Share

BAB 2 - Terjebak Oleh Pesona

Ran turun dari bus tepat di depan sekolah. Jantungnya berdegup kencang, ketika mendapati gerbang sekolah yang mulai ditutup oleh satpam. Namun, siswa yang bergerombol dan berdesakan masuk, mengakibatkan gerbang susah ditutup.

Ran diam sejenak untuk mencari cara agar bisa menembus gerombolan itu.

Kemudian Ran berlari menuju gerbang, dengan pikiran bisa membuat gerombolan siswa itu tumbang. Naasnya, Ran terjatuh akibat menginjak tali sepatunya sendiri, hingga lututnya berdarah. Namun Ran tidak ada waktu untuk meratapi rasa perih di lututnya, dan langsung bangkit untuk menerjang gerombolan itu.

Perkiraannya salah, ia malah terjebak diantara gerombolan itu. Bau keringat langsung menyengat hidungnya, tidak tertahankan lagi.

Ran berjongkok untuk mencari jalan di sela – sela kaki para siswa yang juga terlambat itu. Ia merangkak, tidak memperdulikan lututnya yang sakit karena terkena kerikil. Tujuannya hanyalah bisa lolos dari gerbang itu, sebelum guru BK darang.

Setelah berhasil menembus gerombolan itu, Ran mengehmbuskan napas lega sembari merapikan seragamnya.

“Uwek!!! Gak enak banget baunya,” tukasnya kesal ketika sisa-sia bau keringat yang tercium dari seragamnya.

Seketika ia tersentak ketika mendapati seorang guru BK yang melirik kearahnya, bersamaan dengan suara bel yang dibunyikan.

Mati aku, batin Ran.

Peraturannya, jika bel sudah dibunyikan, tidak boleh ada siswa yang masih berkeliaran di area sekolah, karena doa pagi bersama di kelas dilaksanakan tepat setelah bel berbunyi. Bagi siswa yang tertangkap masih di luar kelas, akan dihukum bersama siswa yang terlambat.

Hukumannya pun cukup menguras jam pertama pelajaran. Akan dibagi beberapa kelompok untuk membersihkan area sekolah seperti kebun, kamar mandi, halaman sekolah, dan green house yang jumlahnya ada 3. Belum lagi hukuman dari guru yang mengajar di kelas. Mereka yang tidak beruntung, dan mendapatkan guru disiplin akan mengerjakan tugas tambahan di rumah seperti mengerjakan soal – soal atau merangkum buku, dengan deadline keesokan harinya.

Tidak banyak juga siswa yang kabur, atau memilih membolos demi menghindari hukuman-hukuman itu.

Ran mencoba mencari tempat sembunyi untuk menghindari ketiga guru BK itu. Namun setelah memperhitungkan jarak kamar mandi dengan posisinya sekarang, ia lemas.

Siapa sih yang membangun lapangan sekolah selebar itu, rutuknya dalam hati.

Dalam keputusasaannya, Ran mulai merasakan perih pada lututnya. Lalu ia menunduk untuk memastikan seberapa parah luka yang ia dapatkan tadi. Tidak seperti yang ia bayangkan, luka di lututnya sangat besar. Bahkan darah masih mengucur meskipun waktu telah berlalu lama, dari ia mendapatkan luka itu.

Ran menarik napas panjang, siap dihukum.

Namun, kedua matanya l berbinar ketika menangkap sosok seorang guru yang ia yakini dapat membantunya. Aksa, guru sejarah yang juga wali kelasnya dan hari itu beliau mengajar di kelasnya.

Aksa yang sedang berjalan santai tersentak mendapati kehadiran Ran. Gadis itu mengedipkan mata beberapa kali padanya, seperti memberi isyarat. Ia sebenarnya sudah tidak terkejut lagi dengan tingkah salah satu muridnya itu. Begitu ceroboh dan tidak disiplin. Beberapa kali juga ia mendapat teguran dari guru BK untuk mengingatkan Ran agar berangkat lebih pagi lagi.

“Pak, tolong bantu saya kali ini,” kata Ran dengan wajah memelas.

Aksa melirik kearah rekan kerjanya yang sedang mendisiplinkan para murid di gerbang, kemudian beralih menatap Ran. Ia tersenyum.

Melihat senyuman gurunya itu, Ran merasa seperti disengat lebah dan membuatnya tidak dapat menggerakkan tubuh. Jantungnya yang tadinya mulai tenang karena berhasil lolos dari desakan di gerbang, kini kembali berdesir dengan cepat. Namun, ada rasa hangat yang menggilitik, berbeda dari degup jantung ketika panik. Mungkin terdengar kurang ajar, namun Ran tidak bisa menyangkal bahwa senyuman Aksa sungguh menawan.

Aksa memiliki postur tubuh yang tinggi dan atletis. Garis rahangnya yang tajam membuat sosoknya terlihat maskulin. Ditambah dengan alis tebal dan mata elangnya yang mampu menyihir para wanita. Aksa merupakan guru termuda di sekolah itu. Selain paras rupawannya, ia adalah seseorang yang sangat genius. Di umurnya yang masih dua puluh tiga tahun ia berhasil menyelesaikan studi S3 nya.

Aksa adalah seseorang yang pandai dalam banyak hal, tidak hanya mengusai satu bidang saja. Sains, matematika, filsafat, astronomi, olahraga dan seni semua ia tampung di kepalanya. Dan yang menjadi pertanyaan besar bagi sebagian penghuni sekolah adalah kenapa Aksa lebih memilih untuk mengajar di sekolah biasa. Padahal, ia sering ditawari untuk mengajar di sekolah negeri dan sekolah swasta yang lebih baik daripada sekolah saat ini tempat ia mengajar. Ia juga bisa menjadi dosen di salah satu universitas ternama Indonesia, dengan kemampuannya itu. Namun tidak pria itu lakukan.

Banyak orang yang berpikir, dalam tubuh Aksa mengalir darah seorang ningrat atau konglomerat, melihat pembawaannya yang elegan. Tutur kata, dan sikap sangat berbeda dari orang kebanyakan. Pemikiran Aksa selalu lebih maju daripada guru lain. Itu juga yang menyebabkannya banyak diidolakan. Tidak hanya dari kalangan siswi dan guru wanita, tetapi para siswa. Dan, dari banyaknya wanita yang mengagumi pria itu, belum diketahui kepada siapa Aksa melabuhkan hatinya.

“Ran, kenapa bengong? Pengen dihukum guru BK?” tanya Aksa, menyadarkan Ran dari lamunannya.

Ran memukul kepalanya dan merutuki diri sendiri karena bertindak konyol barusan. Gila kamu Ran, inget dia gurumu, batinnya.

“Kamu terlambat? Ayo ikut saya,” kata Pak Gatot.

“Maaf Pak, Ran tadi saya minta mengambil soal – soal ini di percetakan depan sekolah sehingga menyebabkannya terlambat masuk. Seharusnya Ran sudah ada di sekolah sejak lima belas menit lalu sebelum bel berbunyi,” sahut Aksa sembari menunjukan setumpuk kertas hvs yang berada dalam plastik, masih terlihat baru.

“Iya Pak, tadi antri percetakannya lama sekali, jadi saya terlambat deh masuk ke sekolah lagi,” kata Ran menambahi alibi guru itu.

Pak Gatot berdehem, “Hmmm yasudah kalo gitu, segera masuk kelas,” katanya.

“Pagi ini, jam pertama pelajaran Ran bersama saya Pak,” balas Aksa.

“Baiklah, saya permisi dulu Pak Aksa, selamat beraktivitas,” ujar Pak Gatot sembari meninggalkan Ran dan Aksa.

Ran menghembuskan napas lega. Badan yang beberapa saat lalu terasa kaku akibat gugup, menjadi lemas seolah beban berat telah terangkat dari bahunya.

Lalu ia menatap Aksa dan berkata, “Terimakasih Pak.”

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dito Adimia
ayo ikut mas aksa. ran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status