**PROLOG**
"Paket!!!" teriak seseorang dari luar rumah.
Ran menatap Kinan dan Sunny bergantian karena bingung.
"Samperin dulu, siapa tahu orang tanya alamat," ujar Kinan yang mengetahui isi otak Ran.
Ran lantas bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Dari jendela nampak seorang pria mengenakan helm yang sedang mengetuk kaca. Lalu ia bergegas untuk membukakkan pintu rumahnya, memastikan tujuan pria itu.
"Benar ini rumah Kak Lorraine Estelle?" tanya Kang Paket dengan nada mengeja, karena kesulitan menyebutkan nama Ran.
"Benar, dengan saya sendiri, ada apa ya?"
"Ini Kak ada surat dari Venus," kata Kang Paket itu sembari menyodorkan sebuah amplop berwarna biru safir dengan perangko yang tertempel manis di sudut kanan amplop.
"Hah? Siapa?" ucap Ran dengan nada bergetar.
"Surat dari Venus, Kak," ujar pengantar paket itu, memperjelas kalimatnya.
Lidah Ran tercekat tatkala mendengar sebuah nama yang begitu akrab, hingga membuat jantungnya berdesir. Tidak ada kata yang dapat ia ucapkan. Bulir air mata yang mulai menggenangi matanya, mengaburkan pandangan.
Setelah lima tahun lamanya menghilang, nama yang begitu ia rindukan muncul lagi. Ia sampai bingung bagaimana merespon kedatangan yang mendadak itu.
"Ran ambil dong suratnya, kasian Kang Paketnya mau nganter ke orang juga," sahut Kinan yang seketika datang menghampiri Ran.
Kemudian pengantar surat itu pergi, setelah Kinan mengambilnya.
"Siapa Venus?' ujar Kinan.
Tanpa menjawab pertanyaan barusan, Ran mengambil alih surat itu lalu menuju ke sofa ruang tamu sembari membuka surat itu.
Bumi, 20 Februari 2022
Dear Ran,
Aku tahu, lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Semoga kamu masih mengingatku...
Ran bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih sering terbangun tiap tengah malam dan menangis? Maafkan aku karena tidak bisa berada disisimu.
Kamu masih menggunakan caraku untuk menangkal mimpi buruk bukan? Tulis mimpimu, lalu bakar di bawah sinar rembulan.
Saat ini aku baik – baik saja bersama keluargaku Ran. Aku berharap kita bisa bertemu di waktu yang tepat. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu.
Mulai hari ini, aku akan sering mengirim surat padamu. Balaslah surat ini, dan kirim ke alamat ini POBOX 1717 Sleman 55264.
Maafkan aku karena tidak bisa menjelaskan banyak hal disini.
Someone who miss you,
Venus
Bulir air mulai membasahi pipi Ran, kala kalimat terakhir pada surat itu telah ia baca. Sangat singkat, seperti gaya Venus jika mengirim surat.
"Ran?" ujar Kinan dan Sunny bersamaan menghampiri Ran.
***
“Ran!!! Cepet berangkat, nanti ketinggalan bus lagi!” teriak seorang wanita paruh baya sembari menggunakan celemek di tubuhnya. Wanita itu sudah berkepala lima, namun sosoknya masih terlihat bugar melihat dari gaya bicaranya yang lantang.
“Iya nek, sebentar... aku melupakan dasiku,” jawab Ran.
Ran memang gadis yang cukup ceroboh. Dia terlalu menyepelekan hal – hal kecil, dan itu sudah beberapa kali merusak harinya seperti kasus dasi pagi ini. Semalam, nenek sudah mengingatkannya untuk segera menyiapkan perlengkapan sekolah agar tidak ada yang kurang ketika pagi hari. Ia mendengarkan saran nenek, lalu menyiapkannya. Namun, ia melewatkan sesuatu, yaitu dasi masih ada di keranjang cucian kotor. Ia baru menyadarinya ketika tengah malam. Alhasil, ia harus mencuci dan menjemur dasi malam itu juga.
Lorraine Estelle adalah nama lengkap yang diberikan oleh ibu Ran dulu ketika ia lahir. Nama yang sangat sulit diucapkan bagi lidah Orang Jawa. Tidak sekali dua kali orang – orang salah menyebutkan namanya. Ia sendiri heran bagaimana bisa ibunya yang seorang gadis desa biasa, yang tidak pernah tau dunia luar, bisa memberikan nama itu.
Ran berumur tujuh belas tahun. Ia duduk di bangku kelas sebelas SMA semester dua, yang sebentar lagi akan ujian untuk kenaikan kelas. Begitu cepat waktu berlalu semenjak Ran diadopsi oleh Nenek Mariyati dari panti asuhan. Kira – kira lima tahun lalu saat dia akan menduduki bangku SMP.
Ran adalah gadis yang memiliki tinggi sekitar 168 cm, dengan berat badan 56 kg. Tubuh yang ideal dan idaman bagi para gadis. Ia memiliki mata bulat berwarna hitam legam yang dihiasi dengan bulu mata lentik. Rambutnya hitam lurus sepanjang bahu. Kulitnya berwarna kuning langsat, bersih.
Ran memang tidak memiliki kecantikan yang trendi pada masa sekarang, seperti badan putih dan menggunakan lensa mata. Ia cukup sederhana, namun tetap berpenampilan rapi dan enak dipandang.
Nenek Mariyati adalah seorang janda tua yang kehilangan suami sekaligus anaknya pada kecelakaan maut tahun 2013. Tepat setahun sebelum bertemu dengan Ran. Kecelakaan itu terjadi saat suami dan putri semata wayangnya sedang mengantarkan pesanan ke pembeli yang lokasinya juga tidak terlalu jauh, dari rumah makan mereka.
Sebelum kecelakaan itu terjadi, ternyata ada seorang anak kecil yang menyeberang jalan dengan tiba – tiba, membuat suaminya terkejut. Karena berusaha menghindar agar tidak menabarak anak kecil itu, suami dan putrinya menabrak truk barang yang melintas berlawanan, hingga menewaskan keduanya.
Kejadian tragis tersebut membuat Nenek Mariyati sampai masuk rumah sakit jiwa akibat serangan panik. Dan, pertemuan dengan Ran adalah obat terbaik yang membuat Nenek Mariyati menemukan alasan hidupnya kembali.
Pertemuan mereka cukup unik dan tidak disengaja. Terjadi sekitar enam bulan setelah Nenek Mariyati masuk rumah sakit jiwa.
**Flashback On
Nenek Mariyati sedang jalan – jalan bersama perawatnya ke luar untuk menghirup udara sore. Di sebelah rumah sakit, terdapat sebuah taman yang ramai dikunjungi penduduk sekitar, terutama anak kecil karena ada wahana bermain disana.
Seketika Nenek Mariyati mendengar suara biola, yang begitu indah hingga mmebuatnya teringat akan almarhum putri semata wayangnya. Lantas ia bangkit dari kursi rodanya, dan kabur. Terjadi adegan kejar-kejaran bersama perawat, hingga mereka kewalahan, karena energinya tak kunjung habis.
Ketika mengikuti suara asal suara biola itu, Nenek Mariyati mendapati gadis kecil yang cantik dengan topi rajut merah sedang bermain biola di bawah pohon. Gadis itu dikerumuni banyak orang yang terhanyut juga dalam permainan biolanya. Gadis itu adalah Ran.
Nenek Mariyati langsung berlari dan memeluk Ran, lalu berteriak, “Putriku yang cantik, aku merindukanmu.”
Permainan biola pun terhenti. Orang-orang yang tadinya berkerumun, menjadi panik dan pergi dari tempat itu karena melihat baju yang Nenek Mariyati pakai. Yaitu baju pasien rumah sakit jiwa.
Tak lama setelah itu, perawat rumah sakit berhasil menemukan Nenek Mariyati dan memberinya suntikan hingga tak sadarkan diri. Ran tidak tampak ketakutan, namun merasa kasihan. Hingga akhirnya ia meminta izin pada para perawat yang membawa Nenek Mariyati untuk ikut ke rumah sakit.
Sejak saat itu, Ran sering memainkan biola untuk Nenek Mariyati, ketika mendengar kisah wanita paruh baya itu. Kehadiran Ran cukup membantu selama proses pengobatan berlangsung.
Satu persatu memori muncul dalam ingatan Nenek Mariyati, sampai ia menyadari bahwa Ran bukan putrinya. Ran dan putrinya terlalu banyak perbedaan. Ran mampu berdiri dengan baik dan memiliki kondisi yang utuh. Sedangkan putrinya tidak bisa menggunakan kaki dengan baik dan hanya duduk di kursi roda, akibat penyakit disabilitas intelektual yang merusak jaringan otot kaki. Meskipun ia sadar Ran bukan putrinya, ia terlanjur menyayangi Ran, dan berkehendak untuk mengadopsi gadis itu.
Prosedur adopsi tidak begitu saja dengan mudah dilakukan, memperhitungkan kondisi Nenek Mariyati saat itu. Salah satu syarat mengadopsi anak adalah mampu; mampu menafkahi, mampu memberi kasih sayang, dan mampu secara mental. Jadi, Nenek Mariyati berniat untuk memperjuangkan kesembuhannya terlebih dahulu agar layak di mata hukum untuk menjadi wali dari Ran.
**Flashback Off
Setelah selesai dengan persiapan dasinya, Ran keluar dari kamar dan memakai sepatu. Ketika ia hendak berpamitan pada Nenek Mariyati, wanita paruh baya itu sudah tidak ada di rumah. Untungnya Ran tahu dimana pada pukul itu neneknya berada.
Ran berjalan menuju rumah makan yang berada tepat di samping rumahnya. Sebuah bisnis yang dulu pernah Nenek Mariyati tekuni bersama mendiang suaminya.
Sekalipun rumah makan itu tidak semewah rumah makan kebanyakan, ternyata nama Nenek Mariyati sudah banyak dikenal orang karena cita rasa masakannya. Secara tidak langsung, hal itu menjadi branding dari usahanya. Bahkan, Nenek Mariyati sudah menerima banyak pesanan cathering dari acara tasyakuran, sampai pernikahan. Kini, hasil dari jerih payah itu digunakan untuk merenovasi rumah serta pendidikan Ran. Tak lupa, setiap dua bulan sekali, Ran dan Nenek Mariyati memberi bantuan ke panti asuhan yang dulu merupakan tempat tinggal Ran.
Ran tersenyum ketika melihat semua bangku penuh dengan pengunjung. Nenek Mariyati bersama Mbok Darmi juga terlihat sibuk kesana kemari untuk melayani pengunjung. Ia bangga terhadap Nenek Mariyati dan merasa bersyukur karena beliau mau membantunya keluar dari panti asuhan serta bertanggung jawab atas hidupnya. Ia tidak tahu apakah akan ada orang yang sudi mengadopsinya, jika Nenek Mariyati tidak datang.
“Nek, Ran berangkat dulu!” ujar Ran dengan suara yang sedikit lantang.
Nenek yang mendengar itu bergegas menghampiri Ran dan menepuk bahunya, “Kamu tuh ada banyak pengunjung malah teriak – teriak,” katanya.
Ran menyengir menampilkan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi, lalu ia membalas, “Maaf Nek, aku melihat nenek sibuk hihi.”
“Yaudah sana berangkat, hati – hati di jalan, ini ada uang saku dipakai buat makan siang ya.”
Ran meraih tangan nenek dan mengecupnya. “Aduh nek, uang yang kemarin masih ada kok,” ujarnya.
“Udah... nenek sibuk, kamu lekaslah berangkat,” balas Nenek Mariyati sembari memasukan uang lima puluh ribu ke dalam saku rok sekolah Ran, dan berlalu meninggalkan Ran untuk melanjutkan pekerjaannya.
***
Ran turun dari bus tepat di depan sekolah. Jantungnya berdegup kencang, ketika mendapati gerbang sekolah yang mulai ditutup oleh satpam. Namun, siswa yang bergerombol dan berdesakan masuk, mengakibatkan gerbang susah ditutup. Ran diam sejenak untuk mencari cara agar bisa menembus gerombolan itu. Kemudian Ran berlari menuju gerbang, dengan pikiran bisa membuat gerombolan siswa itu tumbang. Naasnya, Ran terjatuh akibat menginjak tali sepatunya sendiri, hingga lututnya berdarah. Namun Ran tidak ada waktu untuk meratapi rasa perih di lututnya, dan langsung bangkit untuk menerjang gerombolan itu. Perkiraannya salah, ia malah terjebak diantara gerombolan itu. Bau keringat langsung menyengat hidungnya, tidak tertahankan lagi. Ran berjongkok untuk mencari jalan di sela – sela kaki para siswa yang juga terlambat itu. Ia merangkak, tidak memperdulikan lututnya yang sakit karena terkena kerikil. Tujuannya hanyalah bisa lolos dari gerbang itu, sebelum guru BK dar
Aksa berbelok ke koridor menuju tempat fasilitas sekolah berada. Seperti perpustakaan, lab komputer, lab sains, green house, dan UKS. Tempat populer yang selalu ramai dikunjungi kebanyakan murid disana. Selain dekat dengan kantin sekolah, area itu banyak ditumbuhi pepohonan rindang dan sebuah taman kecil yang terdapat beragam jenis bunga di wilayah tropis, hingga menghadirkan suasana sejuk. Ran berjalan mengekor di belakang Aksa, sembari mengamati bunga-bunga itu. Meskipun bukan pertama kali ia melihatnya, pesona yang dikeluarkan oleh bunga-bunga itu tidak pernah membuat bosan. Terlebih lagi ia juga seorang penikmat bunga. Kondisi UKS sekolah kosong, dan tidak ada guru piket yang biasanya menjaga ketika jam pelajaran berlangsung. Ketika Ran melangkah masuk ke dalam UKS, langsung tercium bau karbol yang menyengat penciumannya. Karbol sendiri adalah pembersih non detergen yang mengandung disenfektan. Cairan ini hampir mirip dengan sabun pembersih lantai, namun
Ran duduk di bangkunya dengan lemas, setelah membagikan soal dan mengumumkan pesan Pak Aksa.Kinan yang sejak tadi khawatir pada Ran ketika mendapati gadis itu lantas bertanya, “Pagi ini kasusnya apalagi? Sepatu hilang sebelah? Buku ketinggalan? Atau kaos kaki lupa dicuci? Itu lukamu kenapa?”Kinanthi Anggun Kertajasa. Gadis bermata sipit dan lesung pipi yang populer dikalangan anak laki – laki. Tubuhnya mungil semampai, berambut ikal sebahu. Ia memiliki kulit berwarna putih gading. Ia berdarah campuran chinese dari ibunya, dan manado dari ayahnya.Ran dan Kinan bertemu ketika masa orientasi siswa berlangsung. Mereka ada dalam satu kelompok saat tengah menyiapkan pensi. Ketika berbicang, mereka ada beberapa kesamaan yang membuat mereka nyaman satu sama lain. Hubungan mereka mangalir begitu saja, hingga akhirnya mereka berada dalam satu kelas yang membuat mereka semakin dekat.Ada satu gadis lagi yang juga berteman dengan mereka. Gadis it
BRAK!“Lemah! Bangun gak lu!” bentak Grace, setelah mendorong sesorang gadis yang kini badannya basah kuyup karena terjerembab ke dalam genangan air.Grace adalah seorang siswi kelas sebelas. Dilihat dari seragamnya, Grace satu sekolah dengan Ran. Ia memiliki rambut panjang yang digelung ke atas dengan jedai. Seragamnya terlihat acak – acakan. Ia menggunakan sepatu berwarna, khas anak pemberontak dari kalangan elit.Grace tidak sendrian karena di belakangnya ada lima orang yang merupakan anggota gengnya. Terdiri dari tiga cowok dan dua cewek.Gadis pendek sedikit gendut yang menggunakan bandana sebagai hiasan rambut, bernama Jessica. Pria dengan tinggi kira – kira 175 cm mengenakan kaos hitam dipadukan bawahan seragam sekolah, dan berambut keriting bernama Edo.Di sebelah Edo, berdiri Anton yang masih berseragam rapi. Anton memiliki tinggi yang sama dengan Edo.Terakhir adalah Ben. Pria yang mengenakan seragam dengan kancing terbuka, dipadukan kaos putih polos
Ran berdiri di depan papan tulis untuk menerima pengumpulan tugas dari teman – temannya, seperti pesan si pemberi tugas, yaitu Pak Aksa. Beruntung kelasnya bisa diajak kerjasama dan rata – rata semua sudah menyelesaikan tugas itu tepat waktu. Jadi ia tidak harus keliling kelas menagih satu persatu, seperti bendahara kelas ketika meminta pembayaran kas.Kinan yang sudah mengumpulkan lebih dulu karena duduk di sebelah Ran, langsung pulang. Biasanya ia akan pulang bersama Ran dan Sunny, namun sopirnya menjemput lebih awal dikarenakan ada acara keluarga.“Ran hari ini pulang sama siapa?” tanya Adit, petugas piket yang tengah memegang penghapus papan tulis yang tiba - tiba menghampiri Ran.Ran menegakkan badannya sembari merapikan tumpukan tugas yang ia bawa. Lalu ia menatap kearah Adit. “Seperti biasa sama Sunny, kenapa Dit?” tanyanya.“Kalo kamu mau menungguku, mau pulang bareng?”Ran menengok ke a
Matahari mulai kehilangan kegagahannya dibalik mendung. Hari yang seharusnya diakhiri dengan keindahan senja, menjadi gelap gulita. Senja yang biasa menghangatkatkan hati para manusia, setelah seharian bergulat dengan kesibukannya. Para manusia yang pada pukul itu selalu memenuhi trotoar atau jalan raya menggunakan kendaraannya untuk pulang ke rumah. Seperti pelajar, buruh pabrik, pekerja kantoran, pedagang dan manusia dengan profesi lainnya.Di pertigaan jalan lampu lintas, berbaris rapi kendaraan bermesin seperti motor, mobil dan angkutan umum. Lampu – lampu kota yang berdiri dengan kokoh di pinggir jalan, mulai memancarkan sinarnya untuk menerangi kegelapan, menggantikan matahari. Seorang pengamen dengan alat musik biola terlihat menghampiri satu persatu kendaraan sembari memainkannya, berharap diberi imbalan. Beberepa orang yang berempati padanya, akan memberi sejumlah uang. Namun tidak sedikit juga orang yang acuh tak acuh padanya.Gadis bertopi merah dengan
“Ran ayo turun bentar, aku mau cari sesuatu,” katanya sembari keluar dari mobil.Ran keluar dari mobil itu sembari menggendong biola dan tas ranselnya. Kemudian, ia berjalan mengikuti Raka memasuki swalayan. Ia ingat tempat itu. Dulu ibunya pernah mengajaknya mengunjungi tempat itu, untuk membeli bahan – bahan makanan. Kala itu, ibunya mendapat banyak bonus dari pelanggan karena idul fitri. Lebaran yang dirayakan oleh umat islam setahun sekali, tiap usai puasa ramadhan. Ini kedua kalinya ia mengunjungi tempat itu.Ran menyaksikan keramaian swalayan dengan kagum. Rata – rata pengunjung adalah sepasang pasutri yang memiliki seorang anak. Anak – anak dari para pasutri itu pun terlihat bahagia menghampiri tempat mainan dan snack. Dan, orang tua mereka tidak keberatan ketika anaknya meminta salah satu barang dari sana. Ia berhenti melihat pantulan diri sendiri di cermin, yang berada di bagian peralatan rumah tangga. Penampilan lusuh da
“Ibu!!!” teriak Ran di depan pintu rumah.Seketika, pintu yang tertutup itu terbuka, memunculkan sosok seorang wanita berumur tiga puluh tahun yang wajahnya terlihat letih.“Ini semua, apa Ran?” tanya wanita itu yang terkejut melihat tas belanjaan tergeletak di tanah.“Aku akan ceritakan nanti Bu, ayo bantu aku memasukkan barang – barang ini ke dalam, segera sembunyikan sebelum Ayah datang.”Kemudian, dua perempuan itu saling bekerja sama untuk menyimpan barang di area yang sulit dijangkau. Namun ketika mereka menemukan frozen food, mereka bingung akan diletakkan dimana. Mereka tidak punya lemari pendingin, dan frozen food adalah jenis makanan yang cepat basi jika tidak diletakkan di suhu dingin.“Sepertinya kita harus menjual ini sebagian Ran, uanngnya kita tabung. Daripada basi disimpan lama – lama. Kalo dititipkan di tetangga, tidak enak,” ujar Ibunya memberi saran.Ran menganggu