Share

Chapter 5 : Shock

   Dastan memandang ke luar jendela. Pikiran pria itu melayang. Ia kembali terpikir tentang wanita misterius yang ia temui di tepi sungai pagi ini.

   Wanita itu terlihat sangat aneh. Ia mengenakan pakaian yang tidak pernah Dastan lihat di tempat manapun. Penampilannya juga sangat berbeda dengan wanita-wanita yang pernah ia temui sebelumnya. Seperti wanita itu datang dari dunia yang berbeda dengannya. Namun, anehnya ia dapat mengerti apapun yang diucapkan wanita itu. Tidak ada yang salah baik dari bahasa maupun logatnya.

   Cansu? Bukankah itu adalah namanya? Ia mengucapkan sesuatu yang membuat Dastan terkejut. Ia mengucapkan sesuatu yang berkaitan dengan Gandhi. Seorang pria yang sudah menghilang sejak 2 bulan lamanya dan Cansu mengatakan baru bertemu dengan Gandhi kemarin? Itu adalah yang mustahil. Bahkan Dastan telah mengerahkan seluruh mata-mata terbaiknya untuk mencari keberadaan pria itu.

   Dastan menghela napasnya pelan. Ia mendudukkan dirinya di atas sebuah sofa tunggal yang berada di kamarnya. Pria itu menatap langit-langit kamar yang bewarna coklat tua.

   "Apa dia berkata yang sebenarnya tentang Gandhi? Atau itu hanyalah sebuah tipuan belaka agar aku tidak menghukumnya? Lalu, jika itu hanya tipuan, bagaimana bisa kalung itu berada padanya?"tanya Dastan frustasi. 

   Pria tampan itu terus saja memikirkan tentang teka-teki yang berkaitan dengan Cansu, Gandhi dan kalung misterius itu. Ia merasa ada sebuah benang merah yang menghubungkan antara ketiganya. Namun, apapun itu pria itu masih tidak mengetahuinya.

   Dastan bangkit dari duduknya. Ia lalu berjalan mendekati meja yang di atasnya tersusun berbagai macam alat tulis. Ia lalu mengambil sehelai kertas lalu mulai menulis sesuatu di atasnya. Setelah selesai, pria itu memberikan stempel kerajaan pada bagian akhir surat lalu memanggil salah satu prajurit kepercayaannya.

   "Antarkan ini pada alamat yang telah tertera. Aku ingin surat ini sampai di tempatnya sesegera mungkin. Dan ingat, jangan sampai ada yang melihatmu kecuali sang penerima surat. Jika kau menemukan sesuatu yang menurutmu janggal di sana, segera kabari aku."perintah Dastan.

   "Baik, sultan. Perintah anda akan saya laksanakan."ucap prajurit itu lalu pergi menghilang di balik pintu.

    Dastan menatap kepergian prajurit kepercayaannya bahkan hingga pintu kamarnya tertutup sempurna. Pria itu terus saja mematung di tempat dengan segala pemikirannya. 

   "Cansu, siapa kau sebenarnya?"

***

   Cansu tengah mondar-mandir di kamar yang telah di siapkan oleh Dastan untuknya. Wajah wanita itu terlihat sangat shock. Beribu pertanyaan membanjiri pikirannya.

   "Dastan? Sultan? Sultan Dastan? Dia sultan Dastan? Itu tidak mungkin! Itu tidak mungkin!"ucap Cansu berulang kali. 

   Wanita itu mencoba untuk mengerti situasi janggal yang tengah ia alami saat ini. Situasi di mana semuanya terlihat aneh sekaligus mustahil. Semuanya tidak dapat diterima begitu saja di kepala Cansu. Membuat wanita itu pusing setengah mati.

   "Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apa pria itu berbohong kepadaku dengan mengatakan bahwa dirinya adalah sultan Dastan? Sultan yang telah meninggal ribuan tahun yang lalu? Itu benar-benar mustahil. Pria itu pasti menipuku, pasti."ucap Cansu.

   "Tapi, apa yang ia dapatkan dengan menipuku? Orang-orang di sekitarnya juga memanggilnya sultan. Ah aku benar-benar bisa menjadi gila. Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Aku harus cepat-cepat bertemu dengan Gandhi agar bisa mendapatkan penjelasannya mengenai semua hal yang membingungkan ini."

   Pintu kamar Cansu tiba-tiba di ketuk dari luar sehingga membuat wanita itu sedikit terkejut. Ia menerka-nerka siapa yang berada di balik pintu tersebut. Apa mungkin Sultan telah berubah pikiran dan menyuruh prajuritnya untuk menghukum mati Cansu? Atau itu adalah Gandhi yang tiba-tiba muncul setelah ia susah payah mencari keberadaan pria itu.

   Cansu meneguk salivanya. Ia mulai melangkahkan kakinya pelan mendekati pintu. Perlahan namun pasti, wanita itu membaranikan diri untuk membuka pintu bewarna coklat gelap tersebut.

   "Siapa kalian?"tanya Cansu bingung. Karena, orang yang muncul di balik pintu bukanlah orang yang seperti tebakan wanita itu sebelumnya.

   Di hadapan Cansu saat ini, berdiri tiga orang wanita. Dua orang wanita terlihat sebaya dengannya. Sementara satu orang wanita lainnya, terlihat sudah memasuki usia 50 tahun atau lebih.

   "Selamat siang, Nona. Kami datang atas perintah Sultan. Beliau memerintahkan kami untuk membantu anda membersihkan diri anda dan mengganti pakaian yang Nona kenakan."jelas wanita paruh baya itu seperti mengerti kebingungan di wajah Cansu.

   Cansu memandang ketiga wanita itu dengan seksama. Seorang wanita dengan rambutnya yang bewarna kuning tampak memegang sebuah kotak kayu berukuran lumayan besar yang tidak Cansu ketahui apa isinya. Seorang wanita lain dengan rambutnya yang bewarna kecoklatan, tampak membawa beberapa helai gaun mewah beraneka warna yang Cansu yakini akan sangat berat ketika dipakai. Dan si wanita paruh baya sendiri, tidak membawa apapun. Ia hanya datang membawa tubuh dan senyumannya yang kalau bisa jujur, tidak terlalu Cansu perlukan.

   "Apa itu?"tanya Cansu penasaran pada si wanita berambut kuning.

   "Ini adalah kotak yang berisi riasan, parfum dan aksesoris yang diberikan sultan untuk Nona. Di dalamnya juga ada sabun dan peralatan mandi lainnya yang tentunya juga untuk Nona."jawab Wanita itu. Ia membuka tutup kotak kayu bewarna merah itu lalu menunjukkannya pada Cansu.

   Cansu memandang ketiga wanita itu tidak mengerti. "untukku? Semua itu untukku? Kenapa pria itu memberikannya padaku?"tanya wanita itu bingung.

   "Kami tidak tahu alasan kenapa sultan memberikan semuanya kepada anda. Kami hanya diperintahkan untuk membantu anda membersihkan diri dan bertukar pakaian. Kami harap, Nona mengizinkan kami melakukannya."jawab si wanita paruh baya.

   Cansu menganggukkan kepalanya . Entah mengapa, wanita itu lagi-lagi merasa ada sesuatu yang janggal. Apakah ini sebuah tipuan baru yang diberikan sang sultan untuk dirinya? Cansu harap hal itu tidak benar adanya.

   Tiba-tiba Cansu teringat kepada Dastan dan segala kejadian anehnya. Ia lalu memanggil si wanita paruh baya dan bertanya kepadanya selagi kedua wanita lain menyiapkan air mandi untuk Cansu.

   "Aku ingin menanyakan satu hal."ucap Cansu. Si wanita paruh baya menganggukkan kepalanya sebagai tanda ia setuju untuk menjawab pertanyaan Cansu.

   "Tahun berapa sekarang?"tanya Cansu.

   Wanita itu memandang Cansu bingung. Namun, ia tetap menjawab apa yang ditanyakan oleh wanita itu. "Sekarang adalah tahun 1389."

    Mata Cansu seketika terbelalak. Lututnya terasa lemas hingga membuat wanita itu nyaris jatuh jika saja si wanita paruh baya tidak menangkapnya. Ia kemudian di baqa duduk di tepi ranjangnya.

   "Kau berkata yang sejujurnya?"tanya Cansu yang terlihat masih sangat shock. Si wanita paruh baya itu mengangguk. Cansu terus mengamati ekspresi wajahnya untuk memastikan apakah wanita itu sedang berbohong atau tidak. Namun, ternyata yang Cansu lihat hanyalah tatapan polos dari wanita paruh baya itu.

   "Lalu, Dastan. Maksutku, Sultan Dastan, apa nama lengkapnya itu adalah Sultan Dastan Kazeem? Raja ke-4 dari kerajaan Farabi? Putra tunggal raja Fahreezan III?"tanya Cansu bertubu-tubi.

   Meski tampak begitu kebingungan, wanita paruh baya itu tetap menjawab pertanyaan yang diajukan Cansu. "Benar, Nona. Semua yang Nona tanyakan itu adalah kebenarannya."

   "Kau tidak berbohong, bukan?"tanya Cansu sekali lagi.

   Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nona. Saya mengatakan kebenarannya."

   Cansu benar-benar shock. Mata wanita itu membulat dengan sempurna. Ia menatap tak percaya pada wanita paruh baya yang sejak tadi menjawab semua pertanyaannya.

   "Itu mustahil. Dia tidak mungkin Dastan. Itu adalah hal yang mustahil."ucap Cansu yang masih tampak tidak percaya.

   "Kenapa mustahil? Kenapa mustahil jika aku adalah sultan Dastan Kazeem?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status