Share

Bab 2: Riuh

"Siapa?" Sandra yang dulu merupakan siswa tercantik di kelas mereka langsung berbalik dan memincingkan mata agar sosok yang berdiri di depan pintu ruang makan VIP semakin jelas terlihat. 

"Memangnya ada teman sekelas kita yang gantengnya kebangetan kayak gitu?" Yang lain menimpali dengan penuh rasa penasaran. 

"Duh, tahu begitu aku nggak buru-buru nikah, deh," Adrianna berkomentar dengan nada kenes. 

Seruan dan komentar bernada serupa riuh dilontarkan oleh para wanita yang ada di ruang makan VIP. Tidak seorang pun dari mereka mengenali siapa pria yang berdiri di ambang pintu dengan begitu gagah dan penuh rasa percaya diri. 

Berbanding terbalik dengan para wanita, pria yang berada di ruang makan VIP malah menyerukan komentar-komentar bernada miring walau masih bercampur dengan rasa penasaran. Tidak seorang pun memiliki dugaan siapa yang pria yang baru saja bergabung dengan mereka. 

"Maaf, tapi ini merupakan acara khusus untuk... " Ucapan Andre yang berjalan menghampiri pria itu menggantung di udara. 

"Apa aku memang tidak pernah kalian anggap sebagai teman sekelas?" Baskara akhirnya bersuara sambil berjalan mendekati meja yang penuh dengan berbagai hidangan yang dipesan oleh teman-temannya. Dia melewati Andre begitu saja tanpa melirik apalagi menyapa temannya itu. 

"Teman sekelas?" Sandra memberanikan diri untuk mendekat kemudian mengamati wajah Baskara, "OH! Ini nggak mungkin! Lo Baskara, kan?!"

"Baskara?" Riuh mereka semua mengucap nama Baskara dengan nada penuh tanya. 

"Baskara yang itu?" 

"Tapi dulu dia, kan, kurus banget. Dekil lagi."

"Yang anak beasiswa miskin itu?"

"Kayaknya nggak mungkin itu dia, deh. Inget nggak penampilan dia dulu gimana? Beda banget sama yang ini!" 

Baskara memilih untuk diam sambil mendengarkan komentar dan seruan yang diucapkan oleh teman-teman sekelasnya. Bukannya tidak peduli tapi ketika SMA komentar mereka jauh lebih menyakitkan dan menusuk dibandingkan apa yang mereka lontarkan saat ini. 

Selain itu, dulu setiap kali ada keriuhan di kelas Baskara tidak pernah memiliki kesempatan untuk menikmatinya seperti sekarang. Keriuhan selalu meningkatkan kewaspadaannya karena Andre dan yang lain dapat kapan saja merundungnya.

"Selamat datang, Bas," Kamal, salah satu teman sekelas yang tidak pernah ikut merundungnya walau dia sama bersalahnya karena memilih untuk diam dan berpura-pura seakan itu semua tidak pernah terjadi, "Ini pertama kalinya kamu ikut reuni kelas kita, benar?"

Baskara mengangguk, "Benar, ini pertama kalinya aku bergabung. Sudah berapa tahun? Sebelas tahun? Sampai kalian tidak mengenaliku lagi." 

"Bukannya kami nggak kenal, tapi kamu sekarang beda banget, lho!" Sandra masih memperhatikan Baskara, "Dulu kamu kurus dan dekil banget. Sekarang, duh! Ini aku kalau nggak ingat anak di rumah bakalan langsung mepet kamu, lho!" Dia sengaja melipat tangan di atas meja hingga dadanya yang mengintip dari leher gaun berpotongan rendah yang dikenakannya semakin membusung. 

"Kamu beneran sukses, ya?!" Seorang teman sekelas yang lain meningkahi ucapan Sandra. 

Di telinga Baskara ucapan itu sama sekali tidak terdengar seperti pujian. Lebih seperti hinaan tetapi disampaikan dengan halus. Sangat halus. Baskara tidak ingin menutupi masa lalunya. Dia dulu memang hidup susah tetapi bukan berarti seseorang dapat menggunakan masa lalunya untuk merendahkannya. 

"Nggak ada yang nyangka, ya?" Celetukan dari yang lain terdengar. 

"Tapi bener, lho! You look so fucking gorgeous. Aw ... kalau belum tunangan aku pasti, deh, langsung ngejar kamu yang sekarang," ucapan itu ditingkahi dengan tawa genit yang terdengar begitu sumpang di telinga Baskara. 

"Aku belum punya pasangan, lho," seorang lain menimpali sambil memberikan tatapan penuh arti sambil menjilat bibirnya. 

Baskara tidak peduli dengan semua itu. Dia tahu kalau semua yang diucapkan oleh mereka adalah ucapan kosong tanpa arti. Seandainya dia tidak sesukses sekarang, pasti tidak ada seorang pun dari mereka yang sudi meliriknya. Teman wanita yang sekarang berlomba menggoda dan merayunya merupakan orang yang sama dengan yang dulu menertawainya bahkan tanpa sungkan menghinanya.

"Gue akui lo makin ganteng, Bas," Riza menyesap minuman pesannya, "Sukses juga. Tapi menurut gue masih belum ada apa-apanya dibanding Andre. Lo tahu kalau dia sekarang udah jadi penerus bokapnya? Gila, lo tahu sendiri konglomerasi keluarganya gede kayak apa, kan?"

Baskara mengangguk sambil menatap tajam ke arah Andre, "Tentu. Tapi itu cerita dulu ketika konglomerasi keluarganya dipimpin oleh orang tuanya. Sekarang? Tanya aja sendiri ke Andre siapa yang kemarin ngemis proyek ke kantorku."

Ini di luar rencana Baskara. Dia bukan tipe yang suka memamerkan keberhasilan atau menyombongkan diri. Tetapi dia bukan lagi Baskara yang diam setiap direndahkan. Sepanjang usianya dia terus berjuang dan berusaha bukan untuk kembali direndahkan. Oleh siapapun. termasuk teman-teman sekelasnya yang sebagian besar berasal dari keluarga kaya dan terpandang. 

Andre, pertama kali dalam hidupnya merasa tertampar oleh ucapan yang dilontarkan oleh Baskara. Pria itu memilih untuk diam. Bukan tanpa alasan tetapi karena dia tidak ingin teman-temannya yang lain mengetahui kenyataan itu. Apa kata mereka seandainya mereka tahu kalau dia sampai berlutut di depan Baskara?! Bisa-bisa mereka yang sekarang mengelukannya akan berbalik menusuk secara terang-terangan. Walah sudah berteman selama puluhan tahun, Andre sadar tidak ada seorang pun di antara mereka yang berteman tulus dengannya. Mereka dekat karena saling membutuhkan. 

"Benar yang diomongin Baskara?" Teman-temannya mulai penasaran. 

"Boys, please!" Rue yang merupakan queen bee atau gadis paling populer di angkatan mereka tiba-tiba bersuara, "Kita ngumpul buat senang-senang. Jangan sampai kalian rusak, ya?" Wanita itu menunjuk ke arah Gala, Baskara dan beberapa teman mereka yang lain dengan jarinya yang ber-manicure sempurna. 

"Sorry," Baskara berhasil menyunggingkan senyum, "My bad. Gue harusnya nggak sampai merusak suasana reuni hari ini." 

"Rusak apaan, sih?" Seorang teman mereka terkekeh, "Udah gue bilang, dari tadi kita nungguin lo, Bas! Kira penasaran gimana ceritanya lo yang ... well, nothing turn to something," pria itu berdeham, "Sorry, but it's true, right?

Lagi, hinaan yang disamarkan dengan halus. 

"Mana ada yang nynngka kalau kamu bisa masuk 30 under 30 majalah Forbes. Itu karena start-up bikinan kamu?" 

Baskara kembali mengangguk, "Iya, Steam Perfection."

"Oh, penatu ke rumah itu? Aku pernah pakai dan memang layanannya oke, sih. Cepat dan hasilnya nggak mengecewakan. Beda sama penatu-penatu lain yang kia habis waktu buat antar ke gerai mereka." 

"Penatu? Terinspirasi dari nyokap lo? Nyokap lo buruh cuci, kan?" Riza sepertinya masih belum puas untuk mencari masalah dengan Baskara. 

"Iya, Ibu yang hanya buruh cuci berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke Ivy League. Beda dengan orang tua kalian, walau uang banyak tapi anaknya..." Baskara sengaja tidak menyelesaikan ucapannya. 

"Lo mau ngehina gue?!" Seperti dugaannya, emosi Riza dengan gampang tersulut.

"Apa itu termasuk hinaan kalau sesuai dengan kenyataan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status