Setelah pembahasan yang membuatku pusing itu, kami memutuskan untuk pulang saja. Lagian Zahra juga sudah bosan. Mas Galih pulang bareng denganku, dia melarangku untuk naik taksi. Karena kupikir dia akan tetap tinggal di restoran menemani atau masih ingin mengobrol dengan Dilla. Sedangkan Dilla juga pulang, katanya akan dijemput oleh pacarnya. Sama sekali tidak penting bagiku, kami pulang lebih dulu meninggalkannya sendirian di restoran.โKita duluan ya, Dil..โ pamit mas Galih.โIya gak apa-apa, Lih..โ sahutnya.Wanita itu melempar senyum padaku, tapi aku membalasnya dengan wajah sinis. Sebagai sesama wanita, aku mempunyai firasat, bahwa dia menyukai suamiku.***Tak ada pembicaraan antara aku dan mas Galih saat berada di dalam mobil. Aku lebih banyak diam dan bersikap dingin. Zahra juga sudah tertidur di kursi belakang. Suasana begitu hening, aku hanya bisa menatap jalanan dari jendela mobil.Suamiku pun lebih sering menatap ke depan, fokus menyetir. Seperti tak ada niat untuk menghib
Setelah bersenda gurau dan menghibur Zahra, gadis kecil nan cantik itu tertidur, kelelahan bermain dengan mas Galih.Suamiku itu memang penyayang dan lembut, pada anak orang lain saja dia sayang apalagi nanti jika mempunyai anak sendiri.Entah kenapa aku teringat, saat dia berlaku kasar padaku hanya demi Winda. Saat itu mas Galih mungkin tidak ingin melakukan hal itu padaku, tapi semua karena pengaruh makhluk fasik yang menganggu.Setelah meletakkan Zahra di kamar, aku kembali ke ruang tengah dan mengobrol banyak hal dengan suamiku itu. Seketika semua prahara dalam rumah tanggaku terlupakan. Aku berharap tak ada lagi gangguan, baik itu dari makhluk kasat mata maupun tak kasat mata.โKamu belum selesai datang bulannya, Mur?โ tanya mas Galih, aku paham kemana arah pembicaraan ini nantinya.โBelum, mas. Kayaknya besok. Kenapa?โ tanyaku pura-pura.โMau buat Galih junior lah!โ candanya.Tak bisa terungkapkan betapa bahagianya aku saat ini. setelah keromantisan suamiku kembali, dia juga leb
Zahra seperti orang dewasa yang menangis dalam tenang, senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya saat bertatapan dengan ibunya di panggilan video. Sementara Nadya sampai tak bisa berkata apa-apa sangking terharunya, akhirnya bisa menghubungi putri kesayangannya. Meskipun aku tak tahu, masalah apa sebelumnya yang membuat dia tidak bisa menghubungi Zahra dan menjemputnya segera.Setelah reda rasa sesak di dada, Nadya mengatakan bahwa dia akan menjemput Zahra besok pagi. Aku mengangguk lemah. Mana mungkin aku larang dia, walaupun aku keberatan jika Zahra harus diambil, tapi aku tidak punyak hak.Zahra, gadis kecil yang baik hati ini akan diambil ibunya. Dan aku akan merasa sangat kesepian lagi. Entah kenapa ada rasa perih dihatiku, aku sudah sangat menyayangi Zahra, aku dan mas Galih sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Berkali-kali aku menyeka air mata yang tak mau berhenti menetes.โBaiklah, Nad. Zahra juga sudah sangat merindukan kamu, datanglah jika memang sudah saatnya,โ ucapku
โJadi ini kita mau antar Dilla pulang atau gimana, Mas? Zahra udah ngantuk tuh, kasian!โ ucapku ketus. Padahal aku yang mulai tak nyaman karna ada Dilla bersama kami.โDia ikut aja sama kita, gimana?โ kata Mas Galih.โGak, Mas! Aku maunya kita menghabiskan waktu hanya bertiga saja dengan Zahra, besok dia sudah dijemput Nadya, Mas!โ aku protes. Kesal sekali kalau Dilla harus ikut.Kulihat ke belakang, Zahra sudah tertidur di pangkuan Dilla. Sedangkan wajah Dilla sama sekali tak menunjukkan rasa sungkan.โLiat tuh, Zahra sudah tidur. Kelamaan nunggu sih!โ aku menggerutu kesal.โDia keliatannya nyaman sama aku,โ ucap Dilla seraya membelai rambut Zahra. Aku menoleh ke belakang, melihat senyuman licik tersungging dari bibirnya.Aku sudah berfirasat sejak awal kalau ini hanya akal-akalan Dilla saja supaya bisa mengganggu keharmonisan kami.โUdah gak apa-apa, itung-itung buat jagain Zahra,โ kata Mas Galih sambil menggenggam tanganku.Aku mendengus kesal, tak bisa lagi menolak.Sekitar tiga p
Lima belas menit kemudian kami tiba di kebun binatang. Semoga sesuai janjinya, bahwa wanita berambut panjang itu hanya menunggu kami di mobil.โKamu yakin disini aja?โ tanya Mas Galih.Aku meliriknya dengan tatapan tajam, ngapain pakai ditanya segala. Yang ada nanti dia berubah pikiran.โYakin, Lih. Tapi aku mau ke toilet dulu deh, abis itu balik ke mobil lagi,โ ujarnya.Alah modus lagi kan, aku sudah yakin dia akan mencari cara untuk menganggu kami dengan cara yang halus.Mas Galih mengangguk. Zahra sudah merengek tidak sabar. Dia menarik tangan suamiku untuk segera masuk ke dalam kebun binatang.โPapa Lih.. ayo cepatan.. Zahra pengen liat jerapah..โ rengeknya.โOke, Papa Lih beli tiketnya dulu ya, sayang..โ kata mas Galih lembut.Brak.Pintu mobil di tutup Dilla, saat akan beranjak beberapa langkah dari mobil, Dilla keseleo oleh sepatu hak tingginya, sehingga Mas Galih refleks memeluknya. Persis ala-ala drama korea, saling tatap beberapa detik lalu tersadar. Aku mendengus kesal, sem
โDill.. minta maaf banget.. kamu pulang duluan aja ya. Kita tungguin sampai kamu dapet taksi,โ kata Mas Galih akhirnya.Aku tersenyum puas, Dilla tampak mencebikan bibirnya.โTapi aku takut banget, Lih..โ lirihnya.โKita bakalan tungguin kamu sampe dapat taksi, aman. Untuk sementara HP kamu matiin aja, biar dia gak bisa lacak lokasi kamu,โ saran Mas Galih.โYa udah, makasih!โBrak! Dilla keluar dari mobil dan membanting pintu dengan keras. Dia berjalan menghentaka kakinya.โLah? Ngapa dia marah-marah?โ kekehku.โLiat tuh, Mur! Gara-gara kamu, dia ngambek,โ ucap mas Galih.โLoh, kok jadi aku yang disalahin, Mas?โโKamu tuh kayak anak-anak, tau! Cemburu-cemburu gak jelas.โ Mas Galih terkekeh.โJadi aku cemburu sama suami sendiri itu salah?โโUdah lah, ayo kita lanjut jalan! Debat sama kamu gak ada ujungnya. Aku udah laper,โ mas Galih tertawa kecil, lalu melajukan mobil.***Setelah makan siang, kami lanjutkan ke taman bermain. Akhirnya tidak ada lagi penganggu. Aku dan mas Galih meneman
โMama.. ada apa? Bukannya Mama lagi di kampung?โ tanyaku saat kulihat wajahnya seperti singa yang siap menerkam mangsanya.Ekspresi itu membuat Zahra ketakutan dan bersembunyi di belakang tubuhku.โGalih mana?โ Mama bertanya dengan penuh emosi. Entah apa yang membuatnya semarah itu, masih pagi pula.โSudah berangkat ke restoran, Ma.โ Aku menjawab dengan tenang.โYa sudah, Mama pergi dulu! Mama gak ada keperluan sama kamu!โ Wanita tua itu membalik badan, meninggalkan rumah. Aku mengernyit bingung. Ada apa Mama datang sepagi ini sambil marah-marah, padahal katanya sedang pulang ke kampung halaman.Lima menit setelah Mama mertuaku pergi, datang sebuah mobil memasuki halaman rumahku. Aku dan Zahra mendongak, memastikan siapa yang datang, berharap itu Nadya, orang yang kami tunggu. Kulirik jam yang melingkar ditangan kiriku, sudah tepat jam sepuluh.Aku tersenyum saat Nadya dan seorang gadis muda turun. Zahra masih belum bereaksi, mungkin karena Nadya menggunakan cadar.โAssalamuโalaikumโฆ
โYa Allah, Ibuโฆโ ucapanku terpotong, saat mendengar suara kakak iparku, Kak Nita, berteriak memanggil nama ibu.Aku tersentak mendengar suara kak Nita.โHalo.. halo! Ibu.. Kak Nitaโฆโ aku terus memanggil.Namun tak ada yang menjawab, suara beberapa orang mulai terdengar. Aku khawatir, segera kumatikan telepon dan bergegas pergi ke rumah ibu.Kuambil motor di garasi, yang sudah berdebu karena jarang kugunakan semenjak aku berhenti bekerja.โYa Allah, Ibu.. apa yang terjadi..โ meskipun dalam keadaan cemas, aku harus tetap tenang mengendarai motor agar sampai di rumah Ibu dengan selamat.Empat puluh lima menit menempuh perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah Ibu.Suasana rumah sepi, padahal tadi aku mendengar suara ramai orang terdengar panik.โBu.. Murti datang! Bapakโฆ!โ aku berteriak dari luar.โMurtiโฆโ sambut Kak Nita saat membuka pintu.โIbu mana, kak?โ masuk tanpa disuruh.โIbu sedang istirahat, Mur. Duduk sini!โ titah kakak iparku itu.โIbu kenapa, kak? Sakit? Tadi kenapa suaranya
Saat langkahku sampai di ruang tamu, ternyata Mas Galih membawa Intan ke rumah. Wanita itu semakin kurus, namun senyuman tersungging ramah ke arahku.Aku membalasnya dengan senyum pula seraya menghampirinya.โIntan.. apa kabar?โ aku mengulurkan tangan dari jauh untuk memeluknya.Wanita berpakaian sederhana itu berdiri menyambut pelukanku. Mas Galih pasti sengaja lama datang karena menunggu Ibuku pulang terlebih dahulu agar bisa membawa Intan ke rumah.โMaaf ya, Mur.. aku gak sempat ngabarin kamu karena tadi ke rumah sakit dulu buat kontrol kondisi Intan,โ ujar Mas Galih.Aku mengangguk, โlalu, bagaimana keadaanmu, Ntan? Sudah lebih baik, kan?โ tanyaku.Intan tersenyum getir, pandangannya beralih pada suamiku. Sementara yang ditatap hanya salah tingkah. Apa yang mereka sembunyikan?โOya, Mur, mana Faruq? Intan juga ingin melihatnya,โ ucap Mas Galih berusaha mengalihkan pembicaraan tentang Intan.โAda di kamar sama Fatin dan Dessy. Mereka sebentar lagi pulang, Mas. Jadi sekalian siap-si
Empat puluh hari pasca melahirkan.Hari ini, masa nifasku telah habis. Ibuku pun berberes untuk segera pulang ke kampung. Sebentar lagi Kak Rian akan menjemput Ibu.Semenjak kenyataan itu terungkap, Kak Rian menjadi bersikap canggung padaku, tapi aku membawanya ke suasana seperti biasa saja. Sepertinya Kak Rian masih belum bisa menerima hal itu."Kak, meskipun kita tak sedarah, tapi kita lahir dari rahim yang sama, itu artinya kita tetap kakak adik. Jangan terbebani hanya karena kita tak sebapak.." nasehatku waktu itu padanya.Dan hari ini Mas Galih berjanji akan pulang ke rumah, tapi sampai sekarang belum ada kabarnya. Sudah dua minggu Mas Galih tidak pulang ke rumah, bahkan saat itu suamiku pernah mengirimiku poto Intan dan dirinya berdua di depan rumah baru mereka.Memang tidak berpose mesra, tapi senyuman Intan menandakan dia benar-benar bahagia. Mas Galih juga selalu bersikap terubuka padaku, dia terus melaporkan semua kegiatannya padaku mulai dari berangkat kerja pagi-pagi sampa
โMurti itu bukan mahramnya kamu!โ lirih Ibu, air matanya lolos begitu derasnya.Aku terngangah lebar, sedangkan Kak Rian membeku sambil menatap Ibu dengan tatapan tak percaya.โIbuโฆโ lirihku.โBuโฆ apaan sih, bercandanya gak lucuโฆโ Kak Rian masih cengengesan, dia tak percaya dan menganggap ucapan Ibu hanya sebuah lelucon.Ibu semakin terisak, dadanya naik turun menahan emosi.โIbu gak becanda, Kak..โ ucapku dengan suara yang tiba-tiba serak.โApa?โ Kak Rian beralih menatapku.โFatinโฆ Desi..โ panggilku.Kedua gadis berseragam putih itu menghampiriku. Aku segera memberikan Faruq pada mereka untuk dibawa keluar.โIbu.. duduk sini, mari kita bicara!โ aku menepuk sisi ranjang, tempatku saat ini duduk bersandar.Sementara Kak Rian masih dalam keadaan bingung. Sesuatu yang sangat kucemaskan terjadi. Aku takut sakit Ibu kambuh. Kuatkan kami ya Allah menerima kenyataan ini bersama. Doaku dalam hati.โMurโฆ ada apa ini sebenarnya?โ kak Rian menggaruk kepala, heran.โIbuโฆ bagaimana Ibu bisa tau?โ
โGalih gak pergi-pergi lagi abis ini, kan Mur?โ tanya Ibu sedikit berbisik.โEngga bisa dipastikan, Bu. Karena Mas Galih emang lagi sibuk-sibuknya, lagi ada proyek baru soalnya.โ Aku menjelaskan dengan hal yang tentu saja kubuat-buat sendiri.Ibuku mendesah berat, ada raut kecewa di wajahnya, kemudian menatapku dengan perasaan kasihan.โMurti baik-baik aja kok, Bu. Kan disini sudah ada Ibu, Bi Karti, Kak Yuni juga bakalan sering datang, banyak banget orang-orang yang peduli dan sayang sama Murtiโฆ pekerjaan juga bagian dari tanggung jawab Mas Galih, Bu. Murti gak boleh egois..โ aku mencoba memberi Ibu pengertian.โIya, Nak. Ibu paham..โ ucapnya sambil tersenyum.โYa Allah,, sampai kapan aku terus menyembunyikan rahasia ini? bagaimana jika Ibu mengetahui dari orang lain, pasti hatinya akan sangat sakit.โโMas.. sudah selesai makannya?โ aku menyapa suamiku ketika dia membuka pintu kamar.โKalian ngobrol dulu ya, Ibu mau bantuin Bi Karti beres-beres.โ Wanita yang telah melahirkanku itu pe
โAku tadi liat suami kamu lagi di rumah sakit, dia ngapain? Jenguk temen?โ tanya Kak Yuni penuh selidik.โOh, itu.. anu..โ aku ragu, akankah kucertiakan tentang kejadian sebenarnya pada Kak Yuni? Toh, dia juga sudah banyak tahu masalahku sejak awal.โMulai.. mulaiโฆ udah main rahasia rahasiaan sama aku,โ cibirnya.โEnggak, Kak. Bukan gitu, aku takut Ibu tauโฆโ cicitku sedikit berbisik.โEmang ada apa? Bicara pelan, mumpung bayi lu anteng dan semua orang sedang di luar..โ kata Kak Yuni dengan suara berbisik pula.โTapi janji, di depan Ibu pura-pura gak tau aja, ya! Aku mau perlahan-lahan aja keluargaku tau soal ini,โ ucapku.Kak Yuni mengangguk sambil mencebikkan bibirnya. Lalu, aku mencertiakan semuanya, termasuk penderitaan yang dialami oleh Intan sampai sekarang alasan dia berada di rumah sakit.Kak Yuni terngangah, kemudian membekap mulutnya. Raut wajahnya jelas tergambar keterkejutan, air mata terbendung di sudut netranya.โYa Allah, Mur.. kasihan banget tuh anak..โ lirihnya.โKalau
Setelah mendengar cerita pahit tentang masalah hidup Intan yang begitu menyayat untuk kurasakan, aku pun merelakan Mas Galih untuk senantiasa bersamanya sampai dia benar-benar sembuh. Dokter bilang Intan harus dioperasi. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah seminggu ini.Bahkan Mas Galih juga tidak pernah pulang. Dia sibuk bolak balik rumah sakit ke kantor. Jika rindu dengan Faruq, kami hanya melakukan panggilan video saja.Aku memaklumi keadaan ini, aku tidak boleh egois. Lagi pula aku dikelilingi orang-orang yang peduli dan menyayangiku.โSebenarnya Galih kemana, Mur? kok udah seminggu gak pulang?โ tanya Ibu yang belakang memang kuperhatikan tengah penasaran dengan keberadaan suamiku.โBeliau sibuk banget, Bu. Kan sudah sering cuti seperti yang Ibu bilang waktu itu, jadi kerjaannya menumpuk. Terkadang juga harus ke luar kota ketemu klien, meeting segala macem lah, Bu. Hehe..โ jawabku sambil cengengesa, berusaha menutupi kegundahan yang sedang kurasakan. Ya, aku merindukan
Sepuluh hari berlalu, Faruq akhirnya dibolehkan pulang karena semua kondisinya sudah stabil dan berat badannya sudah bertambah, kini mencapai tiga kilogram.Mas Galih membayar seorang bidan dan perawat untuk mengurusku dan Faruq selama sebulan ke depan sampai aku habis masa nifas.Ibu dan Bi Karti juga siaga di rumah kapan saja aku membutuhkan sesuatu, mereka selalu siap. Bahkan Bi Karti dan Ibu sering bekerja sama membuat jamu, membantuku memakai pilis, param dan pasukan-pasukan lainnya yang tak kumengerti.Setiap hari Ibu membantuku memakaikan bengkung yaitu kain sepanjang tiga meter yang dililitkan diperut. Terkadang aku tidak tahan memakai itu karena terlalu sesak, jadi bisa juga diganti dengan kain gurita.Ibu dan Bi Karti begitu telaten mengurusku sehabis melahirkan. Sampai hari ini, tibalah saatnya Faruq dibawa pulang. Mama dan Mas Galih yang menjemput.โSiap-siap begadang kamu, Mur..โ goda Ibu.โIya, Bu. Murti udah gak sabar nih..โ ucapku senang.โKalau capek bisa bangunin Bib
โSelamat soreโฆโDokter Cyndi masuk ke ruangan bersama dua orang suster. Lagi-lagi aku selamat dari rasa penasaran Ibu dan Mama.โSelamat sore, Dok.โ Kami menjawab kompak.Setelah memasukkan obat ke dalam infusku lalu memberikan beberapa saran dan nasehat, dokter Cyndi pergi. Satu jam kedepan kami diperbolehkan untuk melihat bayiku. Nanti suster yang akan mengantar ke ruanganku untuk melatihnya juga menghisap ASI karena ternyata kesiapan bayiku sudah stabil, hanya saja menunggu berat badannya untuk menentukan kapan boleh pulang.Namun, sudah setengah jam berlalu, Mas Galih masih belum kembali juga. Aku mengirim pesan padanya tapi belum pernah dibaca. Lalu, aku mengirim pesan pada Bi Karti menanyakan keberadaan Mas Galih dan keadaan Intan, tapi Bi Karti tak langsung membacanya. Padahak biasanya beliau dengan cepat membalas jika aku mengirim pesan teks.โKenapa, Mur?โ tanya Mama mendekatiku.Sementara Ibu dan Bapak sibuk mengobrol sambil menonton TV dan menikmati cemilan. Mereka sumringa
โAnak kita telah lahirโฆโ ucapku dan Mas Galih bersamaan, air mata haru bahagia menetes seraya bibir ini tersenyum lebar.Bayi berjenis kelamin laki-laki itu diletakkan diatas dadaku. Dengan lucu bibirnya bergerak mencari puting susu. Air mataku menetes, tangis haru bahagia tak bisa kutahan. Beberapa menit kemudian, bayiku dibawa oleh suster untuk dibersihkan dan dibedong.Sementara perutku dijahit, Mas Galih mengazani bayi kami. Membuatku semakin sesenggukan. Suara azan yang bergetar dan lirih itu membuat bayi laki-laki kami ikut menangis. Suaranya begitu menyayat hati.Selesai mengazani, bayi yang belum sempat kupilihkan nama itu dibawa ke ruang inkubator karena bayi prematur harus mendapat perawatan disana.โBayinya sehat, Ibunya hebat. Semuanya dalam keadaan normal meskipun lahir di waktu yang belum cukup bulan, tapi berat badannya sudah termasuk normal di dua koma lima kilo. Namun, untuk minimal dua minggu ke depan, bayi kalian harus menginap disini, belum boleh dibawa pulang.โ Do