-----"Maukah kau membunuh wanita itu untukku?"Kelam mendengar helaan napas panjang dari seberang sambungan. Senja jelas terkejut, terperangah oleh permintaan yang tak masuk akal itu."Mbak, bercandanya jangan berlebihan begitu dong!"Kelam menunduk. Tatapannya berubah tajam dan dingin. Tak tersisa lagi kelembutan dalam sorot matanya, hanya dendam yang mendidih di balik pupilnya. Cinta yang ia perjuangkan kandas. Kelam dikhianati, sekaligus ditinggalkan.Hubungan dengan sang ayah pun tak jauh lebih baik. Arjuna Wicaksono masih memberinya kuasa dalam bisnis, karena tidak lepas dari peran ketiga Ibunya. Mereka kompak mengancam akan pergi jika Kelam tak diakui, jika hak-haknya dirampas. Untungnya, Arya dan Marisa juga berdiri di sisinya -setidaknya untuk saat ini."Senja, kau tahu kenapa dulu aku dan Mas Dirga putus?""Ma-maksud Mbak Kelam... a-apa?"Kelam tersenyum miring. Nada suara Senja terdengar gugup, nyaris gemetar. Seperti seseorang yang mulai takut akan kebenaran yang selama in
-----Senja duduk di atas ranjang, bersilang kaki dengan potato chips di pangkuan dan diet coke di tangan. Ia tidak sedang melihat telenovela. Tidak, bukan itu! Melainkan ia memandangi -kembali, lukisan yang terpajang di ruang tidurnya. Entah kenapa ia begitu terobsesi dengan lukisan itu sekarang.Layaknya seorang detektif -yang yakin ada clue tersembunyi di balik lukisan tersebut, Senja mengamatinya dengan seksama. Hitung-hitung mengobati kejenuhan di suite mewah. Tidak mungkin juga, Senja terus-menerus meminta Damian untuk menemaninya jalan-jalan. Ia tidak ingin menimbulkan kecemburuan di pihak Donna, pacar Damian.Senja memicingkan mata, menatap leher si wanita dalam lukisan. Ada sesuatu yang familiar -leher jenjang yang menggoda itu, dan tahi lalat kecil di pangkalnya."Siapa kau?" bisiknya. "Kau bukan sekadar objek sensual. Aku tahu, kau nyata."Kedua bola mata Senja bergulir perlahan, dari leher jenjang si wanita menuju punggung lebar dan kokoh milik pria yang menindih tubuhnya.
-----Sepeninggal Kelam, D masih berkutat pada laptop. Layar itu kini menampilkan sebuah video erotis. Percintaannya dengan si wanita kedua yang diam-diam terekam. Ia mencintai Kelam dan malam-malam panas mereka. Tapi, ia tidak bisa menampik bagaimana nikmat yang diberikan oleh si wanita kedua.Tubuh mungilnya menggeliat pasrah di bawah kendalinya, bibirnya tak berhenti mendesah. Ia meracau nikmat, memuji permainannya hingga meminta D mengulanginya lagi. Malam itu adalah malam dimana ia mampu menyingkirkan Kelam dari benaknya. Malam itu ia terjerat oleh pesona si wanita kedua. Melebur dalam hasrat yang begitu dahsyat, menyatu dalam nafsu yang memburu."Apa harus kuminta kau datang kesini?"Napas D memburu, kepalanya bersandar pada kursi. Ia merasakan gejolak memenuhi diri."Ya! Hanya sebentar," putusnya. Ia beranjak dari tempatnya lalu melangkah keluar menuju kamar tidur dan kembali lagi dengan sebotol wine di tangan. Ia ingin mabuk dan menyelami hasrat diri bersama si wanita kedua."
----- Aura dari Kelam memang tak terbantahkan, sangat memikat dan mampu membuat banyak pasang mata terhipnotis. Tinggi semampai, wajah cantik dan tutur kata yang baik. Sebuah paket lengkap yang terbalut dalam raga seorang dewi. Mereka sempat menoleh saat pintu diketuk, kemudian seseorang masuk. Seorang pria tampan yang mampu mencuri perhatian Kelam. Pria itu ternyata menepati janji yang ia ikrarkan melalui pesan -kepada Kelam, beberapa saat lalu. Pandangan keduanya sempat saling bertaut, namun segera diputuskan sepihak oleh si pria. Ia harus menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatannya. "Well, selamat bergabung bersama kami, Mr. Dirgantara Mulia," sambut pemimpin rapat sembari menjabat tangan Dirga erat. Dirga segera menempatkan diri dan Kelam kembali melanjutkan pembahasan materi. Kelam beberapa kali mencuri pandang ke arah Dirga yang sedang mendengarkan penjelasannya dengan seksama. Pria itu tahu dan ia membalas tatapan Kelam begitu dalam hingga tubuh wanita itu mereman
-----Senja penasaran. Ada sesuatu dalam lukisan itu yang membuat Damian dan Arya begitu terpikat -seolah terhipnotis. Jadi, begitu Damian pamit, Senja buru-buru kembali ke kamarnya. Berdiri tepat di depan lukisan dan menatapnya dalam-dalam.Sepasang kekasih terlukis sedang bercinta. Wajah mereka tak tampak, si pria membelakangi -dengan tubuh panjang dan bahunya yang lebar, membayangi sosok si wanita di bawahnya. Wajah si wanita tersembunyi di balik tubuh kekasihnya, hanya leher jenjang dan sebelah dadanya yang terpapar, begitu ranum dan mencolok."Apa yang istimewa dari ini?" bisiknya dalam hati.Matanya terpaku pada telapak tangan si pria yang mencengkeram lembut dada kekasihnya seolah meremas dengan ritme yang sensual. Tubuh Senja meremang. Ada panas yang naik pelan, menyusup hingga tengkuknya. Fantasinya mulai mengambil alih.Lambat laun, bayangan itu seperti hidup. Gerakan tubuh mereka tampak nyata di benak Senja. Sepasang tangan muncul dari balik punggung si pria. Tangan-tangan
-----Damian berdiri terpaku di tengah ruangan, matanya menelusuri tiap detail lukisan besar yang terpajang dalam pigura emas. Karya itu tak hanya memikat karena tekniknya yang realistis, tetapi juga karena aura misterius yang memancar darinya, seolah ia sedang menatap pantulan ruangan, tapi dengan dimensi yang berbeda. Seperti cermin, tapi tak sepenuhnya jujur.Di sudut kanan bawah lukisan itu, tertulis inisial kecil, K.M.W. dengan jenis huruf tipis dan elegan. Tepat di samping inisial itu, ada satu titik gelap, sebesar kancing jas, samar namun tegas. Seperti kesalahan yang disengaja. Warnanya menyatu dengan nuansa netral lukisan: krem, kelabu, dan cokelat kehitaman. Tapi Damian tahu, itu bukan sekadar efek bayangan.Ia menyipitkan mata, fokus pada objek utama, sebuah vas besar yang berdiri megah di sebelah sofa abu-abu. Vas itu mencolok, memberikan kedalaman dan keseimbangan pada komposisi. Namun saat Damian menoleh, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ia sadar, vas itu tidak