Share

Jegetan Bayi di Tengah Badai

Author: OhmyTwizz
last update Last Updated: 2025-08-18 05:31:06

Gua Rune Tua, tengah malam kedua.

Angin topan dari sayap Pemangsa Jiwa menerobos lorong batu, menyeret abu kristal hingga berkilauan seperti hujan emas. Di depan kolam darah kristal, Long Yichen—bayi berusia empat hari—duduk tegak di pangkuan Granny Mei. Matanya merah delima menatap ke luar: lima siluet berseragam emas melangkah perlahan, di belakangnya bayang-bayang burung batu sebesar rumah.

Fang Yu berdiri paling depan, tongkat rune retak di tangan kirinya. “Keluar,” katanya datar. “Aku tahu kau punya pecahan inti. Kami akan mengambilnya—bersama bayi itu.”

Granny Mei mengangkat punggungnya. Darah segar mengalir dari luka di telapak tangan—ia meneteskannya ke kolam. Darah kristal mendidih kembali, membentuk lapisan tembus pandang berwarna merah delima di depan mereka.

Mei Xue berkata pelan, “Kita punya satu menit sebelum lapisan pecah.”

Lin Hu menggeram, taring serigala terlihat. “Satu menit cukup.”

Langkah 1 – Bayi menari.

Granny Mei meletakkan Long Yichen di atas batu rune datar. Ia menekan telapak kaki bayi ke tanah; rune menyala hijau. Bayi itu—tanpa berjalan—melompat. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Setiap lompatan meninggalkan jejak cahaya emas di udara, membentuk pola naga kecil berkelok.

Fang Yu mengangkat alis. “Mobilitas dalam tujuh hari?” Ia melambaikan tongkat—seratus duri bayangan melesat. Jejak naga bayi menutup diri, duri memantul tanpa bekas.

Langkah 2 – Serangan balik.

Kael melempar tiga kantung racun hijau. Racun meletus di tanah, menumbuhkan duri racun sebesar tombak. Dua penyerbu berseragam emas tersayat, terjatuh berlutut.

Pemangsa Jiwa menerjang ke depan, cakar batu menghantam lapisan darah kristal. Retakan menyebar seperti kaca.

Mei Xue menyentuh batu rune di lantai—batu itu melebur menjadi jaring kristal, mengikat pergelangan kaki burung batu. Satu detik. Dua detik. Cakar batu hancur jaring, namun langkahnya melambat.

Langkah 3 – Pedang kecil menyerbu.

Long Yichen mengepalkan tangan. Rune pedang di telapaknya melesat keluar—berubah menjadi pedang energi sepanjang lengan. Pedang itu meluncur ke udara, menyeret cahaya emas, lalu menusuk ke arah Fang Yu.

Fang Yu menangkis dengan tongkat—dentuman keras bergema. Pecahan inti meteor di dalam tongkat bergetar lebih keras, memancarkan percikan merah. Fang Yu terhuyung mundur dua langkah. Retakan di tongkat bertambah panjang.

Di belakang layar darah kristal, Granny Mei berbisik mantra. Darahnya mengalir ke batu rune, membentuk huruf kuno: “Tahan.” Lapisan tembus pandang menebal, menahan benturan ketiga Pemangsa Jiwa.

Tapi lapisan mulai berdarah—darah kristal menetes ke tanah, membentuk telapak tangan bayang-bayang.

Lin Hu berteriak, “Waktunya keluar!”

Granny Mei mengangguk. Ia mengangkat Long Yichen, melompat mundur ke lorong belakang. Kael dan Mei Xue mengikuti, sambil melempar racun dan rune penghalang.

Fang Yu menatap lorong yang mulai runtuh. Ia mengangkat tongkat rune, menekan pecahan inti meteor ke dada Lei Zhen—rekannya yang berdiri di samping.

“Sekarang,” kata Fang Yu. “Kau menjadi wadah.”

Lei Zhen menatap pecahan inti—mata lebar, tapi ia mengangguk. Ia menarik napas dalam, membuka jubah emasnya. Pecahan inti meteor menempel di dada—menyala terang, seolah matahari kecil.

Fang Yu membalikkan tongkat, menulis rune penyegelan terakhir. Cahaya putih menyelimuti Lei Zhen—tubuhnya mulai berubah: kulit berlapis batu, sayap batu tumbuh, taring naga muncul. Ia berubah menjadi versi kecil Pemangsa Jiwa—namun dengan mata biru manusia yang masih sadar.

Lei Zhen menggeram, suaranya serak: “Berapa lama?”

Fang Yu menjawab: “Sampai bayi itu mati.”

Lei Zhen menatap lorong yang mulai runtuh. Ia mengepakkan sayap batu, meluncur ke dalam—mengejar Granny Mei dan Long Yichen.

Di lorong belakang, Granny Mei berlari sambil menggendong Long Yichen. Bayi itu menatap ke belakang—mata merah menunjukkan kilas balik: Lei Zhen berdiri di pilar cahaya, menatapnya dengan mata biru yang berlinang air mata.

Long Yichen mengepalkan tangan kecilnya. Rune pedang di telapaknya berdenyut lebih cepat, seolah mengingatkan: “Aku belum selesai.”

Granny Mei berbisik pelan, “Tahan, Yichen. Kita punya satu harapan terakhir.”

Di kejauhan lorong, batu rune kuno mulai bersinar—membentuk portal darah kecil yang berdenyut. Portal itu membawa mereka ke dunia manusia—langkah awal menuju fragmen ketiga.

Di belakang mereka, suara Lei Zhen menggelegar: “Long Yichen! Aku akan menemukanmu!”

Dan di langit lembah Artha, asap hitam membentuk wajah naga yang menatap ke bawah—seolah mengingatkan dunia bahwa fragmen kedua baru saja bangkit, dan kali ini tidak akan ada ampun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Pintu Api Menuju Surga Ke -4

    Rawa selatan, 10:35. Kabut pagi sudah hilang, tapi cahaya MERAH dari mercusuar surga ke-3 masih menyala terang, mengejar rombongan yang bergerak cepat di tepi kanal. Long Yichen di pangkuan Granny Mei, mahkota putih hitam emas unggu di dadanya berkilat seperti takhta penuh, seolah matahari, malam, dan ungu bergabung dalam satu cahaya. Di belakang mereka, suara dentangan genderang perang menggelegar, menandakan: pasukan surga ke-3 sudah bergerak, mengejar, menyiapkan pedang, menyiapkan api, untuk pertempuran terakhir.Target: naik ke surga ke-4, menuju Istana Api, menuju fragmen kesebelas, menuju pengkhianat terakhir: Dewi Surga ibu kandungnya sendiri yang kini telah menyerah tapi masih menunggu untuk dimaafkan atau untuk dihancurkan total.Jalur: naik tangga api merah lewat Pintu Api menuju Dataran Api surga ke-4 lalu ke Istana Api yang tersimpan fragmen kesebelas: kristal api merah sebesar telur, berdenyut seperti jantung api, dikelilingi formasi “Tujuh Langit Terkunci” level 10, da

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Ibu yang Menunggu di Takhta Retak

    Puncak Tangga Nama surga ke-3. Kabut ungu menyelimuti dataran batu giok putih. Di tengah dataran: Dewi Surga berdiri tegak, berjubah ungu tua bermahkota kristal, mata rubi merah berkilat, tangan menggenggam tongkat rune “Tujuh Langit Terkunci” level 9, berdenyut seperti jantung malam. Di belakangnya: Istana Kaca putih transparan, berkilat seperti es, di dalamnya fragmen kesebelas: kristal ungu tua sebesar telur, berdenyut seperti jantung malam, menunggu untuk diambil atau untuk menghancurkan yang mengambil.Di depan istana: Long Yichen berdiri tegak, kaki kecil menapak batu giok, mahkota hitam emas di dadanya berkilat seperti matahari dan malam bergabung. Di belakangnya: Granny Mei, Lin Hu, Mei Xue, Kael berlutut setengah, menatap ibu, seolah menatap takhta yang baru saja retak dan siap untuk diruntuhkan atau untuk dimaafkan.Angin surga ke-3 berhembus pelan, membawa aroma bunga surga yang tidak pernah tumbuh di dunia manusia, tapi juga membawa aroma darah yang pernah menetes di anak

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Api Merah di Pintu Surga Ke -3

    Rawa selatan, 10:40. Kabut pagi mulai surut, tapi cahaya MERAH dari mercusuar menyala terang, mengejar rombongan yang bergerak cepat di tepi kanal. Long Yichen di pangkuan Granny Mei, mahkota putih hitam emas di dadanya berkilat seperti matahari dan malam bergabung. Di belakang mereka, suara dentangan genderang perang menggelegar, menandakan: pasukan surga ke-2 sudah bergerak, mengejar, menyiapkan pedang, menyiapkan api.Target: naik ke surga ke-3, menuju Istana Ibu, menuju fragmen kesebelas, menuju pengkhianat terakhir: Dewi Surga ibu kandungnya sendiri.Jalur: naik tangga angin putih lewat Pintu Angin Hitam menuju Dataran Nama surga ke-3 lalu ke Istana Ibu yang tersimpan fragmen kesebelas: kristal ungu tua sebesar telur, berdenyut seperti jantung malam, dikelilingi formasi “Tujuh Langit Terkunci” level 9, dan dijaga oleh “Tawanan Nama” naga ungu tua level 9, mata rubi merah, tertidur tapi siap bangun jika nama asli terucap.Waktu: 4 jam – sebelum matahari tenggelam sebelum mercusu

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Ruang Bawah Tanah Mercusuar

    Dalam mercusuar besar “天”, 10:05. Pintu batu giok tertutup rapat di belakang Granny Mei, menahan suara derap pasukan di luar. Di ruang bawah tanah mercusuar, lorong batu hitam menyempit, lampu kristal merah berkedip pelan, memantalkan bayangan rombongan yang bergerak cepat. Granny Mei membawa Long Yichen di gendongan, mahkota hitam emas di dadanya redup tertutup kain, tapi denyutnya terasa seperti detak jantung kesepuluh yang baru saja lahir.Di depan mereka: pintu rune besar bertuliskan (Tian Lao – Penjara Langit), dikunci rune “Tujuh Langit Terkunci” level 7, hanya bisa dibuka dengan “izin keluar” bertanda tangan Dewan Surga – yang kini ada di tangan Granny Mei. Di belakang pintu: Ruang Tertutup Lantai B-3, tempat fragmen kesepuluh: kristal hitam sebesar kelereng, berdenyut seperti jantung malam, dikelilingi lingkaran rune “Tujuh Langit Terkunci” penuh, dan dijaga oleh “Tawanan Nama” – naga batu hitam level 7, mata rubi merah, tertidur tapi siap bangun jika nama asli terucap.Rencan

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Mercusuar yang Menangis Antara Dua Nama

    Puncak Tangga Nama, 09:55. Kabut putih menyelimuti mercusuar besar “天” yang berdenyut seperti jantung raksasa. Di depan pintu masuk batu giok putih lebar dua kelompok berdiri saling menatap seperti dua bayang bayang yang baru saja bangkit dari kenangan yang sama.Di kiri Long Yichen, bayi 9 hari, mahkota hitam emas di dadanya tertutup kain tapi denyutnya terasa seperti jantung kesembilan yang baru saja mengalahkan pedang. Di belakangnya Granny Mei, Lin Hu, Mei Xue, Kael berdiri tegak seperti tembok yang baru saja dibangun dari kenangan yang hilang.Di kanan Xue Lian, pedang Tian Qiong retak di tangan, mata dingin seperti es abadi tapi di dalamnya terdapat air mata yang tidak pernah jatuh. Di belakangnya Fang Yu, tongkat rune hampir habis, tapi tangan masih menggenggam racun terakhir seperti bayangan yang tidak pernah bisa dilepaskan.Di tengah mercusuar “天” berdenyut menunggu seperti menunggu dua nama yang baru saja kembali dan hanya satu yang akan masuk.Aturan surga hanya satu kelom

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Seribu Anak Tangga Menangis

    Dataran Nama, 08:35. Tangga emas seribu anak tangga berdenyut di bawah kaki Long Yichen, setiap pijakan memantulkan wajah bayi dan bayangan laki laki dewasa berseragam putih yang pedangnya retak. Di anak tangga ke tiga belas batu menangis, air mata biru meleleh, membentuk bintik yang berkilat seperti permata. Di anak tangga ke sembilan ratus sembilan puluh sembilan Xue Lian berlutut, pedang Tian Qiong yang kini hancur berkeping di tanah, matanya merah karena air mata bukan darah.Granny Mei berjalan di belakang bayi, napasnya teratur, tangan siap menangkap jika tangga goyang. Lin Hu, Mei Xue, Kael mengawasi kanan kiri, waspada terhadap singa emas yang mulai bergerak. Mercusuar besar di puncak berdenyut seperti jantung raksasa yang menunggu kepulangan.Setiap seratus anak tangga, Pijakan Nama muncul. Di pijakan ke seratus kilas balik muncul: Xue Feng remaja tersenyum pada kakaknya, tapi mata kakaknya kosong. Di pijakan ke dua ratus kilas balik: Xue Feng menatap ibunya di puncak, ibu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status