Flashback~Juna duduk di kursi tinggi dekat meja bar sambil meneguk wiski yang telah dipesannya. Hampir satu jam dia berada di kelab malam, menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di tempat ini.Tadi Juna juga sempat berjoget di lantai dansa sambil ditemani beberapa wanita cantik dan seksi yang berusaha menarik perhatiannya. Meliuk-liukkan tubuh seirama dengan musik yang mengalun. Wajah tampannya yang didukung dengan bentuk tubuh ideal bak seorang model, membuat kaum Hawa berlomba-lomba agar terlihat memesona di mata Juna."Aku mau satu botol wiski lagi," ujar Juna kepada bartender di depannya."Maaf, Tuan. Anda sudah terlalu mabuk," ucap bartender laki-laki di hadapan Juna. Dia masih tidak percaya bahwa orang yang sudah menghabiskan sebotol wiski di hadapannya ini ternyata adalah Arjuna Basupati, seorang aktor yang sering muncul di layar kaca.Padahal setahunya, Juna adalah publik figur yang terkenal memiliki rumah tangga yang harmonis dan jauh dari gosip miring. Juna juga tidak p
"Sayang, stok makanan di kulkas udah mau abis."Juna terkesiap kala suara manja Airish masuk ke dalam indera pendengarannya. Membuyarkan dirinya dari lamunan bodoh yang selalu saja menghantui."Ya udah, nanti kita beli ya." Juna tersenyum manis menatap Airish.Airish menggeleng. "Aku aja yang beli besok. Sekalian nganterin Lea beli skincare."Juna kelihatan tidak senang. "Dia bisa beli sendiri, kan? Ngapain minta dianterin sama kamu mulu, sih?""Gak pa-pa, Sayang. Lagian, aku juga sering kok minta anter sama dia kalo ke mana-mana. Saling menolong aja sebagai sahabat.""Tapi kamu lebih sering pergi sama Lea dibandingkan sama aku. Suami kamu aku, kan? Bukan Lea!" Juna terlihat kesal, sampai-sampai tidak sadar sudah bicara dengan intonasi yang lumayan tinggi.Airish memandang heran ke arah Juna. Tidak biasanya Juna bicara dengan suara keras padanya. "Aku salah ya?" tanyanya lugu. Tapi kalau Juna memberi jawaban 'iya', dia juga bingung letak salahnya di mana?Tatapan tajam Juna mengendur.
Kabar mengenai adegan ciuman Juna dan Alessya mulai menyebar luas di berbagai media. Bahkan saat Airish sedang pergi bersama Lea entah ke mana pun itu, kadang ada saja wartawan yang menghampiri dan menanyakan bagaimana reaksinya setelah tahu kalau Juna mengambil adegan ciuman tersebut. Bukankah itu pertanyaan bodoh?Seperti sekarang. Airish dan Lea baru saja keluar dari pintu mall, tiba-tiba mereka dikerumuni banyak wartawan yang sepertinya memiliki bakat terpendam menjadi mata-mata. Ke mana pun perginya Airish, para wartawan itu selalu tahu. Heran!"Mbak Airish, minta waktunya sebentar, dong!"Suara-suara itu terdengar sangat berisik di telinga Airish, tapi Airish berusaha sabar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sebab kalau dia terus melarikan diri, mereka pasti takkan menyerah begitu saja. Bukan tidak mungkin mereka akan mendatangi Airish lagi di lain waktu dan menodongnya dengan pertanyaan yang sama.Selain itu, kalau Airish kabur, yang ada mereka malah beranggapan miring m
"Ah, itu ... karena nomor kamu tadi susah dihubungi. Makanya aku nelpon Lea. Aku mau nanya, kalian perginya masih lama nggak? Mau pulang jam berapa?"Airish diam sejenak, tapi kemudian tertawa pelan, membuat Lea merasa sedikit lebih lega. "Tadi soalnya ada wartawan, Sayang. Aku aja belum liat HP. Emang kamu nelpon?""Iya, tadi aku udah nelpon ke nomor kamu berkali-kali, tapi gak diangkat-angkat sama kamu.""Maaf ya, aku nggak tau.""Gak pa-pa, Honey. Kamu masih lama pulangnya?""Ini aku mau pulang, kok.""Beneran mau pulang?""Iya, Sayang. Nggak percayaan banget, sih!""Awas aja kalau bohong, aku cium nanti."Airish tertawa pelan. "Kalau gitu aku bohong, deh," ledeknya."Hm. Mau dicium?""Mauuuuuu.""Mau muntah gitu maksudnya?""Mau dicium, lah, Sayang."Airish bisa mendengar gelak tawa Juna melalui speaker. "Kamu sama Lea hati-hati pulangnya, ya. Bilang ke Lea, bawa mobilnya nggak usah ngebut-ngebut, soalnya dia bawa bidadari kesayangan aku."Setiap kali Airish pergi bersama Lea, Ju
"Udah aku bilang, jangan pernah hubungin aku di nomor ini, Le. Harus berapa kali aku kasih tau ke kamu?"Di dekat tiang besar depan rumah mewah orangtuanya, Juna terlihat gelisah menerima telepon dari Lea."Kalau gitu tolong kasih tau aku, Juna. Nomor mana yang harus aku hubungi kalau aku lagi kangen sama kamu?""Ke nomor biasa aja, Le. Jangan ke nomor ini. Nanti Airish bisa curiga dan akhirnya tahu kalau kita main belakang.""Kamu bilang, HP-nya lagi diservis, kan? Gimana aku bisa ngehubungin kamu ke nomor biasa?""Besok aku ambil. Servisnya udah selesai, kok. Tadi penjaga counter-nya ngabarin aku.""Ya udah, aku minta maaf karena udah nelpon kamu di nomor ini. Kamu sekarang lagi di mana, Jun?"Juna mengerling gusar. "Aku lagi makan malam di rumah Ibu.""Sama Airish?"Juna tertegun. Bukankah Lea terkesan bodoh karena pertanyaan retorisnya barusan?"Menurut kamu siapa lagi, Le? Nggak mungkin aku ngajak perempuan lain ke sini, kalau bukan Airish.""Bisa kita ketemu sekarang?"Juna mend
Airish mendengar dengan sangat jelas percakapan Juna dan Lea di telepon, tapi dia coba untuk menepisnya karena tidak percaya atas apa yang didengarnya.Airish mencoba berpikir positif, mengira telinganya sedang bermasalah sehingga dia mungkin sudah salah dengar. Saking tidak percayanya dengan apa yang telah dia temukan."Nggak ..." Airish menggeleng cepat. "Itu pasti bukan Lea! Kalaupun mau selingkuh, enggak mungkin Juna selingkuh sama Lea. Pasti itu cewek lain, kan?"Tangannya mulai bergetar, seiring dengan pegangannya yang bertumpu semakin kuat pada sisi wastafel.Air mata merebak terlalu cepat dan jatuh begitu saja dari pelupuk mata. Pipinya basah, dihujani rasa sakit dari dalam hatinya.Demi apa pun, Airish sangat berharap kalau pendengarannya tadi salah besar. Dia harap ... jika Juna memang telah berkhianat, setidaknya perempuan itu bukan Lea.Bukan sahabatnya sendiri.Sebab rasanya terlalu menyakitkan jika hal itu terjadi. Airish tidak hanya dikhianati suami, tetapi juga dikhian
"Kamu mau apa sebenernya, Le?" tanya Juna yang kini sedang duduk di sofa, bersebelahan dengan Lea."Aku kangen aja sama kamu, Jun. Udah lama kita nggak ketemu," kata Lea sambil tersenyum senang.Perkataan Lea kontan membuat Juna mendengkus. Lea mungkin sedang menguji kesabarannya. "Tadi aku lagi ngumpul sama keluargaku, Le. Kamu tau, kan? Dan kamu nyuruh aku ke sini cuma karena mau bilang kangen aja?" tanyanya tak percaya. Dengan nada tidak menutupi rasa kesal."Kamu nggak tau seberapa sakitnya aku nahan rasa kangen ini, Jun.""Le, ayolah! Kita ini bukan dua bocah SMA yang lagi dimabuk cinta," ucap Juna berapi-api. Memandang Lea dengan sorotan tajam. "Menurut kamu, apa pantas seorang wanita dewasa menghubungi laki-laki yang sedang makan malam bersama keluarga besarnya, untuk kemudian minta ditemui hanya karena mau bilang kangen?"Lea terhenyak melihat raut marah Juna diiringi satu pertanyaan yang berhasil menampar hatinya dengan sangat keras. Secara tidak langsung, Lea seakan ditikam
Rumah besar ini terasa hampa bagi Airish karena dia di sini hanya seorang diri. Tanpa Juna. Sementara Diana dan Adi sudah pulang sekitar dua jam yang lalu—tepatnya pada jam sepuluh malam. Dan sekarang sudah jam dua belas malam. Namun, Juna masih belum pulang juga."Kayaknya enak banget ya selingkuh?" Airish tertawa sumbang, tapi sebenarnya dia tak lebih dari sekadar menertawakan kesedihannya sendiri.Matanya kembali melirik bingkai besar yang terpajang pada dinding kamarnya. Menampilkan foto yang diambil di hari pernikahan mereka. Keduanya tampak tersenyum tulus dalam foto tersebut. Terlihat sangat bahagia. Dan tatapan mata Juna ... tak pernah mengisyaratkan bahwa laki-laki itu ternyata bisa menyakiti hatinya karena pengkhianatan yang membuatnya ingin sekali menguliti Juna hidup-hidup. Seperti sekarang.Airish menghela napas lagi. Berharap mampu mengusir lukanya seiring dengan hembusan napas yang dia keluarkan. Tangannya terangkat untuk menepis setitik air mata yang kembali jatuh dar