Karlina Agna Husein, adalah seorang tokoh Antagonis yang paling ditakuti seluruh dunia, namun kecelakaan besar membuat sang Antagonis itu seketika berubah menjadi protagonis. Dalam menjadi dirinya yang baru Karlina dihadapkan banyak pilihan dalam hidupnya. Akankah Karlina mampu menghadapi lika-liku kehidupannya yang baru. Atau menyerah pada kenyataan?
Lihat lebih banyakSEORANG wanita berjalan dengan gaya angkuh khasnya, tatapan merendahkan selalu terpancar dikedua manik mata indah miliknya, kedatangannya adalah bencana bagi mereka yang ada disana.
Sepatu hak tinggi itu terdengar mengema diruangan yang sunyi, walaupun ada beberapa orang disini namun nyatanya mereka tak berani berkata atau bahkan sekedar menyapa sang majikan.
Karlina Agna Husein namanya, seorang Mama muda yang sudah memiliki dua orang anak. Walaupun begitu, wajahnya masih nampak cantik seperti anak usia delapan belas Tahun.
Karlina adalah seorang wanita yang ketus, arogan dan juga elegan. Istri dari seorang CEO Terkenal di Indonesia yang kekayaannya tidak akan pernah habis lebih dari tujuh turunan, namun sayangnya sesempurna apapun Karlina, ia juga tetap mempunyai kekurangan.
Perempuan itu melangkahkan kakinya menuju mobil laborigin yang terparkir diluar gedung besar itu, tatapan tajamnya mampu membuat pak sopir menelan ludahnya karna ketakutan.
Dia cantik, namu berbahaya. Seperti bunga mawar, secantik apapun bunga mawar jangan lupakan kalau bunga itu juga memiliki duri yang bisa melukaimu.
Mobil itu sampai di depan Rumah megah bak seperti istana, hanya seorang bangsawan yang mampu membeli rumah semegah itu bahkan untuk menginjak lantainya saja pak sopir rasa tak layak.
Wanita itu keluar dari mobil, memasuki rumah indah nan megah itu, kehadirannya disambut oleh para asisten yang berkerja, mereka semua menunduk takut.
Karlina tak menggubrisnya, tujuannya pulang ke Rumah adalah untuk menemui putri emasnya.
Suara sepatu hak tinggi yang mengema keseluruh ruangan membuat dua gadis muncul bersamaan dalam satu ruangan, itu putri emasnya dan ... temannya yang Karlina benci.
Sorot tak suka terpancar di dua manik mata Karlina, perempuan itu mendekat kearah gadis yang tengah ketakutan.
"Sudah berapa kali ku bilang, jangan bawa anak jalanan ini ke rumah megahku!" sentaknya mengema keseluruh sudut rumah, kaca jendela pun ingin pecah rasanya.
Riana terdiam sejenak lalu menatap manik mata sang Mama dan berkata, "Dia bukan anak jalanan Ma, dia teman Riana," lirih gadis itu.
"Maafkan saya nyonya, saya hanya merindukan sahabat saya," kata gadis disamping Riana yang sudah menitihkan airmata karna ketakutan.
Karlina merotasikan bola matanya jengah, "Lebih baik sekarang kau pergi, atau aku yang akan mengusirmu dari rumahku."
"B-baik nyonya," Khansa menunduk dalam, lalu berlari keluar dari kediaman nyonya Karlina.
Riana masih diam menunduk, gadis itu takut akan mendapatkan amukan dari sang Mama, namun detik berikutnya tubuh gadis berumur lima belas tahun itu mematung tatkala tangan halus sang Mama menyentuh rambutnya.
"Siapkan dirimu kita ada meeting hari ini," kata sang Mama finaly lalu pergi meninggalkan Riana dengan tatapan kosong.
***
Karlina mendudukka dirinya di sofa ruang tamu sembari menonton televisi, sesekali wanita itu mengomel tak jelas karna sofanya ada debu atau camilannya kurang enak, membuat para asisten kualahan menghadapi sang majikan, namun mereka harus bertahan demi menghidupi keluarga yang ada di kampung, gaji yang diberikan pak Husein pun bisa dibilang cukup banyak, sebanding dengan apa yang mereka alami selama berada di istana ini.
"Ma, Riana sudah siap," kata seorang gadis dengan pakaian visual khas kantoran dengan jas hitam melekat seperti sang ibunda.
Terlihat sangat cantik dan berkelas, mewarisi sepenuhnya gen dari Karlina.
Karlina tersenyum tipis lalu mengusap bibirnya mengunakan tisu, ia bangga kepada anak emasnya ---julukan untuk Riana--- karna otaknya yang seperti orang dewasa, Riana itu sangat pandai berbisnis diusianya yang baru lulus SMP, seperti Karlina.
"Bagus, mari berangkat."
Riana hanya diam, menampilkan wajah masamnya, bukannya ia tidak suka menghabiskan waktu dengan sang Mama, namun hanya ia ingin menghabiskan waktunya bersama keluarga dengan piknik bersama, bukan dengan kertas-kertas dokumen yang kadang membuatnya pusing.
Sebuah belaian lembut menyapa rambut panjang gadis itu, ia mendongak menatap sang Mama. "Kita harus bisa memenangkan job ini, karna ini akan membuat perusahaan kita menjadi lebih berkembang ," kata sang Mama tersenyum tipis, entah itu untuk menyemangatinya atau apa, Riana tidak tahu gadis itu hanya membalasnya dengan senyum tipis.
"Riana, katanya mau ikut abang ke Mall. Kamu mau beli novel 'kan?" ujar seorang cowok bertubuh jakung menatap mata sang Mama dengan datar.
"Riana ada urusan dengan saya, lebih baik kamu belajar Langit," balas Karlina dingin.
Cowok yang disapa Langit itu tersenyum miring, "Riana juga punya kehidupan Ma, hidupnya bukan hanya untuk meladeni sikap Mama yang selalu ngekang dia dengan dokumen."
"Bilang saja kamu iri dengan adikmu 'kan Langit?"
"Nggak! Langit nggak iri, iya Langit tahu otak Langit tak secerdas Ana, tapi Langit bersyukur setidaknya Langit tidak merasakan apa yang dirasakan Riana," cowok itu memelas. "Riana terkengkang Ma."
"Tahu apa kamu tentang anak saya," balas Karlina enteng lalu menaring tangan putrinya keluar dari rumah.
"Maaf bang," lirih Riana.
"MA. RIANA MASIH REMAJA YANG INGIN MENIKMATI KEBEBASAN!" Teriak Langit namun percuma saja, Karlina tidak menggubrisnya. "Aku benci mama!"
***
Hari sudah mulai malam, namun Riana dan Karlina belum juga pulang. Langit mengkhawatirkan adiknya, apa dia berhasil memenangkan kontrak itu? Kalau tidak akan ada bencana di Rumah ini.
Mamanya mempunyai sifat egois yang ingin menang sendiri, apapun permintaan Mamanya harus dipenuhi.
Pintu besar itu terbuka sontak Langit berdiri dari duduknya, itu bukan Riana. Tapi Ayahnya, Johan.
Sang Ayah melihat raut kecewa serta khawatir yang menghiasi wajah sang putra semata wayangnya itu lalu beliau bertanya, "Langit kenapa?"
"Langit khawatir dengan Riana Pa, dia ikut Mama ke perusahaan," kata Langit pelan.
Johan menghela nafas gusarnya, "Oh ya Tuhan Arlin!"
Lalu sesaat kemudian pintu terbuka, menampakan dua wanita yang satu dengan muka judes khasnya yang kali ini terlihat kilatan amarah, dan yang satu lagi menangis namun tanpa suara.
Karlina memeganggi tangan putrinya erat, lalu ia berkata. "Sekarang belajar!"
"Tapi Ma Riana ingin..."
Plakk!
Suara tamparan itu mengema diseluruh ruangan besar itu, semua orang disana mematung kecuali sang pelopor. "Saya sudah bilang! Cepat belajar. Karna kamu yang selalu main sama anak jalanan itu, pemikiran kamu jadi lemah! Dan lihat sekarang, kita kehilangan job itu!" sentak sang Mama.
Riana hanya bisa diam dengan air mata yang terus mengalir.
"Ma ini bukan salah Riana!" Langit ingin mendekat namun langkahnya terhenti karna suara sang Mama melarangnya.
"Diam disana!" Lalu intesnya teralihkan kepada Riana lagi. "Mama kecewa sama kamu!" ucapnya lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut disusul Johan yang akan menenangkan sang isteri.
Riana selalu dituntut sempurna oleh Mamanya dalam Arti terkekang, dasar tokoh Antagonis, Langit membencinya.
Samar-samar di balik pintu Karlina dapat mendengar perbincangan Dav dengan seseorang ditelpon, nada bicara Dav yang tegas membuat Karlina cukup merinding, apalagi saat mendengar hal yang pria itu katakan."Jika kau tidak menemukan anak itu sebelum pukul dua belas malam, maka kepalamu lah yang akan menjadi gantinya. Maka sekarang cepatlah pergi dan temukan Kayara!" kata Dav yang dapat didengar oleh Karlina.Lalu beberapa saat kemudian ia kembali mendengar Dav berbicara ditelpon dan kali ini dengan orang yang berbeda. "Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Kayara, bila perlu sampai ke penjuru dunia. Aku tidak mau mendengar kanar buruk dari kalian, dan yah .., bawa penculiknya entah itu dalam keadaan hidup ataupun sudah mati yang jelas aku ingin melihatnya."Setelah mengucapkan itu, sepertinya Dav sudah mengakhiri telponnya dan Karlina yang berada di balik pintu was was sendiri, takut jika Dav memergokinya sedang menguping pembicaraan.Engsel pintu dibu
"Ada apa ini?" suara bariton itu membuat semua orang yang ada disana seketika diam, suasana pun menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang berani bicara. Pria iti menatap Langit dengan alisnya yang terangkat satu. "Bisa kamu jaga ucapanmu kepada ibumu anak muda?"Langit tak menjawab, ia hanya melemparkan lirikan sinisnya.Pria itu menatap Karlina yang tertunduk dilantai dengan isakan keras yang terus mengiringi. Hati pria itu merasa iba, lantas tanpa permisi ia mendekat dan merangkul wanita itu."Ada apa Karlin?" Mendengar suara yang tak asing lagi, Karlina menoleh ia lantas memeluk tubuh pria tadi erat, tangisnya semakin kencang."Yara, Dav. Yara hilang!" kata Karlina tak sanggup lagi menahan isak tangisnya yang terus keluar. "Yara ...,"Yaps, pria itu adalah Davendra, tadi dijalan ia melihat Langit tengah kebingungan mencari sesuatu, lantas ia mengikuti cowok itu untuk bertanya namun Langit keburu pulang.Dan saat Dav ke kediam
"Mama takut apa dan sama siapa?" tanya Riana mengusap punggung ibunya lembut, jujur saja ia takut jika suatu hal akan terjadi pada Karlina, ia tak mau itu terjadi. Karlina menggeleng lemah ia menenggelamkan kepalanya di bahu sang putri. "Mama takut sama Mama yang dulu, Mama nggak mau jadi dia lagi. Mama ingin menjadi sosok Mama yang baik untuk Riana, Yara dan Langit.." Riana tersenyum tipis mendengar itu, hatinya menghangat ternyata memang benar bahwa Mama nya yang ini sangat menyayanginya. Begitu juga Riana yang akan selalu menyayangi Langit. "Mama tenang aja, nggak usah takut. Riana ada disamping Mama, jadi Mama aman." Karlina mengangguk kecil pikirannya sudah cukup tenang mendengar kalimat yang diucapkan Riana tadi. "Terima kasih, Sayang." *** "Abang, Riana boleh minta tolong nggak?" tanya Riana was-was. Tadi ia dimintai Karlina untuk menjemput Yara yang hari ini hari pertama sekolahnya, dan kebetulan Riana tengah libur jadi
Semua orang berkumpul dimeja makan tak terkecuali Langit. Kue buatan Yara dan Karlina pun menjadi daya tarik tersendiri disana.Riana baru saja pulang ikut duduk memandangi roti tersebut. Semua orang terkejut, baru kali ini semua orang melihat Kue buatan Karlina."Ini serius buatan Mama?" tanya Riana tak percaya.Karlina terkekeh ia mengelus puncak kepala Yara yang duduk disampingnya. "Sama buatan Yara juga," kata Karlina diangguki Riana."Maaf yah tadi aku nggak bisa bantu kalian," Riana menunduk dalam seolah sangat menyesali perbuatan.Karlina berdehem. "Gapapa Aqis, lagi pula kue nya juga sudah jadi, ayo cicipi."Killa menunduk ia mengambil pisau dan membelah kue tadi menjadi beberapa bagian, lalu ia berikan ke piring yang ada disana. Namun saat sampai ke piring Langit ia berkata."Em, Bi Killa. Tolong nanti makanannya antarkan ke atas saja yah," kata Langit."Lantas kue nya Tuan?"Langit mengeleng, ia melirik Karlina
Langit terdiam, ia menatap Mama dan juga adik tirinya dengan tatapan penuh amarah, namun mulutnya hanya bisa terkunci. Ia menarik nafas dalam, perlahan meninggalkan ruangan itu.Kalian tahu? Langit cemburu melihat kedekatan Kayara dengan Karlina, iya kasih sayang yang belum ia pernah dapatkan dengan mudahnya Ara ambil bahkan gadis yang entah dari mana itu tak perlu bersusah payah seperti Langit dulu.Tidak adil baginya.Ia merebahkan dirinya di kasur, sebentar lagi Riana akan pulang dan Langit mulai berimajinasi, menginggat kenangannya bersama Milea untuk diceritakan ke Riana nantinya."Milea Amanditha."***Jam pembelajaran terakhir di kelas Riana baru saja selesai, kini ia tengah bersiap pulang bersama kedua temannya, Niza dan Amel."Ri, apa lo nanti nggak bisa beneran ikut kita ke tempat biasa?" tanya Niza agak kecewa mendengar keputusan Riana yang tidak ikut dulu ke warung Bu Wiwid untuk memakan pecel disana.
"Santi, boleh aku tanyakan sesuatu padamu?" tanya Karlina begitu mendadak karna saat di Restoran tadi ia memikirkan hal yang belum ia ketahui.Santi yang tengah menonton tv me-mute televisinya sejenak agar ucapan Karlina tidak terpotong atau terganggu. "Iya, ada apa mbak?" tanya Santi."Kamu ini sudah punya suami atau belum?" tanya Karlina membuat Santi menegang sejenak.Santi menggeleng. "Mbak kenapa tanya gitu yah?" tanya Santi sembari terkekeh garing.Karlina mengidikan bahunya. "Nggak tau, San. Tiba-tiba aja kepikiran gitu."Santi menganggukan kepalanya. "Iya aku udah punya suami mbak," jawabnya dengan senyuman kaku.Karlina memanggut. "Dia sekarang dimana, San?" Entah mengapa, menurut Karlina, mendapat pertanyaan seperti itu mimik wajah Santi seolah menjadi pucat pasi, seperti ada yang wanita itu sembunyikan.Santi berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dalam dirinya. "Em, itu mbak dia ada di ... Prancis hehe, biasa urusan peker
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen