Beranda / Romansa / Syahadat Cinta / Sebuah Masalah?

Share

Sebuah Masalah?

Penulis: Bia Baharda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-05 17:33:44

Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul 21.00 WIB, PM masih ramai dengan kesibukan belajar para santri kelas 1-5, sedangkan siswi akhir atau kelas enam ada yang sibuk mengerjakan dan memperbaiki paper tugas akhir, ada yang sibuk hafalan jus tiga puluh dan surat pilihan ke ustazah pembimbing masing-masing, ada pula yang mengulang hafalan sendiri. Memang benar ungkapan yang mengatakan Alma’hadu La Yanamu Abadan yang berarti bahwa Pondok tidak pernah Tidur.

Meskipun sudah kelas enam tidak berarti mereka bisa berleha-leha dan bebas dari kegiatan pondok, bukan hanya bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan PM tapi mereka juga mempunyai setumpuk tugas akhir sebagai persyaratan mengikuti yudisium kelulusan, seperti tugas membuat paper yang berhubungan dengan Ilmu Fikih, Hadis, dan Tafsir yang tentunya ditulis dengan bahasa wajib PM, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, santri mempunyai kebebasan untuk memilih salah satu dari dua bahasa wajib tersebut, selain  menggunakan bahasa wajib PM paper juga ditulis dengan tulisan tangan bukan dengan ketikan. Selain paper siswi kelas enam juga mempunyai tugas untuk menghafalkan jus tiga puluh dan beberapa tambahan surat-surat pilihan, cukup berat namun itu adalah kewajiban yang harus dipenuhi.

Malam itu ketika Rania sedang sibuk mengulang hafalan jus tiga puluh dan surat-surat pilihan di depan taman gedung Santiniketan, tiba-tiba suara Aulia yang sedikit cempreng berteriak memanggilnya.

“Kamu kenapa sih, teriak-teriak tidak jelas, kamu pikir ini hutan apa?” sungut Rania ketika Aulia telah berada di sampingnya.

“Ya maaf kan sudah kebiasaan suka teriak-teriak,” ucap Aulia tanpa rasa bersalah sambil memperlihatkan cengiran kudanya.

Rania melotot malas pada Aulia, kemudian ia melanjutkan kembali hafalannya.

“Eh Rania sebentar, Aulia mau bicara,” Aulia menarik tangan kanan Rania.

“Apa sih Aul? Kamu ini mengganggu hafalanku saja,” Rania menunjukkan wajah kesalnya.

“Ih sabar dulu, aku juga belum hafalan kok, kamu dipanggil Ustazah Aida di hujroh wartel.”

Rania berpikir sejenak, “Ustazah Aida? Perasaan aku tidak ada urusan dengan ustazahnya deh.”

“Pembimbing paper akhir kamu kan Ustazah Ilma.”

“Iya Ustazah Ilma, terus apa hubungannya dengan Ustazah Aida?”

“Ih kamu ini,  kalau ada orang bicara dengar dulu sampai selesai jangan dipotong.”

“Iya, maaf deh.”

“Jadi, ceritanya Ustazah Ilma itu disuruh pulang mendadak oleh orangtuanya karena neneknya sakit, terus paper yang kamu kumpulkan ke ustazahnya seminggu yang lalu dititipkan ke Ustazah Aida. Lalu, karena Ustazah Aida beberapa hari yang lalu ada urusan di ma’had pusat jadinya baru sempat sekarang mengembalikan ke kamu, paham?” Aulia menjelaskan panjang lebar.

“Oh begitu, paham teman tercintaku, terus sekarang di mana paperku?” mata Rania memperhatikan tubuh Aulia, mencari-cari kalau temannya itu membawa paper tugas akhirnya.

“Ya dibawa Ustazah Aida.”

“Kenapa tidak bilang dari tadi?” ucap Rania geram.

“Ya ini sudah bilang.”

“Terserah kamu deh, yang penting sekarang kamu harus mengantarkanku ke sana,” tanpa mendengar jawaban Aulia, Rania menarik paksa tangan temannya itu.

Tanpa disadari Rania, sedari tadi ada seseorang yang terus memperhatikan tingkah lakunya bersama Aulia. Orang itu adalah Ahda, ia duduk di depan guest house saat Rania sedang menghafalkan hafalan Al-qurannya. Meski suasana di sana cukup ramai, namun tidak sulit bagi Ahda untuk menemukan sosok Rania.

Rania berjalan tergesa-gesa menuju hujroh Ustazah Aida yang berada dibagian gedung Syanggit, perasaannya tiba-tiba tidak enak. Ia takut apabila banyak kesalahan di paper miliknya, apa lagi besok sore adalah hari terakhir pengumpulan. Sejak di perjalanan dia merutuki dirinya sendiri yang ceroboh karena melupakan batas akhir pengumpulan.

“Sudah tenang saja jangan panik!” Aulia mencoba menenangkan Rania.

Assalammualaikum,” setelah menenangkan dirinya, Rania pun mengucapkan salam di jendela kamar Ustazah Aida, memang begitulah kebiasaan di PM, apabila santri ingin bertemu atau ada keperluan dengan ustazah, mereka akan mengucap salam melalui jendela kamar sang ustazah.

Waalaikum salam,” ucap seorang wanita dari dalam kamar.

“Ustazah saya Rania, apa Ustazah Aida ada?”

“Oh iya Rania, saya sendiri, sebentar ya.”

“Iya Ustazah.”

Beberapa saat Rania dan Aulia menunggu, kemudian Ustazah Aida membuka celah di jendela kaca kamarnya, “Ini Rania, maaf ya Ustazah baru memberikannya ke kamu sekarang,” ucap Ustazah Aida sambil mengeluarkan paper yang dijepit dengan klip dari celah jendela.

“Iya tidak apa-apa Ustazah, terima kasih Ustazah, assalammualaikum,” Rania mengambil paper miliknya kemudian bergegas meninggalkan gedung Syanggit.

Rania dan Aulia berjalan menuju tempat belajar mereka biasanya, yaitu di taman gedung Santiniketan. Ia membuka paper yang dipegangnya dengan hati-hati. Saat membuka halaman pertama ia masih bernafas dengan lega karena tidak terdapat coretan, memasuki halaman kedua tangannya berkeringat dingin karena tulisannya dicoret-coret di sisi kiri tulisan, terdapat tulisan bahasa Arab di sebelahnya yang menyatakan tulisan Rania tidak sejajar dari baris pertama hingga baris akhir halaman dua. Ia membalik halaman berikutnya dan kesalahan yang sama terlihat di halaman itu, ia mempercepat gerakan tangannya untuk membuka setiap halaman di paper tersebut. Mata Rania memanas, setetes, dua tetes, dan menjadi bertetes-tetes air mata Rania berjatuhan, dari halaman kedua hingga terakhir terdapat kesalahan yang sama di paper Rania yang artinya Rania harus menulis ulang paper tersebut.

“Jangan menangis dong Ran, aku bantuin deh, kamu tenang ya!” Aulia mencoba menenangkan hati Rania.

“Mana bisa Aul, tulisan kita kan tidak sama,” ucap Rania dengan terisak.

“Iya bagaimana ya? Aku juga bingung,” ucap Aulia sambil menggaruk kepalanya yang tertutup kerudung meski tidak gatal.

“Ustazah Ilma tega banget sih,” ucap Rania di sela tangisnya.

“Ada apa ini? Rania kenapa kamu menangis?” tanya Fatma dengan panik.

Tidak ada jawaban dari bibir Rania, Aulia pun angkat bicara dan menjelaskan duduk permasalahannya pada Fatma.

“Oh begitu, jangan sedih dong Ran pasti ada caranya!” ucap Fatma kemudian berusaha menenangkan temannya.

“Tapi besok batas akhir pengumpulannya dan Ustazah Ilma sedang pulang. Selain aku harus mengulang dari awal, aku juga tidak memiliki ustazah pembimbing. Waktunya juga mepet banget,” Rania bersedu-sedan.

“Kita ke Ustazah Uswah saja, bagaimana?” usul Fatma.

“Ustazah Uswah? Untuk apa?” tanya Rania.

“Kita cerita ke Ustazah Uswah permasalahannya terus kita minta tolong ustazahnya menjadi ustazah pembimbing pengganti untuk kamu,” Fatma menjelaskan.

“Ah! Itu ide yang bagus,” Aulia menyetujui.

“Kalau ustazahnya marah?” Rania ragu.

“Marah urusan nanti, yang penting kamu punya pembimbing dulu dan paper kamu bisa dikumpulkan tepat waktu,” ucap Fatma bersemangat.

Rania terdiam, Aulia tidak sabar menunggu sahabatnya itu, ia pun menarik tangan Rania untuk ikut bersamanya ke kamar Ustazah Uswah yang letaknya tidak jauh dari gedung Santiniketan.

Mereka bertiga berjalan melewati depan guest house, Ahda yang sedang berbincang dengan ustaz pengasuh PM 5, yaitu Ustaz Hanafi seketika mengalihkan pandangannya ke arah tiga santri yang berjalan berdampingan, pandangannya tertuju pada santri berjubah merah muda yang berjalan di tengah, diapit kedua temannya. Meski tidak begitu jelas tapi Ahda dapat melihat raut kesedihan di mata santriwati itu dan wajahnya pun terlihat muram tidak seperti beberapa jam lalu saat bertemu dengannya.

“Ustaz, ada apa?” Ustaz Hanafi menegur Ahda yang terlihat tidak fokus.

“Oh tidak Ustaz tadi saya melihat seseorang lewat, sepertinya saya mengenal dia tapi ternyata setelah saya perhatikan lagi bukan orang yang saya kenal,” ucap Ahda beerbohong, dalam hati ia merasa bersalah karena telah berbohong pada Ustaz Hanafi.

“Oh begitu, saya kira kamu sedang memperhatikan santriwati yang ada di sini?”

Ahda merasa tersendiri, ia merasa terkejut dengan ucapan Ustaz Hanafi, ia terlihat kikuk beberapa saat.

“Hahaha, ternyata menggoda antum[1] begitu mudah ustaz, tenanglah jangan dipikirkan saya hanya bercanda,” ucap Ustaz Hanafi, seketika itu Ahda bisa bernafas dengan tenang kembali.

“Atau jangan-jangan benar kamu sedang memperhatikan seorang santri?”

Ustaz Hanafi kembali berbicara, Ahda merasa salah tingkah kembali. Ustaz Hanafi tertawa menyaksikkan sikap pria yang ada di hadapannya itu, Ahda pun menyadari bahwa ustaz pengasuh yang ada di hadapannya ini hanya bergurau, menggodanya.

[1] Panggilan untuk saling menghormati dalam bahasa Arab

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Syahadat Cinta   Epilog

    “Rania tunggu,” Robert tiba-tiba memanggil Rania yang telah berada beberapa langkah di depannya. “Ada apa Em?” Rania menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Robert. Rober pun berjalan mendekat ke tempat Rania berdiri. “Akar dan batang adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan, tanpa akar tumbuhan akan mati, begitu pula tumbuhan bila tanpa batang bagaimana mungkin ia akan ditumbuhi daun, yang akan terjadi adalah akar yang mengering. Adibah Rania Zahara, aku ingin kita menjadi seperti akar dan batang yang saling menguatkan, yang hidup saling melengkapi, saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Rania maukah dirimu menjadi matahari di siang ku dan bulan di malam ku. Aku memang bisa hidup tanpamu, namun aku tidak sempurna tanpamu, seperti langit yang tak akan sempurna di siang hari tanpa matahari dan bulan bintang di malam hari, begitulah diriku tanpamu.” Rania tidak pernah menyangka akan mendengar kata-kata indah tersebut dari Robert. Ia masih m

  • Syahadat Cinta   Perjalanan Cinta

    Rania dan keluarganya segera kembali ke rumah mereka. Faza dan Ahda yang datang ke acara wisuda Rania juga ikut ke rumah Rania. Mereka ingin menikmati kesejukan udara kebun teh. Rania sangat bahagia karena bisa berkumpul dengan orang-orang yang disayanginya. Meski sempat kesal karena Robert menjahili dirinya, tetapi sesungguhnya gadis itu merasa sangat senang karena pria bermata hazel itu telah memberinya kejutan yang benar-benar mengejutkan.“Jadi, setelah ini kamu mau lanjut S2 atau menikah Ran?” Faza membuka percakapan di dalam mobil. Saat itu Rania, Robert, Ahda, dan Faza berada dalam satu mobil milik Ahda. Rania duduk bersama Faza di kursi belakang sedangkan Robert duduk di kursi penumpang sebelah kursi kemudi mobil yang dikemudikan oleh Ahda.“Kak Faza ini bisa saja. Mau menikah dengan siapa kak? Lagi pula tidak ada calon,” Rania merasa malu dengan pertanyaan itu.“Memang benar tidak ada calonnya? Jangan bilang kamu masih belu

  • Syahadat Cinta   Sajak

    Hari berlalu begitu cepat, tanpa terasa Rania akhirnya dapat menyelesaikan studinya dalam waktu tiga setengah tahun. Keluarganya merasa bangga atas apa yang telah dicapai oleh gadis itu. Kerja keras dan usaha yang dilakukannya selama ini akhirnya berbuah manis, ia dapat menyelesaikan kuliahnya lebih cepat dari kebanyanyakan teman-temannya.Banyak hal yang telah terjadi dalam kehidupan Rania dalam tiga setengah tahun terakhir ini. Ia menemukan teman-teman baru yang tentu saja sangat berbeda dengan kepribadia anak-anak pesantren. Mereka berasal dari sekolah yang berbeda-beda, suku berbeda, agama berbeda, dan sifat yang berbeda-beda pula. Namun, gadis bermata teduh itu sangat menikmati segala perbedaan yang ia rasakan.Bukan hanya tentang kehidupan pertemanan saja yang ia temui, tentang percintaan pun ia mengalami. Meskipun bukan Rania yang merasakan cinta. Banyak teman laki-lakinya baik dari jurusan yang sama maupun dari jurusan yang berbeda berusaha mendekati Rania bahk

  • Syahadat Cinta   Emier Reza Alfadi

    Matahari musim panas terasa begitu menyengat membakar kulit, gadis Sunda itu sebenarnya sudah terbiasa dengan udara panas karena ia hidup di negeri tropis, tapi baginya udara dan matahari musim panas di London tetaplah berbeda dan membuatnya merasa terbakar.“Kamu bilang tidak suka berada di luar rumah saat musim panas lalu kenapa sekarang kamu berada di sini,” Rania menatap pria di sampingnya yang sedang membersihkan tumbuhan-tumbuhan mati.“Rania, ini masih di dalam rumah, ya meskipun memang tidak beratap, tapi bagiku ini masih kawasan dalam rumah,” ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangannya dari batang-batang kering yang ia kumpulkan.“Ah, sudahlah bicara denganmu membuatku selalu terlihat salah,” Rania merasa kesal.Robert menghentikan gerakan tangannya mengumpulkan tumbuhan kering dan memandang ke arah Rania.“Rania, maksudku tidak senang pergi keluar rumah itu, sepetti ke pantai, climbing,

  • Syahadat Cinta   Awal Sebuah Kekaguman

    Rania tersenyum pada Robert, “Maaf aku jadi bercerita panjang lebar, padahal harusnya aku hanya menjawab masih atau tidak.”“Tidak Rania, aku senang mendengarkan jawabanmu itu. Aku senang mendengarkan ceritamu,” Robert tersenyum menyakinkan Rania.“Baiklah sudah cukup cerita tentangku. Aku yakin nenek juga pasti sudah banyak bercerita tentang aku, sekarang giliran kamu, aku sama sekali tidak tahu tentang dirimu.”“Eits, tunggu dulu, kamu belum mengatakan jawaban yang diberikan oleh Allah apa atas Shalat Istigharah yang kamu lakukan.”“Allah memberiku petunjuk melalui mimpi dan dari mimpi itu aku memantapkan hatiku untuk tidak melanjutkan hubunganku dengan Ustaz Ahda.”“Memangnya apa mimpimu?” Robert bertanya dengan penuh antusias.“Rahasialah.”“Ah Rania, kamu ini membuatku penasaran. Mimpi tentang apa memangnya?” Robert mendesak Rania untu

  • Syahadat Cinta   Awal Segalanya

    Malam hari, usai menjalankan Salat Isya berjamaan dengan Nenek Ainun dan Robert, Rania pun mengutarakan niatnya untuk pulang ke Indonesia pada sang nenek. Sontak saja hal tersebut membuat Nenek Ainun terkejut, pasalnya cucu tercintanya itu baru dua hari menginjakkan kaki di London, tapi sudah ingin kembali pulang ke Indonesia.Nenek Ainun menentang keputusan Rania, ia meminta cucunya untuk setidaknya menetap selama satu minggu lagi. Namun, Rania tetap menolak, ia menjelaskan kepada sang nenek alasan dia harus secepatnya kembali ke Indonesia. Nenek Ainun tetap tidak menerima alasan tersebut. Robert juga membantu Rania menjelaskan pada sang nenek, tetapi perempuan 67 tahun itu tetap tidak menerima. Ia menyuruh agar Rania melepaskan universitas yang menerimanya dan sebagai gantinya Nenek Ainun akan mendaftarkan Rania di London. Namun, dengan lembut gadis bermata teduh itu menolak keinginan sang nenek.“Rania janji Nek, suatu hari nanti Rania akan datang ke sini dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status