Falisha membuka amplop itu dan langsung membacanya. Seketika wajahnya langsung berubah pucat saat itu juga.
“Ti—tidak mungkin? Apa kamu bercanda?” Falisha berdiri dan ingin segera merobek kertas itu ,tapi Fattan langsung mengambil kertas itu dengan cepat.“Itu adalah permintaan terakhir Farah, bukan aku yang meminta,” tegasnya lagi.“Tapi kita sudah lama bercerai dan aku ...”“Kenapa? Kamu keberatan dan itu tidak masalah karena dulu kita hanya menikah siri dan sekarang aku akan menikahi kamu secara resmi baik secara agama dan juga hukum, lagian kamu tidak ingin bertemu dengan anakmu? Sekarang kamu pilih saja mau menikah denganku atau anak itu yang harus menanggung akibatnya?”“Apa maksudnya, Mas?” tanya Falisha tidak mengerti.“Seharusnya kamu tidak perlu melahirkan anak pembawa sial itu, ya dia bukan anak Farah sehingga perilakunya tidak seperti itu dan dia adalah anakmu yang nakal, susah untuk dikendalikan!” bentak Fattan meluapkan emosinya.Falisha semakin bingung dengan perkataan Fattan. Bahkan Mbok Ijah pun tidak menceritakan apa pun tentang kelakuan anaknya. Falisha menatap Mbok Ijah bingung. Terlihat wajah sendu wanita paru baya itu yang hanya terdiam pasrah jika Falisha akan memarahinya.“Kamu tenang saja kita menikah hanya untuk formalitas, kehidupan kita masing-masing, kamu tidak perlu tahu apa yang aku lakukan begitu juga sebaliknya. Tugasmu hanyalah untuk mendidik anak nakal itu menjadi anak yang baik dan penurut. Dulu kakakmu yang bermasalah dengan keluargaku sekarang anakmu yang membuat kekacauan sehingga semua kesalahan dilimpahkan kepada Farah. Kamu yang harus disalahkan Falisha, karena kamu Farah meninggal! Dia tertekan batin karena mendengar hinaan, caci maki dari keluargaku gara-gara anak itu!” hardiknya kesal.“Di mana dia sekarang, Mas?” tanya Falisha yang masih syok dengan kebenaran yang ada.“Aku menitipkannya di rumah Papa, setelah kita menikah maka kamu yang bertanggung jawab!” bentaknya seketika dan pergi dari hadapan Falisha dengan wajah penuh amarah dan pergi meninggalkan Falisha yang masih terkejut.“Apa maksud semuanya ini Mbok?” tanya Falisha masih bingung dengan semua yang terjadi.“Maaf Neng, Mbok memang berbohong karena permintaan Neng Farah yang tidak mau kalau Neng sampai khawatir,” sahut Mbok Ijah merasa ikut bersalah menyembunyikan kebenarannya. Lalu dia menarik Farah sedikit menghadap ke tembok. Setelah itu Mbok Ijah mengeluarkan sebuah amplop lagi yang berukuran sama dan langsung menyelipkan di tangan Falisha.“Apa ini Mbok?” tanya Falisha bingung.“Neng Farah memberikan amplop itu sebelum meninggal dan menyuruh Mbok untuk memberikannya sama Neng, tapi jangan sampai ketahuan Den Fathan atau siapa pun. Saya permisi dulu, Neng.”Mbok Ijah segera pergi dari hadapannya. Falisha sangat penasaran, dia lalu pergi ke kamar dan mengunci pintu itu. Setelah itu dia membuka amplop berwarna putih itu sambil duduk di tepi ranjang.Seketika bola mata Falisha hampir saja keluar dari tempatnya saat membaca isi dari kertas itu. Bahkan linangan air mata pun tak tertahankan saat curhatan hati sang kakak dituangkan dalam kertas itu.“Maaf Mbak Farah, benar kata Mas Fattan akulah penyebabnya, aku tidak tahu kalau masalah ini menjadi lebih besar. Aku tidak menyangka kalau suami yang selalu kamu cintai itu tega melakukan hal keji sama kamu, Mbak aku akan memperbaikinya meskipun kamu tidak berada bersama kami lagi tapi namamu akan bersih dari hinaan mereka,” ucap Falisha dalam hati. ***Setelah beberapa jam kemudian Falisha keluar dari kamar sembari mengangkat koper besar. Falisha pun berpamitan dari rumah itu kepada Mbok Ijah.“Neng Falisha akan dimarahi kalau sampai keluar dari rumah ini, kenapa tidak tinggal di sini saja, Mbok sangat kesepian?” bujuk Mbok Ijah memelas.“Lisha nggak bisa Mbok, kami bukan sepasang suami istri lagi dan Lisha tak ingin tinggal atau menikah dengan Mas Fattan. Lisha perlu ketenangan dulu, ya Mbok?”Falisha pun pergi dari rumah itu. Lalu dia pun mencari tempat kost yang terdekat dengan kantor barunya.Sementara itu Mbok Ijah yang bingung akhirnya mengambil keputusan untuk menghubungi Fattan yang masih berada di kantor.“Ada apa Mbok?”“Maaf Den, Neng Lisha keluar dari rumah, saya sudah berusaha untuk mencegahnya tapi Neng Lisha bersikukuh untuk keluar dari rumah.” “Baiklah Mbok, saya tahu apa yang harus saya lakukan.”Fathan langsung memutuskan sambungan telepon itu. Dia lalu bergegas keluar ruangannya.“Maaf, Bapak mau ke mana sebentar lagi ada meeting dengan Pak Muchlis di jam sepuluh pagi dan ini sudah jam setengah sepuluh pagi,” ucap Nola mengingatkan. Nola sedikit kesulitan mengimbangi langkah Fattan yang lebar dan cepat.“Kamu masih mau bekerja di sini kan?”“I—iya Pak, tapi apa hubungannya Pak dengan pekerjaan saya?”“Cari saja alasan yang tepat dan tidak membuat orang itu tidak marah dan masih mau bekerja sama dengan kita dan yang pasti dua hari ke depan kosongkan jadwal saya karena ada sesuatu yang harus saya lakukan, kamu mengerti?” tanya Fattan dengan tatapan tajamnyaNola mengangguk cepat. Fattan pun meninggalkan wanita muda itu dengan melongo. Fattan pun masuk ke lift. “Untung saja ganteng tapi sayang juteknya minta ampun,” gerutunya kesal.“Kenapa lagi?” tanya Mira melihat temannya itu mendadak lesu setelah kepergian pimpinannya itu.“Biasa Bos killer kita!” celetuknya sambil berjalan kembali ke ruangannya.“Semenjak Nenek lampir itu datang sepertinya Bos kita berubah ya, apa dulu dia bosan dengan istrinya yang lumpuh dan tergoda dengan nenek lampir itu?”“Hus, dia punya nama kali.”“Iya tapi lebih bagus namanya itu, lagian sikap Pak Fathan berubah yang dulu baik dan ramah berubah drastis menjadi dingin dan jutek, apalagi setelah kematian istrinya, coba Pak Fattan itu mau sama aku, tapi nggak deh anaknya lebih parah dari Pak Fattan, pusing menjadi ibu tirinya,” jelas Mira merasa takut jika berurusan dengan anak Fattan.“Iya kamu benar, kasihan banget Bu Farah, baru umur enam tahun sudah nakalnya begitu bagaimana dengan nanti dewasa mungkin lebih parah lagi,” celetuk Nola.“Coba ada yang bisa menaklukkan hati bos kita tapi yang jelas bukan wanita penggoda itu, nggak rela aku, bukannya bisa memperbaiki sikap anak itu malah nanti tambah menjadi-jadi,”ucapnya lagi.“Sudahlah pusing juga aku, sekarang aku harus berpikir keras alasan apa yang tepat untuk menunda rapat mereka?”“Oke aku bantu pikir deh.”Saat mereka bingung untuk mencari alasan yang tepat untuk memberitahukan kepada Pak Muchlis, Falisha rupanya datang ke kantor Fattan.Falisha pun melihat dua wanita muda sedang terlihat bingung sehingga tak melihat kedatangan Falisha yang sudah berada di posisi depan mereka.“Selamat pagi, bisa bertemu dengan Pak Fattan?” tanya Falisha sopan.Ucapan Falisha tak digubris oleh mereka, karena masih bingung dan panik melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang sepuluh menit lagi.“Aduh bagaimana ini aku harus kasih alasan apa untuk Pak Muchlis, yang satu orangnya pemarah dan yang satu dingin, jutek, keras kepala. Salah ucap Pak Fathan bisa menggantungku hidup-hidup,” cercanya panik.“Memangnya kenapa, Mbak?” tanya Falisha ikutan bingung melihat tingkah mereka.“Mbok di mana Mas Fattan?” tanya Farah pelan.“Belum pulang Bu,” jawab Mbok Ijah singkat. Farah melirik ke jam dingin yang terpajang cantik di dalam kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, membuat Farah sedikit khawatir. Namun, sesaat kemudian kekhawatiran itu berangsur sirna dikala dia mengingat kalau ada wanita lain yang biasa menemaninya. “Apa yang Bu Farah pikirkan?” Mbok Ijah menemani Farah di dalam kamar.“Mas Fattan pasti dengan Syakira. Mbok apakah Mas Fattan mencintai Syakira, sepertinya mereka saling mencintai? Apakah Syakira adalah cinta pertama Mas Fattan?” tanya Farah mulai bimbang. “Enggak Bu, mereka hanya teman masa kecil. Dulu Syakira pergi dari kehidupan Den Fattan saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayah Syakira ditugaskan di Semarang saat Syakira berusia sembilan tahun dan Den Fattan berusia dua belas tahun. Setelah itu mereka tidak pernah saling menghubungi atau bertukar kabar. Kalau sekarang Mbok enggak tahu juga apakah Den Fatta
“Jika kamu mencintainya kenapa kamu dulu pergi meninggalkannya? Kenapa Syakira? Kenapa kamu malah pergi dari kehidupan Mas Fattan dan kenapa kembali disaat Mas Fattan sudah menikah denganku?” Farah menghujaninya begitu banyak pertanyaan yang dari dulu ingin sekali dia tanyakan kepada Syakira.Syakira terdiam sesaat sambil menatap sendu wanita di hadapannya dan kemudian kembali tersenyum sebelum berbicara. “Aku kembali bukan karena ingin merebut Mas Fattan dari kamu, Mbak. Aku kembali karena langkah kakiku yang menuntunku sampai ke sini. Apakah ini yang bisa dibilang sebuah takdir? Bahkan berkat kerja kerasku selama ini akhirnya kembali ke sini dan bertemu Mas Fattan. Aku hanya ingin menjadi temanmu, Mbak dan berbagi apa saja jika Mbak mau. Aku juga bisa menjadi teman curhat dan menjadi pendengar yang baik,” jelasnya.“Kata-katamu sungguh manis dan cukup mengesankan. Apa yang kamu inginkan Syakira? Kehidupanku atau cinta suamiku?” tanya Farah pelan. “Hanya Mbak Farah yang tahu jaw
Fahri pun mengangkat ponsel itu dengan sedikit malas. “Halo, Pi? Ada apa?”“Fahr? Di mana mami? Kenapa kamu yang angkat telepon mami? Apa mami baik-baik saja?” “Kenapa Papi mencari mami? Untuk sekarang mami enggak bisa diganggu. Papi urus saja pekerjaan penting Papi itu!” “Fahri! Halo ...halo!” Terdengar suara Fahri memutuskan sambungan telepon itu. Kecewa dan marah itu yang dirasakan olehnya. Tak lama kudian ponsel Farah kembali berbunyi. Takut membangunkan Farah sehingga Fahri langsung mematikan ponsel itu. “Untuk apa Papi mengetahui keadaan mami? Papi lebih sayang dengan pekerjaan tante pirang itu,” gerutu dalam hati sambil menatap lekat wajah Farah yang semakin tirus dan pucat. Fahri mengecup kening Farah. Seharusnya bukan anak kecil itu yang menunggu di rumah sakit, tapi anak kecil itu memohon kepada pihak rumah sakit untuk bisa tidur dengan Farah dalam satu ruangan. Ingin menemaninya dalam tidur. Fahri begitu menyayangi Farah dan tak ingin berpisah sedetik pun apalagi
“Mami kenapa Mbok?” tanya Fahri semakin cemas.Farah masih mengatur napasnya perlahan-lahan. Dia berusaha untuk bisa meredam sakit hatinya saat melihat penampakan di sana.Mbok Ijah terlihat panik. Begitu juga dengan Mang Ujang yang langsung ingin menggendong Farah untuk masuk ke dalam mobil kembali. Namun, entah kenapa pandangan wanita paruh baya itu ternyata melihat sang majikan pria yang sedang bahagia bersama wanita lain yang tidak lain adalah Syakira.“Den Fattan?” Mbok Ijah terdiam sesaat. Fahri pun menengok dan mendengarkan ucapan Mbok Ijah. Apalagi pandangan Mbok Ijah tertuju ke satu arah. Fahri mengikuti arah pandangan wanita paru baya itu. Dan benar saja papinya sedang bersama dengan wanita lain. Tentu saja membuat hati Fahri begitu sakit, marah melihat mereka begitu dekat seperti yang dia lihat saat di ruangan papinya sendiri.“Pa—Papi ada di sini juga? Bukannya papi bilang kalau ada urusan mendadak di kantor tapi kenapa ada di sini bersama Tante itu?” kesalnya dan ingin
Hari-hari pun berlalu seperti biasa. Farah pun sudah terbiasa dengan kedatangan Syakira ke rumahnya. Entah itu tentang pekerjaan atau hanya sekedar bertamu. Syakira berusaha untuk menjadi teman dekat Farah dan membuatnya merasa nyaman . Namun, tidak dengan Fahri yang mulai risih dengan kedatangan Syakira. Anak kecil itu tidak terlalu suka jika Syakira sering datang ke rumahnya. Bahkan di hari libur pun Syakira tidak absen untuk bisa jadi di tengah keluarga mereka. Seperti saat ini Fahri yang sudah sedikit melupakan tentang masalah mainan robot itu, kini sedikit terobati saat Fattan berniat untuk mengajak mereka ke pantai. Fahri sangat bahagia karena susah lama mereka tidak pergi berlibur bersama-sama.Dengan penuh semangat Fahri menyiapkan semua keperluan nya sendiri. Mulai dari baju ganti sampai makanan atau camilan untuk di sana. Anak kecil itu begitu Mandiri dia bisa menyiapkan segala kebutuhannya sendiri karena Fahri berpikir untuk tidak merepotkan ibunya yang sering sakit-sak
Sudah tiga hari Farah masih terbaring di rumah sakit. Tubuhnya begitu lemas. Panas dingin kembali menyelimuti dirinya. Meskipun sudah mendapatkan kenangan yang maksimal tapi tubuh kurus itu semakin lemah. Matanya terlihat cekung dengan bibir sedikit pecah. Wajah pucat seperti mayat hidup. Farah menahan rasa sakit semuanya sendiri karena tidak ingin menjadi beban suaminya lagi sehingga dia pun menyembunyikan penyakitnya sendiri. Farah kembali mengingat masa lalu yang begitu romantis disaat Farah masih terlihat segar dan cantik. Fattan begitu memuji kecantikan dan sangat mencintai Farah. Bahkan dia teka menentang keluarga besarnya untuk bisa menikah dengan wanita yang miskin.Keluarga Fattan tidak menyukai pilihan Fattan tapi tidak bisa menolak pilihan Fattan karena begitu menyayangi Fattan. Mereka berdua pun menyembunyikan rahasia besar kalau Farah tidak akan bisa mempunyai anak dari rahimnya karena rahim Farah sudah diangkat karena rusak akibat kecelakaan sebelum mereka menikah.