Nadia membenarkan hijabnya dan membalas senyum.
"Kenalin, Bu. Ustadz Zacky," kata Sherina.
"Nadia, Ibunya Sherina," ucap Nadia tanpa jabat tangan seperti namaste.
"Zacky, guru lesnya Sherina." Zacky melakukan hal yang sama. Kemudian, Nadia kembali ke dapur, dia menyiapkan minuman untuk Zacky. Zacky dan Sherina belajar di ruangan yang sudah disediakan oleh Marvel. Mereka berdua terlihat begitu akrab, selayaknya om dan ponakannya. Nadia dari arah kejauhan sembari membawa segelas teh sedang memperhatikan mereka juga ikut senang.
"Di minum dulu, tehnya." Nadia mempersilahkan Zacky untuk meminum teh yang sudah diletakkan di atas meja.
"Terimakasih." Zacky langsung menyeruput teh.
Nadia kembali masuk ke dalam, dia bingung mau ngapain. Beruntungnya masih ada televisi, akhirnya dia nonton. Dia tidak tahu, apa yang mereka lakukan di ruang belajar. Nadia begitu berharap Sherina akan sukses nanti, dia bisa menjadi wanita yang hebat. Setelah sekitar satu jam Nadia menonton televisi, tiba-tiba ada suara memanggilnya.
"Ibu!" Panggil Sherina tiba-tiba.
"Ada, Apa?" tanya Nadia.
"Ustadz Zacky sudah selesai ngajarnya. Ayok! duduk bersama." Sherina mengajak dengan menarik tangan Nadia. Nadia berjalan bersama Sherina menuju ruang tamu, setelah Zacky pindah.
"Sudah selesai ustadz?" tanya Nadia.
"Sudah," Zacky dan Nadia mengobrol bersama.
Mereka langsung akrab, mereka saling cerita satu sama lainnya.
"Jadi kamu baru menikah sama Mas Marvel?" tanya Zacky.
"Iya," Nadia menjawab singkat. Ditengah mereka asik mengobrol, Marvel datang dari kantor. Marvel membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, dia mengucapkan salam sembari memanggil Nadia. Nadia langsung menjawab salam dan berkata. "Iya." Nadia langsung ke arah sumber suara Marvel di depan pintu.
"Buatkan aku kopi!" perintah Marvel.
"Baik." jawab Nadia dan buru-buru ke dapur untuk langsung membuatkan kopi untuknya.
Wajah Marvel hari ini tampak begitu kesal, sepertinya ada masalah yang terjadi di kantornya. Marvel memang begitu, dia seringkali membawa masalah kantor ke rumah.
"Ini, minumannya." Nadia menyuguhkan kopi buatannya. Tanpa mengucapkan terimakasih, Marvel kemudian berkata.
"Kopi apaan ini! Rasanya pahit banget!" Marvel menyemburkan kopinya ke lantai. Nadia begitu kaget, sedangkan Sherina datang menyusul ibunya.
"Ada apa, Ayah? Kenapa ayah tega memarahi Ibu, Ibu salah apa?" Sherina bertanya-tanya dan mencoba untuk membela ibunya.
"Kamu tidak tahu apa-apa, lebih baik kamu masuk ke dalam kamarmu.!" perintah Marvel. Karena Sherina adalah anak yang nurut dengan apa yang di perintah oleh ayahnya, dia pun berlari masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu ingat ya, kamu di sini itu hanya aku anggap pengasuh anakku." Marvel berucap dan dia berlalu pergi ke kamarnya. Nadia menangis lagi sembari dia membersihkan lantai yang terkena tumpahan kopi.
"Aku salah apa? Bukankah kopi memang harusnya pahit?" Nadia berbicara sendiri dan berpikir. Dia bahkan tidak tahu, kalau Marvel menyukai kopi yang tidak begitu pahit dan di kasih gula sedikit. Nadia harus kuat jika dia harus terus dihina seperti itu, demi kebahagiaan Sherina juga.
Setelah Nadia selesai membereskan semuanya, tiba-tiba Zacky menyapanya.
"Kamu tidak apa?" tanya Zacky ketika Nadia duduk di sofa.
"Aku tidak apa-apa." Nadia menjawab singkat.
"Kamu harus sabar ya, mungkin Marvel lagi ada masalah. Dia dulu laki-laki yang begitu lembut kepada wanitanya, sekarang dia mulai berubah. Semenjak istrinya selingkuh, dia jadi kasar seperti itu." Cerita Zacky panjang lebar.
"Kenapa bisa tahu?" tanya Nadia.
"Aku dan dia sudah berteman sejak lama, semenjak dari kecil," jawab Zacky.
"Berarti sudah lama ya?" tanya Nadia lagi.
"Iya, lumayan. Aku waktu itu masih umur tiga tahun, Marvel sekitar umur sepuluh tahun." Zacky menjelaskan. Benar memang, Nadia dan Zacky seumuran. Sebab Marvel dan Nadia juga sama selisih umurnya, kurang lebih tujuh tahun selisih umur mereka.
"Tidak semua wanita seperti mantan istrinya, kenapa dia harus sesadis itu?" tanya Nadia.
"Mungkin dia sudah mempunyai anggapan lain tentang wanita, kalau kamu kenapa bisa menikahinya?" tanya Zacky.
"Aku dijodohkan oleh ibu tiri ku dengan dia, ibu tiri ku juga sering meminta uang darinya. Entah dari mana ibu tiri ku kenal dengannya, yang jelas aku terpaksa menerima." Nadia kembali meneteskan air matanya, sebab dia teringat akan semua yang telah terjadi.
"Sudah kamu tidak usah menangis lagi, sekarang kan kamu punya teman. Teman Marvel kan juga temanmu." Zacky memberikan sapu tangan kepada Nadia.
"Terimakasih, karena sudah mau menjadi temanku," ucap Nadia sembari mengusap air matanya dengan sapu tangan pemberian dari Zacky.
"Iya, Sama-sama," jawab Zacky.
"Oh.. Ya. Kamu sudah berapa tahun jadi guru dan ustadz?" tanya Nadia.
"Kurang lebih sepuluh tahun," jawab Zacky.
"Enak ya?" tanya Nadia.
"Ya, yang namanya hidup harus di syukuri. Tidak semua enak, kadang juga ada gak enaknya," jawab Zacky.
Lagi asik mereka mengobrol, tiba-tiba Marvel kembali memanggil Nadia.
"Iya," jawab Nadia.
"Aku datang ke Marvel dulu ya," kata Nadia.
"Ya. Kalau begitu aku pulang dulu." Zacky pamit pulang.
Sedangkan Nadia terburu-buru masuk ke kamar Marvel.
"Lama banget sih!" kata Marvel.
Nadia hanya diam.
"Kamu gak masak? Aku lapar!" Marvel berbicara dengan tatapan yang masih fokus ke laptop.
"Belum," jawab Nadia. Nadia terlupa akan hal itu, dia lupa untuk memasak siang ini.
"Kamu ini di sini bukan untuk santai-santai saja, apa kamu lupa? Hah!" Lagi-lagi Marvel memarahi Nadia.
"Aku lupa," jawab Nadia pelan.
"Jangan ulangi lagi," kata Marvel.
"Iya," jawab Nadia.
"Kenapa masih berdiam di sini?!" Gertak Marvel.
Kemudian, Nadia berlalu pergi. Nadia memasak makanan dengan wajah yang masih sedih, walau air matanya tidak menetes.
"Ya Allah, berikan aku kekuatan." Nadia berdoa dalam hatinya.
Begitu banyak harapan Nadia dalam hidupnya, bukan hanya untuk kuat. Akan tetapi, Nadia berharap akan ada kebahagiaan yang akan dia temukan nanti di masa depannya. Dia selalu mencoba untuk bersyukur dalam hidup yang dia jalani saat ini, dia hanya bisa menyerahkan semuanya kepada Allah. Sebab dia masih tetap dengan keyakinannya, bahwa setelah mendung dan hujan, akan ada pelangi yang akan bersinar. Nadia memasak dengan perasaan yang bercampur aduk.
'Kalau bukan aku yang menyemangati diriku, siapa lagi? Sedangkan ini adalah hidupku.' Nadia bergumam kembali.
"Mana masakannya ini, kenapa meja makan masih kosong?!" teriak Marvel dari meja makan.
Nadia yang mendengar suara Marvel, langsung menggunakan cara tercepat.
'Aku harus cepat-cepat menyelesaikan masakan ku, agar dia tidak marah lagi.' Nadia berbicara sendiri. Nadia segera membawa masakannya ke meja makan, dilihatnya sudah ada Marvel yang lagi duduk rapi di atas kursi.
"Ini makanannya," ucap Nadia.
Marvel tidak juga berterimakasih, dia langsung menyantap makanannya.
"Sherina di mana, Mas?" tanya Nadia.
"Apa? Mas katamu? Apa aku tidak salah dengar?!" Marvel mulai jengkel.
"Jangan pernah kamu memanggilku dengan panggilan itu, Aku masih tidak sudi jika harus menjadi suamimu!" Marvel semakin kesal.
Setiap detik, menit dan waktu. Nadia selalu saja dihina oleh suaminya sendiri, suami yang tidak pernah diinginkannya. Suami yang hanya karena sakit hati kepada istri di masa lalunya, menumpahkan segala amarahnya kepadanya. Berat memang yang harus di jalani oleh Nadia. Akan tetapi, tetap saja. Nadia harus lebih kuat dan lebih semangat lagi dalam hidupnya, sekalipun harga dirinya telah diinjak-injak oleh Marvel.
"Semoga esok hari, Marvel di berikan hidayah dan berubah." Hal ini yang menjadi harapan terbesar dari Nadia teruntuk Marvel, suaminya.
Setelah kejadian itu, Sherina datang menghampiri Marvel dan Nadia yang lagi di ruang makan, Sherina datang dengan wajah yang begitu pucat."Sherina, kenapa wajahmu pucat?" tanya Nadia khawatir."Aku menggigil, Bu," jawab Sherina lemas."Badan kamu panas sekali!" ujar Nadia dengan memegang dahi Sherina.Mendengar ucapan Nadia, Marvel yang tadinya duduk di sebelah Nadia mengambil Sherina yang telah duduk di pangkuan Nadia."Pergi kamu!" ucap Marvel mengusir Nadia."Kenapa panas sekali?" tanya Marvel dengan melihat wajah Nadia. Pertanda dia bertanya kepadanya."Aku tidak tahu," jawab Nadia.Marvel lagi-lagi memarahi Nadia, dia berkata."Kamu tidak becus mengurus anak.! Baru saja tinggal di rumah ini, Sherina sudah sakit." Marvel begitu marah, dia kemudian menggendong Sherina dan masuk ke kamarnya.Nadia mengikuti dari belakang, dia juga
Nadia kembali masuk ke dalam kamar rawat Sherina, setelah dia selesai berbicara dengan Ilham. Dia menemui Sherina yang masih bersama suster. Setiap langkah kakinya, Nadia terus saja merasa memang ada yang beda dari Ilham, Nadia juga tidak mengerti apa yang sedang Ilham rasakan."Bu, aku sudah sehat," ucap Sherina saat dia menelan bubur yang disuapi oleh suster."Alhamdulillah... Buburnya enak?" tanya Nadia."Enak, Bu. Aku suka," jawab Sherina."Mana, Sus. Biar aku saja yang menyuapi Nur." Nadia mengambil semangkok bubur yang di berikan oleh suster."Harus makan yang banyak, biar cepat pulang." Ucap Nadia sembari menyuapi Sherina.Sherina semakin semangat untuk memakan bubur itu, dia yang senang disuapi oleh ibunya. Perhatian Nadia kepada Sherina begitu besar, hati Nadia layaknya seorang ibu meski dia tak pernah melahirkan. Sekarang, suster sudah pergi meninggalkan mereka berdua, mereka pun bercanda bersama
"Assalamu'alaikum..." Terdengar suara Marvel dengan mendorong pintu kamar tempat Sherina dirawat."Waalaikumsalam..." Nadia, Sherina, Ilham menoleh dan menjawab salam."Kenapa lama, yah?" tanya Sherina."Tadi macet di jalan, ada kecelakaan beruntun. Maaf ya, Ayah lama." Ucap Marvel setelah Sherina dan Nadia menunggu sekitar setengah jam."Iya, Ayah tidak apa-apa?" Tanya Sherina khawatir."Iya, Alhamdulillah. Ayah tidak apa-apa," ucap Marvel."Syukur, Ayah tidak apa-apa." ucap Sherina dengan raut wajah yang gembira."Ayo, pulang!" Ajak Marvel tidak sabar."Ayok.." Sherina juga tampak bersemangat."Boleh pulang beneran, Dok?" Tanya Marvel memastikan."Iya," jawab Ilham."Nadia, bajunya sudah dikemas semua?" tanya Marvel."Sudah," jawab Nadia.Nadia sudah membereskan semua pakaian mereka siang tadi dan sekarang, Nadia m
Tekad Nadia untuk kuliah semakin bulat, dia sudah berpikir matang-matang. Apapun resiko yang akan didapatkan, dia sudah menyiapkan mental. Perlahan dia turun untuk menemui Zacky yang sudah menunggunya dari tadi, Zacky berada diruang tamu bersama Sherina."Maaf, Ustadz. Sudah lama nunggunya?" tanya Nadia."Gak juga, kan sudah seperti biasa. Aku mengajari Sherina dulu."Sherina yang sedari tadi duduk bersama, masih kebingungan. Apa yang sebenarnya dibahas oleh Zacky dan Nadia, dia hanya diam saja dan melanjutkan tugasnya."Ustadz, ini sudah benar?" tanya Sherina sambil menyodorkan tugas yang sudah dikerjakan."Anak pintar," jawab Zacky."Aku ke kamar dulu ya, mau ambil boneka. Tugasku sudah benar, jadi aku gak papa main boneka?" tanya Sherina dengan wajahnya yang masih lugu."Iya, tentu boleh." Sherina berlari ke kamarnya, kini hanya tinggal Zacky dan Nadia. Nad
"Maaf, Kak. Untuk gedung F sebelah mana?" tanya Nadia ke salah satu mahasiswa di kampus. "Kakak lurus saja, terus belok kiri. Kakak mahasiswi yang mau ikut tes beasiswa?" tanya mahasiswa yang belum diketahui namanya itu. "Iya, Kak. Terimakasih sebelumnya," "Sama-sama." Nadia berlalu pergi dan segera menuju gedung yang telah ditunjukkan, dengan harapan dan do'a, Nadia antusias melaksanakan tes ini. Keadaan gedung sangat ramai, banyak sekali yang mengikuti tes ini. Nadia mulai ragu, namun dia tetap berusaha meyakinkan dirinya agar dia mendapatkan apa yang menjadi cita-citanya. Nadia mencari tempat duduk yang kosong, setelah dia melihat ke semua sudut ruangan, akhirnya dia menemukan tempat duduk. Tepatnya di barisan nomor dua dari belakangbelakang, dia sedikit canggung Namun dia yakin bahwa dia pasti bisa, sebab dia sudah belajar sebelumnya. Hanya butuh satu jam, akhirnya Nadia bisa bernapas lega. Dia melanju
"Nadia! Nadia!" Panggil Marvel saat dia lihat di meja makan kosong. Nadia sengaja tidak masak hari ini, dia juga enggan menjawab panggilan dari Marvel. Dia pura-pura tidur bersama Sherina, padahal masih jam 7 tujuh malam. Marvel pun berjalan ke kamar Sherina dan melihat Nadia di sana, Marvel menyentuh kepala Sherina dan juga Nadia."Kenapa dia? Apa ada sesuatu yang merasuki dirinya?" gumam Nadia."Kamu pasti lelah sekali, maafkan aku karena sikapku yang mungkin menyakitimu," ucap Marvel seorang diri."Apa aku gak salah dengar!?" gumam Nadia dengan posisi yang masih tetap saja sama.Sepertinya Nadia berhasil mengelabui Marvel dan pura-pura tidur nyenyak, sehingga Marvel tidak curiga. Langkah kaki Marvel sudah beranjak pergi dari kamar Sherina, dia juga telah menutup pintunya rapat-rapat. Nadia pun bangun dan memegang kepalanya, dia tidak menyangka, laki-laki yang selama ini berkata kasar padanya, ternyata punya hati yang lembut juga
Nadia tidur dengan nyenyak, tidak seperti biasanya. Mungkin karena hatinya yang sekarang sudah mulai tenang, daripada hatinya saat dia selalu teraniaya. Bahkan sikap dan sifatnya juga semakin kuat dan berani, dia tidak ingin menjadi wanita yang lemah lagi. Dia ingin menjadi wanita karir yang tidak cengeng dan selalu menangis karena perlakuan oleh orang-orang yang mungkin tidak suka dengan kehadirannya. Nadia bangun tidur pada jam seperti biasanya, dia sudah terbiasa bangun pagi-pagi sekali untuk melanjutkan aktifitas hariannya. Dia bersyukur hari ini, sebab dia masih diberikan kesehatan dan bisa menghirup udara segar di pagi hari."Selamat pagi!" sapa Marvel.Nadia sedang menyiapkan sarapan di atas meja, dia menjawab sapaan Marvel."Pagi juga!""Masak apa hari ini?" tanya Marvel."Masak menu sederhana, menu desa," jawab Nadia dengan meletakkan piring yang dipegang."Sherina sudah bangun?" tanya Marvel dan
"Ibu, akhir kamu ke rumah juga. Untuk menjengukku," ucap Sherina saat dia melihat ibu kandungnya berada di teras depan rumah.Ibunya langsung melangkahkan kakinya untuk pergi, namun langkahnya terhenti saat Zacky membantu untuk mengejarnya. Ketika itu Zacky pamit pulang dan sudah selesai mengajar Sherina."Kamu tidak usah pergi dari sini, kasihan Sherina, dia selama ini ingin berjumpa denganmu," ujar Zacky.Ibunya yang diketahui bernama Bela, terhenti sejenak dan berkata."Aku takut jika Marvel marah dan tidak mengizinkan aku bertemu dengan Sherina.""Kamu tidak perlu khawatir, Marvel tidak ada di rumah," ucap Zacky."Ibu...," Sherina memeluk Bela.Bela pun duduk dan kembali mendekap tubuh Sherina."Aku kangen sama Ibu," ucap Sherina."Aku juga kangen sama Sherina, Sherina sehat-sehat saja, kan?" tanya Bela sembari mengelus kepala Sherina."Aku sehat, Bu. Ibu g