Share

Bab 3

“Sudahlah, Mbak. Untuk apa bahas-bahas ginian,” kata Hamdan yang dari tadi agak terganggu dengan perbincangan mereka; para perempuan. Entah kenapa Mbaknya yang satu ini suka sekali membuat keributan dengan adiknya sendiri. Untung Riri orang yang cukup sabar, kalau tidak—Hamdan jamin mereka sudah sering baku hantam dari dulu. “Cuma masalah nastar saja diributkan. Mending kita makan saja, ya nggak, Bu?”

Ibu Saida mengangguk.

“Aku masak rendang, Mas. Yuk, Mas. Kalau mau makan! Ada di belakang rendangnya.”

“Bawa ke sini dong, Ri. Masa Masmu suruh ambil sendiri ... di rumah saja saya yang menyiapkan,” sahut Tian istri Hamdan yang juga ikut-ikutannyinyir. Entah apa yang menyebabkannya. Dia seperti benci sekali dengan Riri. Atau hanya perasaan Riri saja?

“Kalau begitu, Mbak yang ngambilin, ya? Mbak kan istrinya.”

“Kan kami tamu, jadi kamu harus melayani tamu dengan baik. Mana ada tamu ambil makanan sendiri di belakang,” sambar Nur Lela. “Biasanya Mbak juga kalau ada tamu, Mbak yang ngambilin. Sudahlah siapkan saja sekalian. Gimana sih, aneh-aneh aja.”

Tak kuasa melawan yang akhirnya menjadi sebuah keributan, akhirnya Riri beranjak dan kembali sibuk untuk menyiapkan makanan ke depan. Tak ketinggalan, mereka juga meminta cucian tangannya. Padahal jarak kamar mandidan ruang tamu tidaklah terlalu jauh. Namun lihatlah betapa luar biasanya merekayang biasa dilayani oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Sampai mereka lupa, bahwa Riri adalah adik mereka, bukan pembantu mereka.

“Sabar ya, Ri. Mereka hanya sekali-sekali saja kok, ke sini,” kata Ibu Saidah menengok Riri sedang mengambil piring-piringnya di dapur.

“Tidak apa-apa, Bu. Riri juga nggak enak kalau hanya karena nggak mau bawa piring ke depan, malah jadi keributan. Padahal Cuma masalah sepele saja. Betul apa kata Mbak Nur tadi, tamu seharusnya tinggal makan, bukan malah mengambil sendiri di dapur.”

“Tapi kan dari tadi pagi kamu sibuk, kamu yang belanja, kamu yang masak sampai kamu nggak sempat mengerjakan pekerjaan rumahmu sendiri. Mungkin kamu juga belum sempat sarapan.”

“Sudah, Bu. Jangan khawatir,” jawab Riri tersenyum. “Nanti kita makan sama-sama.”

Keduanya kembali ke depan untuk duduk bergabung dan kembali berbincang-bincang. Namun lagi-lagi, perbincangan Nur Lela dan adik iparnya mengarah kepada ekonomi dan keuangan.

“Si Ipah itu, loh. Tetangga dekat kita usaha frozen food-nya juga sudah di mana-mana. Hebat dia. Setiap toko, sudah ada karyawannya masing-masing. Tangan kanannya juga sudah ada. Paling-paling dia datang cuman tinggal ngambil keuntungan.” Nur Lela berbicara sambil menyuwir daging rendang itu agar bisa dimakan oleh anak keduanya yang masih kecil. “Kita kapan ya, bisa bikin usaha kayak gitu?” katanya lagi.

“Minta tipsnya supaya bisa berhasil seperti dia,” Tian menanggapi kakak iparnya. “Kalau aku mah, sudah nggak boleh kerja lagi, nggak boleh capek-capek lagi sama Mas Hamdan. Iya ‘kan Mas?” wanita ini meminta pendapat kepada suaminya yang hanya ditanggapi dengan anggukkan. “Kandunganku sudah membesarkan. Takut terjadi apa-apa sama bayinya. Lagian gaji Mas Hamdan juga sudah lebih dari cukup untuk keseharian kita berikut untuk anak sekolah, kok.”

“Mah, keras,” rengek Viona, anak Nur Lela yang meringis karena daging itu menyangkut di giginya.

“Ri, kamu itu bisa masak, nggak sih?” Nur Lela menoleh kepada adiknya yang juga sama-sama tengah mengisi perutnya. Membuat wanita itu tak tenang dan seketika menatapnya dengan heran. Apalagi yang salah dengannya kali ini?

“Rasanya sih, lumayan. Tapi ini dagingnya masih keras banget. Kasihan kalau anak-anak yang makan. Apalagi Ibu yang tua, tuh. Nanti giginya bisa copot.”

“Tapi Ibu makan giginya nggak sampai copot,” Ibu Saidah menjawab.

“Maaf, Mbak. Tapi waktu dicoba tadi udah empuk. Coba Mbak ngambil daging yang lain.” Riri menyodorkan wadah makanan yang berisi rendang tersebut dan Nur Lela mengambilnya. Dia menekan satu-persatu daging yang ternyata empuk semua kecuali milik anaknya.

“Kok yang ini keras?” ujarnya membuang daging itu ke tong sampah. “Yang ini empuk. Aneh, nih. Daging aja pilih-pilih saja orang!” gerutunya kesal.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
sumpel saja mulut kakak mu itu pakek rendang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status