Share

Bab 5.

Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 5.

**

PoV Riana. 

"Riana … Maksud kamu apa?" tanya Mas Ferdi menyusul ku. Menghentikan langkahku dengan memegang tanganku seakan-akan tidak membiarkan aku pergi dari sini. 

"Apasih, Mas!" Aku menyentakkan tangannya dengan kasar. Yang membuat hatiku hancur adalah ketika anakku harus melihat pertengkaran demi pertengkaran yang terjadi di antara kami. Sikap pedas mertua dan para ipar yang sering menyakiti belum lagi ketidak pedulian Mas Ferdi pada Dini. Dia lebih peduli dengan dunianya sendiri dan kepentingan keluarganya. 

"Kamu jangan main-main perkara perceraian. Apa maksud kamu tadi kalau mau ke Pengadilan Agama? Apakah kamu mau menggugat aku cerai. Kamu jangan main-main dengan perkataan itu, Riana!" 

Aku tertawa kecil menertawakannya. 

"Kenapa? Kamu takut?" tanyaku sedikit mengejeknya. 

"Ya enggaklah, aku nggak pernah takut dengan ancaman-ancaman kamu karena asal kamu tahu aja jadi janda itu susah dan nggak enak. Kamu akan menyesal dan kamu jangan sok banget kayak gini!" 

Di saat Mas Ferdi tadi menyusul ku, Ibu mertua juga datang ke teras rumah. Dia memandang ku secara sengit karena justru putranya yang mendatangi aku sebab tidak mau di ceraikan. 

"Ferdi. Buat apa sih kamu mempertahankan istri yang membangkang seperti ini. Kayak nggak ada perempuan lain lagi. Asal kamu tahu aja, Riana. Sebenarnya Felisha itu datang ketika Yumna menikah kemarin jadi Kalau kamu masih mau mempertahankan rumah tangga maka kamu harus menuruti apa kata suamimu. Karena Ferdi bisa saja kembali pada Felisha." 

"Mantan kamu, Mas? Kalau sampai aku tahu kamu melakukan hal yang lebih kepada Felisha maka kamu akan tahu akibatnya, Mas. Aku nggak main-main." 

Aku mendengkus kesal. Lalu beranjak pergi. Aku hendak pergi meninggalkan Mas Ferdi dan Ibunya di sana. Mas Ferdi terdiam sejenak. Sebelum aku pergi malah datang Mbak Rahmi bersama anaknya Chikita dan Cantika. Kulihat Chikita sudah memakai pakaian TK sama seperti yang digunakan oleh Dini anakku tapi Cantika yang masih 3 tahun digendong oleh Mbak Rahmi. 

"Riana. Kebetulan. Kok wajah kalian pada tegang gitu. Ada masalah apa ini?" 

Dia mencoba bermanis mulut berbasa-basi seperti yang dilakukannya selalu waktu di depanku. Aku merasa kecewa dengan sikap Mbak Rahmi karena di depanku dia sangat bertutur kata manis. Namun, di belakangku ketika mereka sedang berbicara di grup WA keluarga. Dia sering menjelek-jelekkan aku berkata yang tidak-tidak sehingga menyakiti hatiku serta mengumbar fitnah yang membuat aku benar-benar kesal padanya. 

"Tanya aja sama Ibu. Apa keperluan dia ke sini! Lagian Mbak Rahmi mau apa?" tanyaku ketus. 

"Begini, kamu sekalian antarkan Chikita ke TK sama seperti anak kamu setelah itu kamu bawa Cantika. Kamu jaga sebentar karena aku sedang ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan." 

Dia menurunkan anaknya yang berusia 3 tahun itu di depanku. Kemudian dia menyodorkannya kepadaku. Aku menarik napas panjang karena merasa tak habis pikir. Tidak berubah juga kelakuan kakak iparku ini. Membuat aku kesal saja. Tadi kelakuan ibu yang berusaha mengambil perhiasanku. Sekarang Mbak Rahmi yang selalu menyusahkan aku. 

"Urusan nggak bisa ditinggalkan itu apa, Mbak? Lagian ini adalah anak kamu dan kamu harus menjaga anak kamu sendiri. Kenapa kamu harus serahkan anak kamu ke aku. Kalau kamu nggak sanggup jaga anak kamu. Lebih bagus kamu bayar aja orang untuk menjaga mereka. Udah aku mau pergi dulu. Maaf, aku gak bisa kamu suruh-suruh lagi jagain anak kamu!" 

Aku hendak berlalu. Mbak Rahmi mendengkus kesal karena aku tak menuruti apa yang dia minta. 

"Riana. Kenapa kamu jadi sombong banget seperti ini? Sebenarnya kamu mau pergi ke mana?" 

Mbak Rahmi merasa tak puas. Dia justru menyusul langkah kecilku. Karena sikapnya itu aku berhenti sejenak dan menatap dirinya yang dengan sengit memandangku. 

"Aku mau pergi kerja. Aku nggak seperti kamu yang menyuruh aku menjagakan anak kamu. Tapi aku nggak ngerti kamu itu kerja apa. Yang aku tahu kamu cuma keluyuran dengan teman-teman kamu. Kasihan anak kamu karena Ibunya masih merasa bagaikan anak perawan padahal anak kamu udah tiga. Kasihan juga suami kamu!" 

Kesal rasanya menuruti setiap perintah dari Mbak Rahmi dan juga Ibu karena Mbak Rahmi itu emang suka keluyuran dengan teman-teman sekolah dan kuliahnya. Entah kenapa anaknya di tinggal bersama ku. Sekarang aku gak akan mau lagi. Biar dia jaga sendiri anaknya. Ngatai aku mandul segala. Anak banyak gak terurus kayak dia buat apa? 

"Riana. Kamu udah semakin berani nggak mendengarkan perintah aku. Kamu ini adik ipar seperti apa? Di mana-mana adik ipar itu harus patuh kepada perintah keluarga suami!" 

"Maaf, Mbak. Aku capek berdebat sama kamu karena waktuku terbuang sia-sia. Yang pasti aku bilang sama kamu dan Ibu kalau aku bukan babu kalian. Mending aku jadi babu di luar dapat duit dari pada melayani kalian yang hanya mendapat hinaan!" kataku ketus. Aku berjalan dengan cepat kemudian aku segera menyetop ojek agar Mbak Rahmi tidak mengikuti aku. 

Ojek mengantar kami ke TK Dini kemudian aku memeluk anakku sebelum dia masuk ke kelas. Dalam pelukanku itu Dini mengatakan kepadaku agar aku harus sabar. Tak terasa air mataku jatuh. Aku sangat kasihan dengan Dini yang punya keluarga seperti itu. Namun, untuk saat ini aku harus kuat dan mau lihat sampai di mana Mas Ferdi bisa bertahan untuk tidak selingkuh. 

"Sabar ya, Bunda. Dini sayang Bunda." 

Dia mengecup pipiku sebelum dia masuk ke kelasnya. Aku kemudian mencium anakku itu juga lalu melambaikan tangannya dan mengatakan nanti aku akan menjemputnya. Aku kemudian mencari taksi hendak pergi ke tempat yang aku tuju. Di dalam taksi itu aku mencoba tenang. 

Semua berkas sudah rampung. Aku diam saja selama ini dan Mas Ferdi tak tahu kalau aku di terima menjadi ASN. Ibu selalu berkata pada suamiku. 'Ngapain punya istri sarjana kalau pengangguran. Salah pilih istri kamu.' Dia mengatakan di depan Mas Ferdi tetapi sengaja aku mendengarnya. Aku gak tahu kenapa dia sangat membenciku. Pasti karena aku ini menantu miskin. 

Aku menghela nafas panjang. Kemudian menyandarkan diriku di taksi tersebut sambil terus berpikir positif. Aku harus menguatkan diriku dan menyabarkan diriku untuk hal ini. Kubuka kembali gawaiku. Di sana mereka sedang membahas diriku di grup keluarga. 

[Benci banget sama Riana. Bisa sekali dia gak kasih cincin kawinnya sama gelang milik orang tuanya sama Ibu. Padahal Ibu lagi butuh.] 

[Sabar, Bu. Riana emang lagi sensi akhir-akhir ini. Lagian kemarin Ibu bilang kalau Felisha mau datang. Coba Ibu pinjam uang sama dia. Siapa tahu dia mau kasih. Lagian Ibu bilang Felisha calon istri Ferdi.] 

Tulis Mbak Rahmi.

[Oh, boleh juga. Nanti Ibu pinjam sama dia. Pasti dia kasih. Kalau dia kasih, Ibu pengan Felisha jadi istri kedua Ferdi atau kalau perlu ceraikan Riana!] 

Aku mencibir perkataan Ibu mertua di grup WA. Aku gak peduli sekalipun Mas Ferdi mau menceraikan aku. Toh, aku bisa tanpa dia. Jangan pernah remehkan kekuatan wanita. 

Dari grup di aplikasi hijau. Aku beralih ke mobile banking. Aku speechless. Uang 5k$ sudah masuk ke rekeningku. Itu royalti aku menulis di sebuah platform. Tak sangka aku bisa mengumpulkan ratusan juta dari ngehalu. 

Lihat, Bu. Lihat, Mas. Menantu dan Istri yang kalian benci bukan pengangguran. Aku bekerja dan aku wanita karier. Aku juga punya banyak uang. Aku gak mau lagi di tindas oleh suami dan mertua yang toxic. 

Besambung 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tukang nulis
keren.. 5k dollar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status