Share

05. Langit!

Langit pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang seketika menjadi sepi dan sunyi. Johan berdiri dari kursinya. "Aku ada urusan," pamitnya mengecup kening sang istri.

"Tapi aku sudah memasaknya--" percuma saja wanita itu berkata karna suaminya sudah terlebih dahulu keluar.

Karlina mendesah berat ia menatap sang putri yang masih berada ditempat duduknya. Merasa diperhatikan, Riana mengambil nasi namun kesusahan akhirnya dibantu oleh Karlina.

"Karinya juga Ma," ujar gadis itu diangguki sang Mama.

Riana melahap makanannya dengan perlahan, sesuai yang diajarkan sang ibundanya dulu. "Enak Ma,"kata Riana membuat mood yang hancur beberapa saat lalu kini membaik.

"Benarkah? Kamu mau Mama masakin Kari terus?" tanya Karlina berbinar.

Riana terkekeh pelan, gadis itu mengangguk. "Masakan Mama adalah masakan paling enak yang Riana makan selama ini!" 

Karlina tersenyum haru, ia mengelus puncak kepala sang putri. "Terimakasih Balqis."

Riana mematung. Balqis? Nama tengahnya? Kenapa sang Mama memanggilnya dengan nama itu? Apa amnesia Mamanya semakin parah?. Berbagai pertanyaan bersliweran dibenak Riana.

"Amnesia Mama tidak separah itu ko," wanita itu terkekeh. "Mama hanya menyukai nama Balqis, terkesan imut dan cantik," sambung Karlina. 

"Nama Balqis dan Riana itu Mama yang memberikannya untukku dulu," kata Riana.

"Benarkah? Wahh seleraku bagus juga yah!" Karlina tertawa renyah diikuti Riana dan beberapa asisten lain yang berada di sebelah mereka.

Mereka melanjutkan acara makan malam dengan khidmat. 

***

Malam ini terasa lama bagi Karlina, jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, namun suaminya belum juga pulang juga, Langit juga sama.

"Langit sama Mas Johan kemana yah?" gumam Karlina saat ini ia berada di taman pribadi yang terletak di samping Rumah, Karlina menyukai tempat itu sekarang.

Sebuah tangan mungil mendarat dipundak wanita yang tengah dilanda cemas itu. "Papa akan pulang sebentar lagi Ma, sedangkan Bang Langit mungkin dia ada di basecampnya. Kadang Bang Langit menginap disana," kata Riana.

"Tapi ... bukankah Langit sudah mempunyai rumah sebesar ini? Kenapa dia masih menginap di basecamp?"

"Mungkin Bang Langit rindu temannya," kata Riana bohong. Sudah jelas kejadian tadi sore membuat Langit menjadi tidak betah.

Karlina memaksakan seulas senyum, ia tahu putrinya tengah berbohong untuk membuatnya kembali ceria. Wanita itu mengelus puncak kepala Riana lembut.

"Ayo tidur, Mama akan menemanimu," ajak Karlina membuat Riana membulatkan matanya.

Gadis itu mengeleng. "Tidak Mama. Aku sudah besar," ketusnya pura-pura ngambek.

Karlina tekekeh. "Benarkah? Tapi menurutku kamu masih kecil, seperti bayi," tukasnya membuat Riana semakin kesal.

"Mama, usiaku sudah Enam Belas Tahun. Aku sudah cukup besar," kata Riana. 

Karlina terkekeh pelan sembari memeluk tubuh anaknya yang masih setia menemaninya setelah apa yang wanita itu lakukan padanya. Ia merasa sangat beruntung menjadi seorang Ibu dari anak sebaik dan sepengertian Riana.

Karlina berdiri diikuti Riana. "Ayo," kata wanita itu.

Riana berdecak, namun detik berikutnya ia mengembangkan senyum, dulu Mamanya sangat sulit untuk diajak menemani tidurnya. Namun sekarang lihatlah, Mamanya memang sudah berubah.

Keduanya berjalan menuju kamar Riana.

***

Kamar Riana itu sangat rapih dan bersih, hal itu tentu membuat Karlina berdecak kagum, cat warna biru langit membuat kamar ini semakin indah. Banyak sekali buku-buku yang tersusun rapi diatas rak-rak, wanita paruh baya itu yakin putrinya suka membaca.

Karlina mendekat kearah rak tersebut, kebanyakan hanya ada buku tentang mengurus bisnis dan juga perusahaan, sebagian lagi novel fiksi remaja. 

Karlina mengalihkan pandangannya kepada sang putri yang juga menatapnya. "Apa kamu tidak bosan membaca tentang bisnis ini? Siapa yang membelikannya sebanyak ini untuk putri kecilku?" tanya Karlina.

"Aku tidak bosan, Mama yang membelikannya," kata Riana membuat raut wajah Karlina berubah.

"Apakah aku dulu selalu mengekangmu? Maafkan aku," kata Karlina menundukan kepalanya.

Riana mengeleng lemah. "Tidak begitu Mama, berkat Mama juga kini aku dikenal banyak orang, seharusnya aku yang minta maaf karna dulu mengira ajaran Mama sangat mengekangku. Justru sekarang aku harus berterimakasih," Riana memeluk tubuh ringkih sang bunda.

"Aqis jangan gitu, Mama mau nangis nih,"kata Karlina diiringi kekehan ringan.

Riana mendongak menatap mata Mamanya yang berkaca-kaca. "Ehh, maaf Ma..."

"Gapapa, yuk tidur udah larut." 

***

Dilain tempat, nampak seorang cowok dengan rambut acak-acakan tengah menyembul asap yang keluar dari mulutnya, yaps benar, cowok itu merokok. Sesekali ia menyesap gelas berukuran kecil dihadapannya, bersama sahabatnya.

"Lo minum banyak banget Ngit, ada masalah apa?" tanya Keo sahabatnya yang sedari tadi melonggo melihat tingkah sahabatnya, hampir satu botol besar bir ia habiskan sendiri. 

Langit merotasikan bola matanya, sembari meletakan cawan kecil itu ia berkata, "Karlina pulang, padahal gue udah damai banget tanpa dia."

Keo menepuk pundak sahabatnya prihatin. "Jangan gitu bro, dia juga emak lo yang udah ngelahirin lo!" kata Keo.

Langit tersenyum miring apa dia bilang? Mamanya? Uhh bukankah Mamanya sudah mati karna kecelakaan besar itu?.

"Gue benci dia!"

"Lo benci Mama lo apa karna telah membuat hubungan lo sama Milea putus?" tanya Keo hati-hati. 

Langit menyandarkan pungunggunya disofa, ia membayangkan senyum sosok gadis yang telah lama terpisah darinya, gadis yang menariknya dari dunia gelap. Lihatlah sekarang, tanpa gadis itu, Langit kembali ke Dunia gelapnya. "Lea segalanya bagi gue.." gumamnya.

"Lo harus belajar melihat kenyataan bro. Coba aja pelan-pelan."

Langit yang sedang mabuk seketika tersulut emosi, cowok itu melempar cawan kecil yang isinya sudah habis hingga pecah dilantai. 

"Gue udah coba! Tapi. Milea terlalu berharga buat gue!!" teriak cowok itu frustasi.

Keo bergidik ngeri, cowok itu berdiri memanggil kawannya yang lain untuk menenangkan Langit, cowok itu ketika marah bisa membunuh siapa saja.

***

Hari sudah menunjukan pukul dua malam, Johan baru saja pulang. Entah dari mana pria itu pergi yang jelas wajahnya kelihat kelelahan.

Karlina masih duduk disofa menunggu kepulangan suaminya, matanya terpejam karna tak kuasa menahan kantuk. Decitan dari arah pintu membangunkan wanita itu.

"Mas?" panggilnya.

Johan mengulas senyum tipis, pria itu duduk di samping isterinya yang matanya sudah sayu karna terlalu ngantuknya.

Johan merangkul pundak sang isteri sembari menepuk punggung kecil itu, hal itu membuat Karlina terlelap dalam dekapan Johan. "Maaf..." gumamnya namun tidak terdengar oleh Karlina, wanita itu sudah terbang kealam mimpinya.

Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka menampakan cowok yang dipapah dua temannya. Jalannya yang sempoyongan membuat kedua temannya kesulitan.

Johan berdiri, otomatis Karlina yang ada dipangkuannya kaget dan ikut berdiri. Matanya membelalak saat melihat sang anak sekarang dengan botol bir ditangannya. Cowok itu terus meracaukan kata tidak jelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status