Seorang wanita paruh baya terbangun dari tidurnya, matanya menerjab mencari keberadaan pria tampan yang semalam menemani tidurnya dengan berdongeng tentang kisah cintanya dulu.
Wanita itu terkekeh menginggat kejadian semalam, ia tidak menyangka bahwa dirinya segalak itu dulu.
Ia turun dari kasur kingsize-nya. Kaki mungilnya melangkah mencari dimana suaminya pergi, akhirnya wanita itu memutuskan untuk turun saja.
Suasana rumah besar ini begitu terlihat sepi, hanya beberapa orang yang berkeliaran, mereka asisten rumah tangga yang berkerja di Rumah sebesar istana ini, terkadang Karlina berpikir siapa yang menghamburkan uangnya hanya untuk membangun rumah sebesar tajh mahal ini? Padahal masih ada rumah sederhana yang layak untuk dihuni.
"Eh kamu!" seru Karlina.
Pelayan itu menundukan kepalanya. "Iya nyonya," katanya masih menunduk.
"Jangan nunduk, aku ingin bicara denganmu," ujar Karlina sedikit kesal. "Jangan panggil aku Nyonya panggil aja Karlina atau apapun asal jangn Nyonya."
"Tapi nyonya."
"Sudah ku bilang pangkat manusia itu sama dimata Tuhan," balas Karlina membuat sang asisten yang diketahui bernama lilis terdiam kikuk.
"Baik Nona."
"Ishh terserah lah!" Karlina menampilkan raut wajah lucu membuat Lilis mati-matian menahan tawanya, demi Tuhan majikannya ini sangat mengemaskan.
"Emm Lis, suami dengan anak-anakku kemana? Pagi-pagi seperti ini harusnya aku yang menyiapkan makanan," kata Karlina.
"Tuan muda Langit dan Nona Riana sudah berangkat sekolah dan ke kampus pagi tadi. Sedangkan Tuan besar sudah berangkat ke kantor lima menit yang lalu," ujar Lilis memberitahu.
"Kenapa tidak membangunkanku?"
"Tuan besar melarangnya Nona, katanya Nona tertidur sangat pulas."
Pipi Karlina bersemu merah, lalu ia mengalihkan pandangannya ke guci besar yang berada disudut ruangan.
"Ya sudah, terimakasih Lilis."
"Sudah tugas saya Nona. "
***
Karlina seharian ini sibuk di dapur, tentu saja ingin menjadi isteri yang bertanggung jawab. Menurut informasi yang Karlina peroleh dulu ia jarang sekali memasuki dapur, pernah mungkin hanya untuk komplain saja.
Tentu saja kabar itu membuat 'Karlina baru' kaget. Perempuan itu memutuskan untuk belajar memasak bersama asisten yang lain. Awalan memasak memang tidak memudahkan untuk wanita yang dulunya menyandang gelar antagonis ini, ia hanya bisa komplain saja tanpa melihat perjuangan untuk memasak satu suap nasi.
Sekarang wanita itu mengalaminya sendiri, terkadang ia protes karna roti yang ia pangang gosong atau karna saat memasak kari kuahnya surut. Hal itu membuat para asisten pengurus dapur kualahan, namun kadang mereka tertawa melihat nyonya besarnya bertingkah lucu.
"Kila, ini gimana cara mematikan kompornya?!" seru Karlina membuat asistennya tertawa renyah. Ia baru menyadari bosnya ini ternyata lucu juga yah.
"Tombolnya ditekan nyonya."
Kompor di kediaman keluarga Husein bukanlah kompor gas yang ada dirumah kalian, melainkan kompor dengan energi listri, yang mengunakan tombol untuk mematikan atau menghidupkan.
"Kill bantu aku potong sayur yah! Aku mau belajar masak kari yang sehat untuk keluargaku, semoga mereka suka!"
"Aamiin!"
Killa membantu Karlina mulai memotong sayuran hingga menumis atau memasak nasi, Killa melihat kesungguhan rasa ingin belajar dari sang Ibu Bos. Terlihat saat tangan Karlina tak sengaja lecet terkena pisau, wanita itu tetap melanjutkan acara memasaknya.
Killa kelabakan sendiri.
Tiga jam berlalu akhirnya lima menu masakan berhasil mereka buat, Killa sedang mencicipi masakan Karlina, tangannya membentuk huruf Ok. Karlina tersenyum lega.
"Sangat enak seperti di restoran bintang lima! Nyonya masak sebanyak ini apa akan habis nanti?"
Karlina terkekeh pelan, lalu wanita itu menyerahkan dua mangkuk besar hasil masakannya kepada Killa. "Yang dua ini untuk kita makan bersama, ayo panggilkan asisten yang lain. Kebetulan aku masak nasinya juga banyak tadi," kata Karlina.
"Tapi, ini. Makanan semahal ini? Untuk kami? Apa ini tidak terlalu berlebihan Nyonya? Kami cukup masak indomie saja," tukas Killa.
"Jangan terlalu banyak makan Mie, nggak sehat. Oh iya kalau lapar masak saja bahan yang ada di kulkas, jangan sungkan."
Killa menunduk dalam, ia melakukan gerakan menunduk berulang kali. "Terimakasih Nyonya, saya akan menanggilkan teman saya yang lain," setelah mengucapkan itu wanita itu pergi dari hadapan Karlina.
Beberapa saat kemudian semua asisten yang berada di rumah ini kumpul dalam satu tempat, jumblahnya ternyata banyak. Kira-kira ada lima belas orang. Mereka ditugaskan dalam kemampuannya masing-masing.
Mereka duduk di dapur hendak menyantap masakan sang majikan yang katanya terasa seperti restoran bintang lima.
"He jangan makan disana! Ayo kesini saja bersamaku!" ujar Karlina membuat semua disana heran.
"Cepat atau akan ku pecat kalian!" Ancam karlina, hanya berpura-pura. Namun siapa sangka mereka mengikuti perintah Karlina secepat itu. Padahal hanya bercanda..
Karlina tersenyum tipis melihat para asistennya terlihat sangat lahap memakan masakannya, ia merasa terharu. "Kata Killa kalian suka makan Mie yah?" tanya Karlina memastikan.
Semua menunduk. Lalu menganggukan kepalanya samar-samar.
"Mienya dikurangi, kalau lapar masak aja apa yang ada dikulkas."
Salah satu asiaten menaikan sebelah alisnya heran, mewakili asisten yang lain ia berkata. "Bukankah Nyonya yang menyuruh kami menyentuh kulkas? Katanya karna tangan kami kotor.." lirihnya.
"Itu aku dulu, sekarang aku udah beda. Tuhan berbaik hati menciptaan aku yang baru dengan baik."
"Tapi Nyonya kami..."
"Shutt udah nikmati saja makanannya. Gimana enak nggak?"
"Sangat enak Nona! Bahkan lebih enak dari Kari buatan ibukku yang ada dikampung!" Seru Lilis membuat orang yang disana tertawa.
Suasana ruang makan diiringi canda tawa yang membuat Karlina tertawa lepas tanpa beban.
***
Jam sudah menunjukan pukul lima sore, harusnya suami serta anak-anak sudah pulang sekarang. Aishh Karlina khawatir akan terjadi sesuatu pada keluarganya.
Pintu terbuka membuat Karlina bangkit dari duduknya.
Pintu terbuka nampaklah Johan, Riana dan Langit dengan wajah lelahnya. Karlina tersenyum tipis menghampiri sang suami untuk mengambim tas serta jasnya.
"Kalian mandi gih. Mama udah masak enak!" kata Karlina diangguki oleh Riana.
Mereka semua pergi kekamar masing-masing untuk beristirahat. Selama mereka beristirahat Karlina merapikan meja makan dengan piring-piring yang masih kosong serta gelas kaca. Menambah kesan elegan diruangan tersebut. Walau makanannya belum bisa dibilang elegan karna hanya Kari, tumis kangkung dan juga tumis bakso dengan bayam.
Sederhana namun mampu membuat orang lain bahagia.
Beberapa menit Karlina menunggu akhirnya mereka menunjukan batang hidungnya. Mereka duduk ditempat masing-masing kecuali Langit. Pria itu memilih keluar rumah.
"Mau kemana kamu Langit?" tanya Karlina.
"Bukan urusan lo! Eh Riana jangan dimakan deh siapa tahu ada racunnya lagi, yang masak aja wanita beracun apalagi masakannya," ujar langit.
Membuat hati kecil karlina sakit. Demi apapun rasanya ia ingin menangis sekarang, namun sebisa mungkin ia menahannya
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker