"Ran!"
Mendengar namanya dipanggil, Ran menoleh. Ternyata suara itu berasal dari Kinan yang berada di seberang jalan, sedang melambai kepadanya.
Ran tersenyum kepada Kinan sembari berjalan mendekat ke pinggir. Ia menengok kearah kanan dan kini untuk memastikan jalan kosong, tidak ada kendaraan yang lewat. Kemudian ia menyeberangi jalan itu menghampiri Kinan yang begitu bahagia melihatnya.
"Tumben berangkat pagi, Ran," ujar Kinan dengan nada mengejek sembari menyenggol lengan Ran.
Ran mencubit lengan Kinan dengan kesal. "Ihhh ngeselin!" tukasnya.
Kinan tertawa.
"Aku harus ke kelas Sunny dulu untuk mengantarkan surat ijin, jadi harus berangkat pagi," jawab Ran kemudian.
Kinan menghentikan langkahnya dan menatap Ran bingung. Ran yang menyadari Kinan tidak berjalan di sebelahnya, ikut menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.
Kinan mempercepat langkahnya menghampiri Ran, lalu berkata, "Apa yang terjadi?"
Ran men
Ran dan Kinan turun dari bus sembari bergandengan tangan. Tidak ada obrolan dari mereka berdua sampai tiba di rumah Ran. Pukul 07.00 tadi kepala sekolah memberi pengumuman resmi, setelah rapat diselesaikan dengan mufakat. Kegiatan belajar mengajar sementara akan dihentikan karena lingkungan sekolah masih berstatus TKP dan penyelidikan polisi. Jadi untuk melindungi tempat penyelidikan, sekolah ditutup sementara agar bukti yang ada tidak rusak. Selain itu, Pak Andi selaku satpam yang tewas di lokasi kejadian, belum ditemukan. Setelah pengumuman itu, seluruh siswa kembali pulang ke rumah. Beberapa menyambutnya dengan santai, bahkan bahagia karena sekolah libur. Beberapanya lagi merasa prihatin dan cemas. Sehingga, dalam beberapa hari ke depan mungkin tragedi di sekolah itu akan selalu menjadi pembicaraan yang hangat. "Jadi sampai kapan sekolah libur?" tanya Sunny setelah mendengar penjelasan Ran barusan soal sekolahnya. "Gak tau... mungkin setelah jasad
PLAK!!!Sebuah suara tamparan menggema, dari tangan pria berumur empat puluh tujuh tahun, dengan tongkat di tangannya. Tubuhnya bergetar akibat amarah yang bergejolak dalam dirinya. Tatapannya penuh kekecawaan, atas seorang pemuda yang ada di hadapannya itu.Pemuda itu hanya diam menatap pria yang merupakan ayahnya itu. Padahal ia mengunjungi rumah itu hanya jika mau, tetapi disambut dengan tidak baik. Sebuah rumah dengan gemerlap kemewahan yang menjadi kegelapan baginya. Sebuah rumah bak istana, seperti sekotak kardus yang menghimpit tubuhnya.Salah seorang pemuda lagi yang duduk di sofa ruang tengah hanya tersenyum tipis, sembari menyeruput kopi dengan tenang. Seolah tidak terjadi sesuatu."Kamu bertindak seenaknya pada istrimu! Meninggalkan perusahaan demi bekerja di sebuah sekolah biasa, dan memilih tinggal sendiri. Apa itu tidak cukup?" ujar Baron sembari memukulkan ujung tongkatnya tepat ke dada put
Terlihat anak - anak berseragam sama, bernyanyi dengan kompak dalam barisannya. Dua orang wanita yang berada di depan dan belakang barisan, membimbing perjalanan mereka mengelilingi kebun binatang. Beberapa orang yang melewati anak - anak itu tersenyum kagum. Keceriaan anak - anak itu mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain pula. Barisan itu pun berhenti di depan sebuah kandang harimau berwarna oranye bergaris dengan corak putih, yang begitu cantik. "Ini adalah harimau siberia ya teman - teman. Mereka biasanya tinggal di iklim yang dingin. Bulu yang tebal itu melindungi mereka dari hawa dingin," jelas wanita yang membimbing barisan depan. Anak - anak yang tadinya berbaris rapi, mulai berpencar meninggalkan barisan untuk melihat harimau itu lebih jelas. Namun ada salah satu anak yang menatap harimau itu dengan tidak tertarik. "Apakah kau tidak menyukainya, Ran?" tanya seorang anak laki - laki. "Aku ingin melihat rusa," jawabnya.
"Permisi!!!" Ran, Kinan dan Sunny menoleh bersamaan, ketika mendengar teriakan itu. Kemudian mereka saling menatap dengan bingung. "Siapa yang bertamu selarut ini?" ucap Ran. Kinan lantas berdiri, "Bundaku," katanya kemudian berjalan keluar kamar. Ran dan Kinan pun mengikuti Kinan dari belakang. Terlihat Nenek Mariyati yang ikut terbangun karena teriakan itu, telah membukakan pintu. Nampak wajah penuh amarah dari Bunda Kinan yang memandang mereka dengan tidak suka. Setelah Kinan mencapai pintu utama rumah, lengannya langsung ditarik oleh Ibundanya dan dibawa ke mobil. Namun Kinan meronta dan berusaha melepaskan diri hingga terjadi keributan. "Jika kamu tidak patuh, jangan harap bisa temui teman - temanmu itu!" ujar Bunda Kinan. "Aku udah dewasa Bunda, toh aku selama ini tidak menolak semua kehendak Bunda tentang perjodohan dan semuanya," balas Kinan kemudian menarik napas panjang, "Aku juga tidak membuat onar, dan mereka
Ran menempelkan sebuah perangko bergambar burung bangau yang cantik di sudut amplop. Kemudian ia mengangkat surat yang akan dikirimnya itu dan memandangnya lama. Setelah semalam bingung bagaimana ia menuliskan surat kepada Venus, hingga menghabiskan banyak kertas. Akhirnya pagi ini ia akan mengirim surat itu ke kantor pos. Lima tahun adalah waktu yang begitu lama, dan membuat Ran canggung. Terlebih lagi, selama ini ia tidak pernah menuliskan surat kepada Venus. Jadi ia bingung mengungkapkap perasaannya. Dan atas masukan Sunny, ia pun bisa menulis. Ran memasukan amplop itu ke dalam totebagnya, sembari memandangi dirinya di cermin. Hari ini ia mengenakan mini dress berwarna hitam, berlengan gelembung berwarna coklat susu. Rambut ia biarkan tergerai, tanpa aksesoris apapun. Ia terkekeh. Padahal ia tidak sedang akan berkencan dengan seseorang dan hanya mengantarkan surat, namun menghabiskan satu jam untuk berdandan. "Ran, udah siap? Ojolnya udah nunggu tuh," ujar
"Sunny!! tunggu aku, please!" teriak Ran dari kejauhan sambil berlari, berusaha mengejar Sunny.Sunny masih melanjutkan langkahnya tanpa menoleh sedikitpun. Pikirannya benar - benar campur aduk. Ia sangat berharap Ben dan gengnya dihukum, agar dirinya beserta anak - anak yang dibully tidak lagi merasakan sengsara. Namun kini ia mendapatkan uang dengan jumlah cukup besar, bisa untuk biaya perawatan ayahnya yang hampir diusir dari rumah sakit.Sunny menghentikan langkahnya di bus dan berdiri di belakang orang - orang yang mengantri untuk naik bus. Sesekali ia memperhatikan Ran yang semakin dekat dengannya. Ketika mendapat gilirannya, ia tersenyum sembari melambaikan tangannya pada Ran.Ran telat mencapai Sunny, saat bus mulai bergerak pergi. Sahabatnya itu menatap dirinya dari balik kaca bus dengan mata yang berkaca - kaca. Kemudian tangan Sunny terlihat membentuk sebuah kode angka enam, yang berarti dia ingin sendiri.
Ran turun dari bus disambut dengan Kinan yang membawakan payung padanya. Mereka bergandengan tangan menuju hotel bintang lima yang berada di seberang halte. "Dimana Sunny? Aku kira bersamamu," ujar Kinan. Ran menceritakan semua yang terjadi secara rinci pada Kinan, hingga mereka mencapai hotel. "Jadi kasusnya selesai begitu saja? Sunny menyerah?" "Sepertinya Sunny butuh uangnya," jawab Ran menduga - duga. Sunny melipat payung yang tadi ia kenakan, lalu ia berikan pada satpam hotel. "Aku merasa gak guna karena biarin dia sendiri," tukas Kinan. Ran menghembuskan napasnya. Kemudian merangkul Kinan dan berkata,"Kita hibur Sunny nanti setelah dia selesai sama dirinya sendiri. Dia perlu waktu." "Kalo gitu, nanti kita beli gaun yang indah untukmu dan Sunny. Kalian pakai waktu ulang tahunku, oke?" balas Kinan bersemangat. "Harusnya kami yang m
BUG! PRANG!!! Gelas berisi kopi terjatuh di lantai, hingga mengotori pakaian yang Ran kenakan. "Maaf," ujar seorang wanita yang menabrak Ran barusan. Ran memungut totebag-nya yang jatuh di lantai, sembari menyapu noda kopi di pakaiannya. "Aduh, aku mengotori pakaianmu, bagaimana ini?" "Tidak masalah, ini bukan pakaian mahal kok," balas Ran sembari menegakkan tubuhnya. Ketika menatap wanita itu, Ran terpukau melihat wajah cantiknya. Begitu elegan dan anggun. Kulitnya seputih porselen, dan memiliki mata yang begitu jernih. Belum pernah ia melihat seseorang yang sangat cantik di dunia nyata. Selama ini hanya melihat dari layar televisi atau ponsel. "Jangan gitu, ikutlah denganku, mari berganti pakaian," ujar wanita itu, menyadarkan lamunan Ran. Ran menggeleng, menolak ajakan wanita itu, merasa tidak masalah dengan noda di bajunya. Namun, wanita itu tidak mendengar penolakan Ran, dan menarik lengan Ran untuk berjalan