap pria di depannya, dan Gia di sampingnya dengan penuh pertanyaan.

"Kamu menyuruh Gia menjaga jarak? Memangnya apa yang dia lakukan?"

'Astaga!'

Ingin sekali Gia bungkam mulut Genta sekarang juga. 'Ken tidak boleh tau!'.

Tapi keadaan berbanding terbalik dengan angin segar yang dirasakan Genta.

Pria berusia 29 tahun itu menatap Gia dengan kilat penuh kemenangan. Kemudian, ditatapnya Ken dengan mata yang seolah menyiratkan dia berat untuk mengadukan kelakuan Gia pada asistennya.

"Sebenarnya saya tidak ingin memperbesar masalah ini. Tapi saya adalah mantan kekasih Gia, dan saya sudah menikah."

Ken menunggu dengan jantung berdebar. 'Jangan bilang...'

Genta menarik nafas panjang. "Tapi saya merasa, Gia berusaha masuk ke dalam rumah tangga saya, dengan cara mendekati anak laki-laki saya."

Ken terbelalak.

"Gia ingin mendekati saya lagi."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status