Share

Bab 3

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-22 13:04:17

“Sudahlah, Mbak. Untuk apa bahas-bahas ginian,” kata Hamdan yang dari tadi agak terganggu dengan perbincangan mereka; para perempuan. Entah kenapa Mbaknya yang satu ini suka sekali membuat keributan dengan adiknya sendiri. Untung Riri orang yang cukup sabar, kalau tidak—Hamdan jamin mereka sudah sering baku hantam dari dulu. “Cuma masalah nastar saja diributkan. Mending kita makan saja, ya nggak, Bu?”

Ibu Saida mengangguk.

“Aku masak rendang, Mas. Yuk, Mas. Kalau mau makan! Ada di belakang rendangnya.”

“Bawa ke sini dong, Ri. Masa Masmu suruh ambil sendiri ... di rumah saja saya yang menyiapkan,” sahut Tian istri Hamdan yang juga ikut-ikutannyinyir. Entah apa yang menyebabkannya. Dia seperti benci sekali dengan Riri. Atau hanya perasaan Riri saja?

“Kalau begitu, Mbak yang ngambilin, ya? Mbak kan istrinya.”

“Kan kami tamu, jadi kamu harus melayani tamu dengan baik. Mana ada tamu ambil makanan sendiri di belakang,” sambar Nur Lela. “Biasanya Mbak juga kalau ada tamu, Mbak yang ngambilin. Sudahlah siapkan saja sekalian. Gimana sih, aneh-aneh aja.”

Tak kuasa melawan yang akhirnya menjadi sebuah keributan, akhirnya Riri beranjak dan kembali sibuk untuk menyiapkan makanan ke depan. Tak ketinggalan, mereka juga meminta cucian tangannya. Padahal jarak kamar mandidan ruang tamu tidaklah terlalu jauh. Namun lihatlah betapa luar biasanya merekayang biasa dilayani oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Sampai mereka lupa, bahwa Riri adalah adik mereka, bukan pembantu mereka.

“Sabar ya, Ri. Mereka hanya sekali-sekali saja kok, ke sini,” kata Ibu Saidah menengok Riri sedang mengambil piring-piringnya di dapur.

“Tidak apa-apa, Bu. Riri juga nggak enak kalau hanya karena nggak mau bawa piring ke depan, malah jadi keributan. Padahal Cuma masalah sepele saja. Betul apa kata Mbak Nur tadi, tamu seharusnya tinggal makan, bukan malah mengambil sendiri di dapur.”

“Tapi kan dari tadi pagi kamu sibuk, kamu yang belanja, kamu yang masak sampai kamu nggak sempat mengerjakan pekerjaan rumahmu sendiri. Mungkin kamu juga belum sempat sarapan.”

“Sudah, Bu. Jangan khawatir,” jawab Riri tersenyum. “Nanti kita makan sama-sama.”

Keduanya kembali ke depan untuk duduk bergabung dan kembali berbincang-bincang. Namun lagi-lagi, perbincangan Nur Lela dan adik iparnya mengarah kepada ekonomi dan keuangan.

“Si Ipah itu, loh. Tetangga dekat kita usaha frozen food-nya juga sudah di mana-mana. Hebat dia. Setiap toko, sudah ada karyawannya masing-masing. Tangan kanannya juga sudah ada. Paling-paling dia datang cuman tinggal ngambil keuntungan.” Nur Lela berbicara sambil menyuwir daging rendang itu agar bisa dimakan oleh anak keduanya yang masih kecil. “Kita kapan ya, bisa bikin usaha kayak gitu?” katanya lagi.

“Minta tipsnya supaya bisa berhasil seperti dia,” Tian menanggapi kakak iparnya. “Kalau aku mah, sudah nggak boleh kerja lagi, nggak boleh capek-capek lagi sama Mas Hamdan. Iya ‘kan Mas?” wanita ini meminta pendapat kepada suaminya yang hanya ditanggapi dengan anggukkan. “Kandunganku sudah membesarkan. Takut terjadi apa-apa sama bayinya. Lagian gaji Mas Hamdan juga sudah lebih dari cukup untuk keseharian kita berikut untuk anak sekolah, kok.”

“Mah, keras,” rengek Viona, anak Nur Lela yang meringis karena daging itu menyangkut di giginya.

“Ri, kamu itu bisa masak, nggak sih?” Nur Lela menoleh kepada adiknya yang juga sama-sama tengah mengisi perutnya. Membuat wanita itu tak tenang dan seketika menatapnya dengan heran. Apalagi yang salah dengannya kali ini?

“Rasanya sih, lumayan. Tapi ini dagingnya masih keras banget. Kasihan kalau anak-anak yang makan. Apalagi Ibu yang tua, tuh. Nanti giginya bisa copot.”

“Tapi Ibu makan giginya nggak sampai copot,” Ibu Saidah menjawab.

“Maaf, Mbak. Tapi waktu dicoba tadi udah empuk. Coba Mbak ngambil daging yang lain.” Riri menyodorkan wadah makanan yang berisi rendang tersebut dan Nur Lela mengambilnya. Dia menekan satu-persatu daging yang ternyata empuk semua kecuali milik anaknya.

“Kok yang ini keras?” ujarnya membuang daging itu ke tong sampah. “Yang ini empuk. Aneh, nih. Daging aja pilih-pilih saja orang!” gerutunya kesal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
sumpel saja mulut kakak mu itu pakek rendang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 34

    Tanpa Riri ketahui sebelumnya, ternyata kedatangan Ustaz Syarif datang ke sini selain menjenguk muridnya yang baru saja di khitan, beliau juga mempunyai maksud lain. Yakni mengantar keponakannya untuk melamar sang pujaan hati. Apabila ada yang bertanya, di mana orang tua Panji, mereka sudah tiada semenjak lama. Oleh karenanya, Panji menggandeng Pamannya sebagai wakil orang tua satu-satunya. Hmm. jangan ditanya lagi bagaimana perasaan Riri dan keluarga. Terkejut? Ya, tentu saja. Itu sudah pasti.Riri tidak menyangka bahwa dia dilamar secara dadakan seperti ini tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu sebelumnya. Beberapa hari yang lalu, mereka memang sempat berkomunikasi lewat pesan singkat. Namun Panji hanya menanyakan kesediaannya jika ia datang ke rumah. Tetapi sungguh, Riri tidak paham karena ternyata inilah yang dimaksud oleh pria itu. Jangankan bertanya bagaimana perasaannya atau kesiapannya untuk menikah lagi setelah bercerai dengan Ilham—dekat saja—rasanya tidak pernah. Dia ma

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 33

    Tidak ada gairah hari ini, yang dilakukan Riri hanyalah menangis, menangis dan menangis setelah suaminya itu benar-benar pergi dari rumah. Berkali-kali dia menyadarkan dirinya agar tidak terlalu berlebihan menyikapi sejumlah permasalahan yang sedang ia hadapi. Namun berkali-kali juga kenangan indah terbayang di pikirannya. Tidak mudah baginya menghapus semua kenangan yang biasa ia lakukan bersama selama enam tahun belakangan ini bersama Ilham. Di sini, di tempat ini.Bagaimana mungkin seorang Ilham yang ia kenal begitu lembutnya mencintai dirinya tega berbuat demikian? Riri sama sekali tidak menyangka.Betapa awal pertemuan mereka sangat indah. Bekerja sambil menjalin cinta. Pulang pergi berboncengan bersama. Tak lama kemudian menikah, bulan madu, pindah rumah sendiri, lewat satu bulan setelanya ia langsung hamil Fadly. Mereka merasakan kebahagiaan luar biasa saat pertama kali menjadi orang tua. Selang beberapa tahun kemudian, mereka kembali di anugerahi seorang anak laki-laki lag

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 32

    (Dobel upini lho...🥰🌺🤭)‘Lihatlah, Mas. Anak-anak kita yang jadi korban keegoisanmu sekarang, apa kamu nggak kasihan sama mereka?’Riri cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya, sebelum Ilham bertambah marah dan membuat anaknya menjadi semakin takut. “Kita langsung makan saja, ya, Nak. Nanti habis itu, bobo siang sama Adek di rumah Nini, Okay?”Fadly mengangguk, anak itu tak membantah sama sekali perintah ibunya. Tapi dalam hati ia telah menyimpan benci kepada ayahnya karena pria itu telah memperlakukan wanita yang dicintainya dengan cara tidak baik. “Bu, Fadly sama Fadlan di sini dulu, ya. Aku masih ada urusan,” kata Riri setelah ia berada di rumah Ibu Saida.“Iya, nggak papa, Nak. Toh, di sini juga ada Mbakmu yang jagain mereka,” jawab Ibu Saida tersenyum. Sebagai seorang ibu sekaligus orang yang rumahnya paling dekat, beliau paham apa yang sedang terjadi dengan rumah tangga putrinya. Namun, beliau enggan mengikut campuri hubungan mereka. Sebab, mereka sudah sama-sama dewasa dan t

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 31

    Mati-matian Riri menahan sebak di dadanya. Dalam keadaan demikian, wajah anak-anaknya membayang di pikiran, bagaimana nasib mereka nanti dan dengan cara apa Riri menjelaskannya?Ah, Ya Tuhan... seperti inikah Mas Ilham sebenarnya yang dia cintai selama ini?“Bukankah kamu tahu, Mas Ilham sudah beristri?” tanya Riri setelah dapat menguasai dirinya lagi.Perempuan yang bernama Lira itu mengangguk. “Maaf, Mbak... tapi hanya laki-laki seperti Mas Ilham yang dapat menerima sepenuhnya keadaanku. Kasihanilah aku, aku bukan wanita sempurna sepertimu yang bisa memiliki anak. Kelak, jika aku tidak menikah dengan Mas Ilham, aku akan hidup sendiri dan terlunta-lunta sampai tua.”“Apa pun alasannya, ini tidak bisa dibenarkan. Tidakkah kamu pikirkan perasaanku?” Riri bertanya dengan nada menyentak. “Apa kamu sadar, perbuatanmu ini tercela. Kamu merebut suami orang. Kamu bahagia di atas penderitaan orang lain. Coba kita ganti posisi. Aku yakin kamu nggak akan bisa berbicara seperti ini sekarang.”“A

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 30

    “Ri, maaf, Ri... iya, aku salah aku tadi terlalu keras ke kamu. Buka pintunya, Sayang.” ‘Aku nggak peduli, Mas. Aku nggak peduli.’Riri kembali mematikan ponselnya dan menyembunyikannya di tempat yang paling susah dijangkau. Wanita itu duduk di ranjang, menghela napasnya dalam dan berusaha tenang meski tangis tetap tidak bisa ia cegah mencuat keluar dari tempat persembunyiannya. ‘Hancur sudah mimpi-mimpi yang pernah kita bangun, Mas. Aku sangat paham bahwa kamu ingin hidup lebih baik dari sebelumnya, agar tidak ada lagi yang menghina keluarga kita. Tapi cara yang kamu gunakan salah, karena kamu justru menghancurkan rumah tangga ini. Kamu telah menodainya.Aku percaya setiap pernikahan pasti akan di uji—seperti pernikahanku sekarang. Aku sempat mengira ujian ini sudah hampir selesai karena aku lihat saudaraku, Mbak Nur Lela sudah mulai berubah. Tapi masalah lain ternyata datang dari kamu.‘Tuhan... biarkan aku tidur dulu sejenak untuk menenangkan pikiran.’Riri merebahkan diri ke ran

  • Sukses Setelah Dihina   Bab 29

    “Mumpung aku lagi libur, aku mau main ke rumah Mama. Kamu mau ikut apa nggak?” ucap Ilham begitu Nur Lela pergi dari rumah. “Aku mau menginap di sana dua hari, kasihan mereka sudah lama nggak di tengok.”“Aku kan, sudah bilang tadi. Aku lagi banyak pesanan, Mas,” jawab Riri begitu sabar walau masih sangat dongkol dengan pria ini. Dia pun heran: ‘Kenapa sih, hampir semua orang di sekelilingku jadi toxic?’ Ilham kembali berujar, “Apa kamu nggak mau mengunjungi mertuamu? Sudah lama kita nggak ke sana.”“Yang pasti pengin, tapi bukan sekarang. Lagi pula besok anak-anak juga harus sekolah lagi, harus ngaji juga. Kasihan kalau sampai libur dua hari, nanti bisa ketinggalan pelajaran. Kalau memang Mas Ilham mau mengajak kami menginap boleh, tapi nanti kalau ada libur panjang,” jelas Riri dengan uraian panjang. “Ya sudah kalau begitu, aku juga nggak mungkin memaksamu. Tolong siapkan pakaianku, ya. Bawakan baju santai dua setel, baju formalnya satu setel saja,” titah Ilham yang diangguki oleh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status