Share

SweetShit Marriage
SweetShit Marriage
Penulis: ZaiJeeLea

Prolog

Ponsel di nakas berbunyi nyaring. Dua orang yang meringkuk di atas tempat tidur tanpa sehelai benang melekat di tubuh, menggeliat. Lala membuka mata ketika tangan yang melingkari perutnya bergerak dan punggungnya di gesek dengan hidung.

“Mas Aiden, ada telepon tuh,” kata Lala dengan suara serak.

Dia duduk. Bersandar pada kepala ranjang sambil menarik selimut sampai ke dada, sedangkan Aiden dengan mata setengah terbuka meraih ponselnya. Menempelkan ke telinga.

Lala mengamati kamar Aiden yang mirip kapal pecah. Meja belajar Aiden berantakan. Lantai kamar berserakan seragam SMA dan tas mereka. Kasur yang selimutnya tak beraturan lagi bentuknya. Bra dan celana dalamnya terletak mengenaskan di kursi meja belajar. Baju kaos dan celana dalam Aiden bahkan tersangkut di kusen jendela.

Lala menghela napas. Ada sesal datang menyusup setelah dia melakukan hal terlarang bersama Aiden dua jam lalu.

“Kamu nyesal?” Aiden meletakkan ponselnya lalu duduk di samping Lala dan memeluknya.

Cewek itu mendesah lirih. “Harusnya kita nggak ngelakuin ini, Mas. Merayakan anniv satu tahun kan bisa dengan cara lain? Aku nggak tahu kenapa aku nggak bisa nolak saat kamu dengan lembutnya cium bibir aku. Dan … tanpa sadar kita sudah begini.”

Aiden mencium pucuk kepala Lala. “So, kamu nyesal?”

“Nyesal nggak ada gunanya juga, kan? Nyesal nggak akan mengembalikan apa yang sudah hilang. Aku takut hamil. Aku baru kelas dua SMA, Mas. Sedangkan kamu udah mau lulus. Gimana sekolah aku kalau itu sampai kejadian?”

Lala menengadah. Menatap wajah kekasihnya, Aiden Baratya. Cowok tertampan di sekolah. Jadi yang paling kaya juga. Entah dapat rezeki apa Lala yang tidak ada cantik-cantiknya dan juga miskin melarat ini sampai bisa memacari Aiden. Kisahnya mirip kisah Cinderella.

Cowok beralis tebal itu tersenyum lembut. Pelukannya semakin mengerat. Pelukan sayang, setidaknya itulah yang Lala rasakan.

“Kamu nggak akan hamil. Percaya deh. Kita juga baru sekali ngelakuin ini, kan? Jadi kamu nggak bakalan hamil.”

Meskipun kata-kata itu Aiden ucapkan dengan nada penuh penenangan, tapi tidak sedikitpun membuat Lala tenang. Raut cemas tergambar jelas di wajahnya. Mengetahui itu Aiden lalu berkata, “Kalau kamu hamil, aku akan tanggung jawab.”

Lala malah semakin nelangsa. Jika ada bayi yang tumbuh di perutnya kelak, keluarga Baratya tidak akan tinggal diam. Mereka akan melakukan segala macam cara untuk mempertahankan nama baik mereka. Manusia seperti Lala hanyalah aib. Apalagi bayinya, dia adalah kutukan.

Mereka pasti akan menyuruh Lala menggugurkan kandungan atau menyuruh Lala pergi dari hidup Aiden selamanya dengan uang yang sanggup menghidupinya selama dua puluh tahun ke depan.

Aiden mencubit pelan pipi Lala. “Jangan murung gitu dong. Aku jadinya makin merasa bersalah.”

“Kalau aku beneran hamil, keluarga kamu pasti nggak akan terima, kan?”

Aiden tertawa. “Keluarga mana yang kamu maksud, La? Aku cuma hidup sama mama, papa aku udah nggak ada. Kamu tahu sendiri mamaku kayak gimana? Cinta mati sama kamu. Jadi … jangan murung lagi dong.”

Aiden memajukan bibir sambil mengerjapkan mata. Mau tak mau Lala tertawa melihatnya. Ditambah lagi Aiden menggelitiki pinggangnya. Makin pecah tawa Lala sampai dia harus memukul lengan Aiden agar berhenti.

“Mau makan, nggak?”

Lala menggeleng. Dia bangkit dari ranjang lalu memunguti baju-bajunya yang berserakan. “Mau langsung pulang aja. Takut mama nungguin. Aku nggak bilang hari ini mau bolos sama mama.”

Aiden turut memunguti seragamnya. “Kalau kamu bilang mau bolos, jelas mama kamu nggak akan setuju.”

Cowok itu membantu Lala memasang kaitan branya. Hal itu sukses membuat Lala memekik.

“Mesum!”

Aiden tertawa garing. Dia memeluk Lala dari belakang. Menenggelamkan hidung di ceruk leher Lala dalam-dalam.

“Aku cinta banget sama kamu, La. Apapun yang terjadi nanti jangan benci aku, ya.”

Lala melepas pelukan Aiden. Berbalik, menghadap cowok itu. “Emang apa yang akan terjadi sih? Mas tenang aja, mau hujan badai kek, mau kiamat kek, banjir, tsunami, aku akan tetap cinta sama kamu. Titik.”

Aiden tersenyum dan pelukannya di perut Lala semakin mengerat.

* * *

Ketika bel istirahat berbunyi, Lala langsung pergi ke kelas Aiden sambil membawa kotak bekal. Langkahnya ringan dan cepat. Senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Sesampainya di depan pintu kelas XII IPA 5, Lala langsung disambut godaan dari teman cowok Aiden. Teman ceweknya malah menatap Lala sinis. Cewek itu memilih tidak menggubris. Sudah sangat biasa mendapat perlakuan begitu.

Dia mengedarkan pandangan menyapu kelas, tapi Aiden tidak ada di manapun juga. Keningnya mengernyit, heran. Lalu Ben, sahabat Aiden, menghampirinya dan menyuruh Lala masuk.

“Kata Aiden, masakan kamu enak banget. Dia mau boker dulu biar bisa makan banyak.”

Punuturan Ben sontak membuat Lala tergelak. Dia lalu masuk. Duduk di bangku Ben yang bersebelahan dengan bangku Aiden.

Tak lama, Aiden datang dengan dua buah botol gelas mineral di tangan. Langsung duduk di samping Lala dan mengecup pipinya singkat. Hal itu sukses membuat teman-temannya yang jomblo berteriak murka.

“Kamu sudah cebok?” tanya Lala ketika Aiden membukakan segel botol air mineral untuknya.

Kening Aiden keriting. “Maksud kamu?”

Lala mengulum senyum. “Kata Mas Ben, kamu tadi boker.”

Aiden yang sedang meminum airnya tersedak. “Sialan!”

Di tengah acara makan siang, seisi kelas XII IPA 5 termasuk Lala dibuat terperanjat. Pasalnya pintu digebrak saat suasana sedang tenang-tenangnya.

Mereka menoleh ke sumber suara. Lala langsung tercekat ketika tahu siapa yang mengusik ketenangannya.

Dauni, siswi tercantik di sekolah. Kelas XII IPS 1. Bucin Aiden. Cewek yang benci melihat kemesraan mereka. Musuh bebuyutan Lala.

Dengan tubuhnya tinggi semampai dan ideal bak model, Dauni menghampiri Aiden dan Lala. Mengambil sebuah kursi dan duduk di hadapan Lala dengan raut bengis.

“Seneng lo satu tahun ini sama Aiden?”

Lala mengangguk antusias. “Ya jelas lah. Nggak liat pipi gue makin hari makin berisi?”

Sebelah sudut bibir Dauni naik. “Terus perut lo, berisi juga?”

Lala langsung berhenti mengunyah. Dia menatap Dauni penuh selidik.

“Jangan didengerin,” bisik Aiden sambil meremas tangannya.

“Sayangnya lo harus dengerin ini, La.”

Dauni menarik kursinya semakin mendekati Lala. Ditatapnya wajah berpipi agak berisi itu dengan sinar mata penuh dendam.

“Lo pikir Aiden beneran cinta sama lo? Nggak, La. Lo cuma jadi yang kesekian yang akan dipatahkan hatinya oleh Aiden. Lo cuma mainannya dia.”

Tubuh Aiden beku di tempat. Dia mendesis. “Jangan dengerin dia, La. Aku cinta sama kamu, beneran.” Dia semakin meremas tangan Lala.

“Da, lo diem!” bentak Aiden pada Dauni. Hanya dibalas kedikan bahu oleh cewek cantik itu.

Sementara Lala sudah benar-benar berhenti mengunyah. Makanannya dia masukkan secara paksa ke dalam kerongkongan yang mendadak kering.

 “Gue nggak bisa diem, Den. Udah satu tahun juga, kan? dan lo udah nidurin dia. So, saatnya jujur.”

Lala menggigit bibirnya sebelum berkata, “Jujur tentang apa?” Dia menatap Aiden dan Dauni bergantian.

“Nggak ada apa-apa, Sayang. Jangan dengerin Dauni, ya. Jangan percaya dia. Cukup percaya sama aku. Oke?”

Lala menggeleng lemah. Raut bingungnya makin kentara. “Ceritain, tolong,” katanya dengan suara bergetar.

Dauni tersenyum lebar. “Jadi, karena lo yang sok jual mahal padahal miskin ini membuat Aiden tergerak untuk bikin tantangan. Katanya dia mau bikin lo jatuh cinta terus ngehancurin lo tanpa sisa.”

“Hah ….”

“La ….” Aiden meraih kedua bahu Lala. Meremasnya. “Itu semua nggak bener.”

Dauni memegang tangan Aiden. “Kenapa jadi munafik gitu, Den? Bukannnya lo sendiri yang bilang mau jadiin Lala mainan? Lo merasa tertantang ngedekatin cewek yang sok jual mahal kayak dia. Lo bilang Lala bakalan tunduk sama lo kalau lo kasih uang, kan? Jadi, dia udah tunduk dong sekarang. Lo sudah berhasil nidurin dia, juga.”

Dauni menyeingai. “Lo dikasih uang berapa juta buat ganti keperawanan lo?” tanyanya pada Lala.

“Da! Lo Diem! Jangan hancurin hubungan gue sama Lala!” Aiden menggebrak meja dan memelototi Dauni.

“Hubungan yang mana, Den?! Semua orang tahu kalau lo ngedekatin Lala bukan karena cinta!” Dauni ikut meradang.

“Ben! Benicno! Sini lo!”

Ben yang sejak tadi berkeringat dingin di depan pintu kelas mendekat dengan hati-hati setelah dipanggil Dauni.

“Lo saksinya Ben. Bener nggak kalau Aiden ngedekatin Lala cuma buat main-main?”

Lala mendongak. Meminta Ben berkata jujur hanya dengan sinar matanya.

Ben semakin menunduk. “Sori, La ….”

Hancur sudah. Pecah. Remuk hati Lala. Melebur bersama air matanya yang turun deras. Dia berdiri. Menatap Aiden dengan seribu luka yang tersirat di wajah.

“Kamu ….” Lala tak sanggup meneruskan ucapannya. Kedua tangannya terkepal rapat. Bibirnya digigit sampai putih.

“Jadi … ini yang kamu maksud jangan benci kamu apapun yang terjadi?”

Aiden ikut berdiri. Meraih wajah Lala, tapi ditepis oleh gadis mungil itu. “Aku nggak mau ketemu kamu lagi!”

* * *

Lala duduk menekuk lutut di lantai kamar mandi. Wajahnya tersembunyi di antara dia lutut. Bahunya bergetar hebat. Di tangan kanannya tergenggam sebuah test pack dengan dua buah garis berwarna biru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status