"Ainsley, ini sudah siang, kenapa kau masih belum turun juga?" seru Brianna dari bawah.
"Iya, Mom, sebentar lagi. Ini Emily membuat pagiku berantakan," adu Ainsley.
"Hei, kau sendiri yang bangun kesiangan!" seru Emily tak mau disalahkan.
"Kau pikir apa? Kau bangun lebih siang dariku!" balas Ainsley tak terima.
"Sudah jangan lanjutkan perdenatan kalian. Cepat turun!" seru Brianna lagi.
"Yes, Mom."
"Iya, Bibi."
Buk buk buk buk.
Langkah kaki Ainsley dan Emily terdengar tak beraturan. Ya, mereka berlarian menuruni anak tangga.
"Kalian melakukan apa saja semalam?" tanya Brianna.
"Biasa, Bibi. Ladies night. Kami mengobrol sampai kami ketiduran," jelas Emily mewakili. Ainsley mengangguk mengiyakan.
"Dan sekarang kalian kesiangan, apa kalian menyukainya?" tanya Brianna.
"Sudahlah, Brianna. Jangan memarahi mereka. Mereka masih belum terlambat," kata Freddy menengahi.
"Kau selalu saja membela putrimu, Freddy."
"Apa tuan ada di tempat?"Sarah mengangguk sopan. "Ada, Nyonya.""Terima kasih," balas orang itu kemudian berlalu.Jennifer memperhatikan punggung seorang itu dengan tatapan menyorot tajam."Kenapa dia boleh masuk sedangkan aku tidak, ha?" protes Jennifer tak suka."Maaf, Nona, sebaiknya anda berpikir dulu sebelum bertanya. Tentu saja nyonya memiliki hak istimewa," kata Sarah meremehkan."Ck, seberapa istimewanya dia? Biar aku buktikan sendiri." Dengan tekatnya Jennifer berjalan cepat menyusul perempuan yang membuatnya cemburu itu."Hei, Nona Jennifer, kau mau kemana?" seru Sarah meneriaki Jennifer. Namun yang dipanggil sama sekali tak menghiraukan.Sarah menepuk keningnya cukup kuat."Payah! Bodoh dipelihara. Tentu saja nyonya Ashton boleh masuk, dia kan istri tuan Ashton. Dasar gadis bodoh," umpat Sarah sambil menggeleng-gelengkan kepala menganggap Jennifer sangat bodoh."Sarah, dia menerobos masuk. Sebaiknya kau memberit
"Terima kasih, Luke, hari ini aku cukup senang. Dan filmnya menghibur. Komedi pilihan yang tepat, aku sangat berterima kasih padamu," kata Ainsley terus mengucapkan terima kasih sepanjang jalan."Jangan berlebihan, Ainsley. Kita bisa pergi bersama lagi kapanpun kau mau," balas Luke.Ainsley terkekeh. "Ya, tentu. Kita harus pergi lagi lain kali," balas Ainsley lagi."Oh ya, kenapa kau tiba-tiba mengajakku jalan, Luke?" tanya Ainsley cukup penasaran."Memangnya aku tidak boleh mengajakmu jalan? Apakah kau takut Dixon akan marah?" tanya Luke sengaja membuat jebakan dalam pertamyaannya, namun tak mempan untuk Ainsley.Ainsley mengedikkan bahu. "Tidak peduli apakah dia akan marah atau tidak. Itu tidak ada hubungannya denganku," balas Ainsley acuh."Jangan terlalu membenci seseorang, Ainsley. Jika suatu hari kau mencintainya aku takut kau tidak akan menyadarinya," celetuk Luka."Heuhh ...." Ainsley menghela napas berat."Oh ya, Luke. Semalam
Ainsley masuk ke dalam rumah dan melihat kedua orang tuanya yang tengah berada di sofa. Ainsley pun menghampiri kedua orang tuanya."Aku pulang—eh, ada apa ini?" Ainsley melihat ada kejanggalan disana. Ainsley mengernyit. Ainsley sempat mendengar ayahnya meneriaki ibunya."Oh, Ainsley, kau sudah pulang," kata Brianna."Mom, ada apa? Kalian sedang bertengkar?" tanya Ainsley."Tidak, Sayang. Mana mungkin kami bertengkar," kata Brianna."Tidak, Mom, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu, aku bisa melihat tadi daddy sedang meneriakimu, Mom.""Ainsley, Mom hanya sedang meminta penjelasan pada daddy tentang perempuan yang mommy lihat di kantor daddy siang tadi, itu saja," jelas Brianna lagi."Ada perempuan lain di kantor daddy?" Ainsley mengulang penjelasan ibunya dan menjadikannya sebagi pertanyaan.Brianna mengangguk saja sedangkan Freddy tak tahu harus berkespresi seperti apa.Ini hanya kesalah pahaman, seharusnya Brianna tidak perlu
"Apa kau menyukai manisannya?""Ya.""Lalu apa kau menyukai orang yang memberikanmu manisan itu?"Ainsley kembali terdiam. Bukankah Dixon tahu pasti apa jawabannya? Mengapa dia masih saja bertanya?"Aku memang tahu jawabannya, Ainsley," celetuk Dixon. Ainsley terkejut mendengar pengakuan Dixon. Apa Dixon tahu apa yang sedang Ainsley pikirkan?"Tapi siapa tahu sekarang jawabannya sudah berbeda, telah berubah," lanjut Dixon."Tidak ada dan tidak akan ada yang berubah," kata Ainsley."Aku hanya ingin mengucapakan terima kasih saja. Dan aku sudah mengucapkannya padamu. Aku matikan teleponnya," lanjut Ainsley."Tunggu dulu, Ainsley.""Ada apa lagi?""Selamat malam, Ainsley," kata Dixon.Diam-diam Ainsley melebarkan senyum. Hati kecilnya ingin sekali membalas ucapan selamat malam dari Dixon, tetapi logikanya menyururhnya untuk tidak mengatakan apapun."Sekarang kau boleh tutup teleponnya," kata Dixon lagi."Hm."
"Felix sangat kehilangan Brianna. Felix sempat terpuruk selama beberapa tahun. Dan titik terendahnya adalah ketika Brianna kembali tetapi Brianna mengatakan untuk berpisah dengan Felix. Setelah itu Brianna pergi lagi.""Lalu bagaimana setelah itu? Dimana daddy menemukan mommy dan bagaimana kalian bisa menikah?" tanya Ainsley lagi. Dia jadi sangat ingin tahu kisah cinta orang tuanya."Saat itu kakekmu yang memberitahu daddy dimana keberadaan mommy. Saat itu juga daddy ingin menyusul mommy di rumah keluarganya.""Tapi bukankah daddy bertunangan dengan bibi Helena? Apa kalian membatalkan pertunangan kalian juga?" tanya Ainsley cerdas.Freddy terdengar menghela napas berat. Kemudian menggeleng."Ini adalah keegoisanku. Aku yang memutuskan hubunganku dengan Helena dan membatalkan pertunangan kami, demi mencari Brianna. Aku sangat yakin saat itu Helena keberatan tetapi dia setuju dan mendukungku. Akhirnya aku benar-benar pergi mencari Brianna. Tetapi saat itu
"Dia sedang memesan kue untuk diberikan pada Ainsley. Apa itu Ainsley yang sama? Maksudku apa itu kau?" Edison menatap pada Ainsley, menunggu Ainsey menjawab.Ainsley terdiam cukup lama. Pikirannya melayang-layang di udara. Pikirannya seketika dipebuhi oleh satu orang, yaitu Dixon.Ya, mendengar ciri-ciri yang sibetkan oleh Edison, Ainsley langsung terpikirkan satu nama. Dan tidak mungkin ada Ainsley lain. Pasti Ainsley Luvena Ashton.'Dia memesan kue, untukku, dalam rangka apa?' Dalam hati Ainsley bertanya-tanya."Kak Ainsley, mengapa kau diam saja?" desak Edison."Aku tidak tahu, Ed, kenapa kau tidak tanya saja padanya langsung tadi?" tanya Ainsley."Sudah kutanya. Tapi dia bilang dia tidak harus memberitahuku karena ini bukan urusanku," jelas Edison."Kalau memang kau Ainsley yang dia maksud, lebih baik kau jauhi saja dia, Kak," kata Edison lagi."Kenapa memangnya?" tanya Ainsley mengerutkan kening."Iya, karena tampangnya sep
"Semoga kau mendengar pesan yang aku titipkan pada orang tuamu, jangan buka kotaknya sebelum membaca tulisan ini," gumam Ainlsey membaca kartu ucapan tersebut."Jangan buka kotaknya sebelum melewati pukul dua blasas malam kalau tidak nanti bisa-bisa kotak ini meledak," lanjutnya."Ish, apa-apaan dia, sok misterius!" cibir Ainsley pelan. Lalu Ainsley mengok jam di dindingnya yang telah menunjukkan pukul 00:11."Sudah pukul dua belas malam? Sekarang kau bolah buka kotaknya." Aisley melanjutkan membaca tulisan itu dan selesai sampai disana.Ainsley mengedikkan bahu pelan, namun ia menurut saja dengan apa yang ada di dalam tulisan itu.Ainsley membuka kotak tersebut dan ia menemukan ada kotak kecil di dalam kotak tersebut. Tak lupa sebauh kartu ucapan disematkan disana juga."Aku berikan benda berharga milikku ini untukmu. Tapi jangan pernah kau buka jika kau masih tidak mau menerimaku. Simpan saja sampai kau mau membuka hati untukku." Ainsley mengeru
"Maaf, aku tidak mendengarnya. Coba kau katakan sekali lagi.""Kau mendengarnya, Dixon. Aku tidak akan mengulanginya lagi," kata Ainsley ketus."Hahaha ... ya, aku mendengarnya. Hanya saja aku tidak percaya aku akan—maksudku aku tidak percaya kau akan mengundangku di hari spesialmu itu," tutur Dixon."Hanya untuk balas budi saja," kata Ainsley datar."Benar begitukah?" Dixon menautkan alis."Memangnya apa lagi? Jangan terlalu memandang tinggi dirimu, Dixon!""Ya ya, aku memang tidak tinggi," balas Dixon sambil mengedikkan bahu."Lagi pula bukan hanya kau saja yang di undang. Emily, Luke, mereka juga akan diundang," kata Ainsley mempertegas bahwa itu bhkan undangan spesial."Hmm, sepertinya aku memang telah memandang tinggi diriku sendiri," celetuk Dixon."Ehem, besok kita akan uji coba produk kita, bukan?" tanya Ainsley."Ya, kau boleh membawa kenalanmu jika kau mau," balas Dixon."Tidak. Sebaiknya harus benar-benar o