Share

4. Pendekatan

Gak boleh dekat-dekat dia bilang? Memangnya Gia itu kuman?! Genta terlalu overthinking. Padahal Gia tidak punya niat buruk.

'Tapi memang benar, sih' batin Gia pilu. Genta mengenalnya sejak remaja. Meski laki-laki itu selalu dingin kepadanya, Gia sadar Genta teramat memahaminya.

Gia kadang suka lupa. Iya, dia lupa kalau Genta yang sekarang sudah jadi suami orang. Laki-laki itu sudah beristri. Gia tidak bisa sebebas dulu buat pdkt sama Genta.

Lagipula, mana mungkin Gia mau jadi pelakor? Selain karir nya, otak Gia juga memikirkan perasaan istri Genta. Gia tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga orang lain.

'Tapi kan aku cuma mau jalin silahturahmi!' sekali lagi, dia hanya ingin menjalin silahturahmi.

Berangkat dari pemikirannya itu, Gia beranjak ke dapur. Niatnya pagi ini dia ingin memberikan bekal makanan untuk San. Karena sepenglihatan Gia kemarin, San termasuk jenis anak yang doyan makan.

Sebelum memasak, seperti biasa Gia memotret dirinya di cermin dengan tampilannya yang memakai dress panjang bewarna biru langit. Lantas menguploadnya di i*******m dan menyapa seluruh penggemarnya.

"Cantik banget kak Gia."

"Ya ampun bare face aja cantik banget!"

"Kak, cantik banget sih? Spill skincare nya dong!"

Gia cekikikan membaca kolom komentar yang memenuhi postingan barunya. Ia memang senang dipuji. Maka tidak heran, tingkat kenarsisannya lumayan tinggi.

Hampir 10 menit berkutat di dapur, Gia keluar rumah dengan membawa kotak bekal berisi dua potong sadwinch. Dugaannya benar kalau San sedang bersiap-siap untuk pergi sekolah.

"San!" panggil Gia seraya berlari kecil menghampiri San yang tengah memandangi kebun kecilnya.

"Tante Gia!" San berseru senang melihat kedatangan Gia. "Tante bawa apa?" mata polosnya melirik penuh minat kotak bekal yang dibawa Gia.

"Tante bikinin sandwich buat kamu. San suka sandwich, gak?" tanya Gia.

San cepat-cepat mengangguk. "Suka banget, Tan! Tapi.." wajah anak laki-laki itu berubah murung. "Ibu sudah masakin aku nasi goreng buat bekal aku."

'Ibu?'

Gia berusaha mengatur mimik wajahnya yang mencelos. Mikir apa, sih, dia? 'Jelas-jelas ibu nya San pasti sudah bikin masakan yang enak untuk keluarga kecilnya'.

"Tante, jangan sedih," San menggenggam pergelangan tangan Gia. "Nanti aku makan kok, sandwich dari tante Gia."

Gia tersenyum kecil melihat upaya San menghiburnya. Diusapnya kepala San dengan lembut.

"Makasih, ya, San. Belajar nya yang rajin, ya. Tante Gia pamit dulu."

"Siap, Tan! Dadah, tante Gia!"

Sepeninggal Gia, San buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Dihampirinya Genta yang masih sibuk membetulkan dasi kerjanya.

"Papa, hari ini aku gak mau makan nasi goreng," ujar San.

Sadar nasi goreng yang dimaksud adalah bekal makan siang anaknya, alis Genta mengkerut bingung. 'Tumben banget San gak mau makan masakan ibu.'

"Kenapa emangnya, Nak?" tanya Genta bingung.

"Soalnya aku mau makan sandwich yang dikasih tante Gia." San menunjukan kotak bekal dari Gia.

Genta terperangah. "Tante Gia kasih ini?" ia menunjuk kotak bekal itu.

San mengangguk senang.

"Iya, Pa. Aku mau cobain masakan tante Gia. Biasanya, kan, aku cuma lihat dari youtube nya tante Gia aja. Sekarang aku bisa ngerasain langsung." anak laki-laki itu menyengir.

Genta meneguk ludah. 'Nagia apa-apaan, sih? Apa maksudnya bikinin sandwich buat San?' batin Genta tidak habis pikir. Gia benar-benar bebal.

'Sabar, Genta. Sabar.'

Pria berusia 29 tahun itu menarik nafas panjang. "San, memangnya kamu gak kasihan sama ibu? Ibu bangun pagi banget, lho, siapin makanan buat San."

San menggeleng tegas. Genta terbelalak. 'Kenapa San jadi keras kepala gini?'

"Papa tenang aja, ibu gak akan marah kok. Aku akan jelasin ke ibu. Papa tunggu sini, ya. Aku mau samperin ibu dulu." San berlari menuju dapur.

Masih di ruang tamu, Genta hanya bisa terpaku. Ia memijat keningnya yang pusing. Apa yang harus dia lakukan untuk menjauhkan San dari Gia?

👠👠

Genta menerima telepon dari mertuanya tadi siang, yang mengatakan hari ini San tidak kesana. Tidak hanya itu, laporan dari mbak Indri—pengasuh San, juga bilang kalau anak laki-lakinya itu meminta bermain di rumah tetangga baru.

Pria bertubuh tegap itu membuka pintu kamar San yang terhubung oleh kamarnya. Anak laki-lakinya sedang menggambar sesuatu di atas kasur. Kehadiran Genta membuat San menoleh.

"Papa," sapa San sejenak, lalu kembali fokus menggambar.

"Itu tugas dari bu Guru, Nak?" tanya Genta.

San menggeleng tanpa menoleh. "Dari tante Gia."

"Kamu main ke rumah tante Gia?" Genta pura-pura terkejut.

San berhenti menggambar. Ditatapnya Papa nya yang sedang duduk dipinggir ranjang. Anak itu menautkan jari-jarinya, takut Genta akan marah.

"Iya, Papa jangan marah, ya. Tadi siang aku main ke rumah tante Gia. Aku bosan, Pa, main ke rumah Eyang terus," rajuk bocah kecil itu.

Lidah Genta kelu mendengarnya. Selama ini San tidak pernah mengeluh. Anaknya selalu bercerita dengan riang bahwa dia bahagia bermain bersama Eyang nya.

Genta menghela nafas panjang. "Kenapa gak izin dulu sama Papa?"

San menunduk. "Aku takut Papa gak ngebolehin aku main ke rumah tante Gia."

'Astaga.' Apakah San menyadari aura kebencian yang ia tebar untuk Gia?

"Nak, Papa gak akan marah. Kalau Papa ngelarang kamu, itu juga ada alasannya. San gak boleh takut ngomong sama Papa, ya, Nak."

"Maafin aku, ya, Pa." San berucap lirih.

Genta merengkuh San dalam pelukannya. "Shut, gak apa-apa. Tapi lain kali jangan diulangi, ya." tangannya mengusap pucuk kepala San.

"Jadi aku gak boleh main ke rumah tante Gia lagi?" San mendongak menatap wajah Papa nya.

Genta tersenyum kecil. "Boleh, tapi harus izin dulu sama Papa."

"Yes!" San bersorak senang. "Papa, Papa mau tau, gak?"

"Kenapa, Nak?"

"Tante Gia itu kayak Superwoman! Kalau Papa, kan, Superman. Nah, tante Gia Superwoman!" cerita San menggebu-gebu.

Alis tebal Genta naik sebelah. "Kenapa Superwoman?"

"Iya, Pa. Soalnya tante Gia bisa ngelakuin apa aja! Dia jago masak, bisa gambar, bisa nyanyi, terus bisa main piano juga!"

Genta hanya tersenyum simpul mendengarnya. 'Kamu ngapain anak aku sampai dia kagum banget sama kamu, Gi?' benak Genta.

Namun, cerita San belum usai rupanya. Kalimat selanjutnya yang keluar dari bibir San membuat Genta tersedak.

"Kalau jadi anaknya tante Gia pasti seru banget, deh. Tante Gia itu, sudah menikah belum, sih, Pa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status