Sore sebentar lagi akan menjelma menjadi malam, matahari sudah mulai terbenam. Senja sudah mulai tertutup oleh awan dengan perlahan-lahan. Nadia mengajak Sherina untuk masuk ke dalam rumah, sebelum Azan magrib di kumandangkan.
"Sherina, Ayok masuk.!" ajak Nadia.
"Iya, Bu." Sherina memang anak yang begitu sholihah, dia menurut saja apa yang dikatakan oleh Nadia.
"Bu, kenapa harus masuk?" tanya Sherina kemudian, ketika mereka berdua sudah melangkahkan kakinya ke dalam rumah.
"Iya, dulu nenek pernah berkata. Kalau sudah petang, syaiton lebih mudah masuk ke dalam rumah-rumah," Nadia menjelaskan segalanya, yang pernah ibu Nadia katakan.
"Seram ya, Bu," Sherina berkata dengan ekspresi ketakutan.
Nadia menatap wajahnya sembari berkata,
"Tidak usah takut, syaiton akan hilang kalau kita baca ayat suci Al-Quran."
"Kalau begitu, aku lebih giat lagi untuk belajar ngajinya," ucap Sherina antusias dan begitu memahami apa yang dikatakan oleh Nadia.
"Aku nanti mau minta sama ustadz Zacky, agar mengajariku sampai pintar," imbuh Sherina.
"Ustadz Zacky?" tanya Nadia.
"Iya, Bu. Ustadz Zacky adalah guru agama ku, bukan hanya guru agama. Ustadz Zacky juga mengajarkanku semua ilmu, lebih tepatnya guru les ku," Sherina bercerita panjang.
"Hari apa saja kalau les?" tanya Nadia.
"Biasanya setiap hari, Bu. Tapi sekarang libur, sebab sekarang beliau sakit. Tapi Alhamdulillah, katanya besok bisa masuk lagi. Ustadz Zacky baik bu, dia masih teman akrab Ayah." Kali ini Sherina begitu semangat menceritakan guru les nya itu.
"Sudah lama ya, lesnya?" tanya Nadia.
"Lumayan, Bu. Ustadz Zacky juga sabar orangnya," imbuh Sherina.
Tidak terasa mereka sudah sampai di depan kamar Sherina, setelah itu Sherina dan Nadia masuk. Mereka berdua melanjutkan cerita mereka, tentang Zacky.
"Terus apa lagi, tentang ustadz Zacky itu?" Nadia sengaja bertanya-tanya. Sebab Nadia melihat ada yang beda dari Sherina, ketika dia berbicara tentang Zacky. Seakan ada kebahagiaan yang Sherina rasakan.
"Iya gitu, Bu. Ustadz Zacky masih muda, semuda Ibu. Dia juga masih kuliah katanya, besok aku kenalin. Mau kan, Bu?" tanya Sherina dengan penuh harap.
"Iya.... Tentu boleh, temanmu kan temen Ibu juga."
Mendengar jawaban Nadia, Sherina kembali bahagia.Sherina yang masih duduk di kelas lima SD, begitu semangat dalam mempelajari pelajarannya. Sherina begitu cerdas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tidak heran jika dia terkadang berbicara layaknya seperti orang dewasa. Mungkin karena sudah terbiasa ditinggal ibunya dari kecil, membuat dia harus memahami segala sesuatu yang tidak harus dia pahami.
Nadia tidak pernah keluar dari kamar Sherina, Nadia hanya keluar ketika waktunya makan segera tiba. Kali ini, Nadia harus memasak, untuk makan malam Marvel dan Sherina."Semoga saja, Sherina dan Marvel suka," gumam Nadia, sembari menyicipi sayur lodeh yang dimasaknya.
Setelah Nadia memasak sayur lodeh, dia begitu bingung, apa yang akan dia masak selanjutnya. Teringat akan curhatan Sherina di kamar, Nadia teringat bahwa Marvel begitu menyukai chicken. Nadia memasak dengan begitu lihai, beruntung juga di dalam rumah Marvel yang besar itu sudah disediakan banyak hal. Mulai dari sayur-sayuran sampai daging yang bisa dimasak.
Aroma masakan Nadia begitu lezat dan menyengat, baunya begitu harum. Marvel yang semula di kamar keluar untuk mencari sumber Aroma masakan itu, perut yang semula lapar justru semakin lapar.
"Lagi masak apa, Nadia?" tanya Marvel, setelah dia dapati Nadia lagi di dapur.
"Baunya lezat, Bu." Sherina menyusul ayahnya. Dia juga menghampiri Nadia di dapur.
"Lagi masak chicken, oseng-oseng, ayam bakar, sayur lodeh," Nadia menjawab dengan penuh percaya diri.
'Cuma kali ini, ada yang memuji masakanku. Padahal dari dulu, hanya ibuku saja yang memujinya,' Nadia bergumam sembari mengingat Almarhumah Ibunya.
Nadia segera memasukkan masakannya ke dalam piring dan wadah, Nadia tidak sabar untuk mempersembahkan kepada Sherina dan Marvel. Mengingat Marvel dan Sherina sudah menunggu di meja makan.
"Makanan sudah siap," ucap Nadia, sembari meletakkan semua masakannya di atas meja makan.
"Terimakasih, Bu," kata Sherina dengan raut wajah berseri-seri.
"Iya, Sama-sama," kata Nadia dan pamit kembali ke dapur.
"Bu, Mau ke mana? Sini makan bersama," Ajak Sherina. Langkah Nadia terhenti dan menoleh ke arah Marvel, seketika itu Marvel menganggukkan kepala. Marvel menyetujui permintaan Sherina, sebab bagaimanapun, bagi Marvel kebahagiaan Sherina lebih dari apapun di dunia ini.
Nadia duduk dan menyantap masakannya begitu lahap, dia begitu bahagia. Dia merasakan hidup berkeluarga yang sesungguhnya, meski kenyataannya sungguh jauh berbeda.
"Sherina! Cepat habiskan makanan mu. Sudah malam, waktunya kamu istirahat," Perintah Marvel ketika dia selesai makan duluan dan hendak kembali ke kamarnya.
"Baik, Ayah." Sherina menjawab dengan melahap makannya sedikit dipercepat.
Setelah sesuap demi sesuap nasi telah dilahap, Nadia dan Sherina bergegas ke kamarnya. Namun sebelumnya, Nadia membereskan meja makan terlebih dahulu.
Malam semakin larut, Nadia menyanyikan lagu nina bobo untuk Sherina, hingga Sherina terlelap dalam tidurnya. Setelah itu, Nadia juga menyusul nya.
Nadia tertidur pulas malam ini, padahal dia baru pertama tidur di rumah Marvel. Nadia yang biasanya tidak terbiasa tidur di tempat baru, begitu cepat adaptasinya. Mungkin karena hati dan batinnya lelah, hingga dia harus memulihkan tenaga.
Seperti malam-malam sebelumnya, Nadia terbangun dan melakukan kewajiban yang sudah menjadi kebiasaannya. Nadia berdoa dengan doa yang sama, berharap kebahagiaan akan segera datang. Nadia berharap, agar di kuatkan hatinya.
***Mentari bersinar kembali, Nadia sudah melakukan semua pekerjaannya. Nadia juga sudah memasak, menyapu dan semuanya sudah beres. Sedangkan Marvel sudah siap-siap untuk berangkat kerja, Marvel salah satu pemilik perusahaan ternama. Dia selalu tepat waktu untuk ke kantor dan memantau para karyawan-karyawannya.
"Aku berangkat dulu," Pamit Marvel dengan keadaan masih menggigit roti yang sudah diolesi selai coklat.
Sherina dan Nadia mengikuti Marvel hingga teras depan rumah.
"Iya, Hati-hati," Sherina dan Nadia mengucapkan bersama dan melambaikan tangan mereka.
Setelah Marvel melajukan mobil nya, akhirnya Nadia dan Sherina kembali masuk.
"Sherina, Kamu tidak sekolah?" tanya Nadia.
"Aku sekolah di rumah, Bu. Nanti ustadz Zacky pasti datang untuk mengajar," jawab Sherina sembari meminum susu yang sudah disediakan oleh Nadia.
"Jadi setiap hari, kamu belajar di rumah?" tanya Nadia yang juga sedang menikmati segelas susu dan roti yang sudah diolesi selai.
"Tidak, Bu. Hari ini guru-guru sedang rapat, jadi aku belajarnya di rumah dulu," jawab Sherina.
"Oh iya, Bu. Ustadz Zacky sebentar lagi pasti datang, soalnya tadi malam ayah sudah menelponnya. Les privat ku akan di majukan, biasanya sore hari. Sekarang diganti pagi hari," imbuh Sherina.
Nadia hanya mendengarkan saja dan menikmati sarapan pagi.
"Bu, Aku lupa. Nanti aku kenalin sama Ustadz Zacky ya, agar Ibu juga bisa berteman dengannya," kata Sherina.
Nadia hanya menjawab "iya." Kemudian Nadia membereskan meja makan dan menaruh semua piring kotor ke dapur sekaligus mencucinya. Nadia sengaja meninggalkan Sherina sendiri, Nadia membiarkan Sherina untuk bermain sama bonekanya. Setelah Sherina juga selesai dengan sarapannya.
Sudah sekitar lima belas menit setelah percakapan itu, Sherina masih saja menunggu Zacky datang. Hingga pada menit ke lima suara bel rumah pun berbunyi.
'Assalamu'alaikum..... Ada tamu.....' Begitulah bunyi alarm di rumah Marvel.
Sherina buru-buru membuka pintu, karena Sherina mengerti, bahwa yang datang adalah Zacky.
"Assalamu'alaikum, Sherina," Sapa seseorang yang tinggi dan berkulit Sawo matang itu, yang tidak lain adalah Zacky.
"Waalaikumussalam." Sherina menjawab salam dengan menyalami tangan Zacky.
"Maaf ya, sudah membuat nunggu lama," Zacky masuk ke dalam rumah, setelah Sherina mempersilahkan.
"Ustadz, sekarang Sherina tidak sendiri lagi. Aku sekarang sudah punya Ibu, Ibu lagi di dapur. Aku kenalkan ya?" Tampak sebuah keceriaan yang terpancar dari wajah Sherina.
Zacky langsung saja menyetujui permintaan Sherina.
"Ibu, ada ustadz Zacky. Ayok, Aku kenalin," ajak Sherina.
Dengan tergesa-gesa, Nadia meletakkan semua piring yang sudah bersih ke rak piring, Sherina sudah menarik tangan Nadia, sehingga mau tidak mau, Nadia mengikuti setiap langkah Sherina. Hingga mereka sampai diruang tamu, tempat Zacky menunggu mereka datang dan tersenyum pada mereka berdua.
Nadia membenarkan hijabnya dan membalas senyum."Kenalin, Bu. Ustadz Zacky," kata Sherina."Nadia, Ibunya Sherina," ucap Nadia tanpa jabat tangan seperti namaste."Zacky, guru lesnya Sherina." Zacky melakukan hal yang sama. Kemudian, Nadia kembali ke dapur, dia menyiapkan minuman untuk Zacky. Zacky dan Sherina belajar di ruangan yang sudah disediakan oleh Marvel. Mereka berdua terlihat begitu akrab, selayaknya om dan ponakannya. Nadia dari arah kejauhan sembari membawa segelas teh sedang memperhatikan mereka juga ikut senang."Di minum dulu, tehnya." Nadia mempersilahkan Zacky untuk meminum teh yang sudah diletakkan di atas meja."Terimakasih." Zacky langsung menyeruput teh.Nadia kembali masuk ke dalam, dia bingung mau ngapain. Beruntungnya masih ada televisi, akhirnya dia nonton. Dia tidak tahu, apa yang mereka lakukan di ruang belajar. Nadia begitu berharap Sherina akan sukses nanti, dia bisa menjadi wanita y
Setelah kejadian itu, Sherina datang menghampiri Marvel dan Nadia yang lagi di ruang makan, Sherina datang dengan wajah yang begitu pucat."Sherina, kenapa wajahmu pucat?" tanya Nadia khawatir."Aku menggigil, Bu," jawab Sherina lemas."Badan kamu panas sekali!" ujar Nadia dengan memegang dahi Sherina.Mendengar ucapan Nadia, Marvel yang tadinya duduk di sebelah Nadia mengambil Sherina yang telah duduk di pangkuan Nadia."Pergi kamu!" ucap Marvel mengusir Nadia."Kenapa panas sekali?" tanya Marvel dengan melihat wajah Nadia. Pertanda dia bertanya kepadanya."Aku tidak tahu," jawab Nadia.Marvel lagi-lagi memarahi Nadia, dia berkata."Kamu tidak becus mengurus anak.! Baru saja tinggal di rumah ini, Sherina sudah sakit." Marvel begitu marah, dia kemudian menggendong Sherina dan masuk ke kamarnya.Nadia mengikuti dari belakang, dia juga
Nadia kembali masuk ke dalam kamar rawat Sherina, setelah dia selesai berbicara dengan Ilham. Dia menemui Sherina yang masih bersama suster. Setiap langkah kakinya, Nadia terus saja merasa memang ada yang beda dari Ilham, Nadia juga tidak mengerti apa yang sedang Ilham rasakan."Bu, aku sudah sehat," ucap Sherina saat dia menelan bubur yang disuapi oleh suster."Alhamdulillah... Buburnya enak?" tanya Nadia."Enak, Bu. Aku suka," jawab Sherina."Mana, Sus. Biar aku saja yang menyuapi Nur." Nadia mengambil semangkok bubur yang di berikan oleh suster."Harus makan yang banyak, biar cepat pulang." Ucap Nadia sembari menyuapi Sherina.Sherina semakin semangat untuk memakan bubur itu, dia yang senang disuapi oleh ibunya. Perhatian Nadia kepada Sherina begitu besar, hati Nadia layaknya seorang ibu meski dia tak pernah melahirkan. Sekarang, suster sudah pergi meninggalkan mereka berdua, mereka pun bercanda bersama
"Assalamu'alaikum..." Terdengar suara Marvel dengan mendorong pintu kamar tempat Sherina dirawat."Waalaikumsalam..." Nadia, Sherina, Ilham menoleh dan menjawab salam."Kenapa lama, yah?" tanya Sherina."Tadi macet di jalan, ada kecelakaan beruntun. Maaf ya, Ayah lama." Ucap Marvel setelah Sherina dan Nadia menunggu sekitar setengah jam."Iya, Ayah tidak apa-apa?" Tanya Sherina khawatir."Iya, Alhamdulillah. Ayah tidak apa-apa," ucap Marvel."Syukur, Ayah tidak apa-apa." ucap Sherina dengan raut wajah yang gembira."Ayo, pulang!" Ajak Marvel tidak sabar."Ayok.." Sherina juga tampak bersemangat."Boleh pulang beneran, Dok?" Tanya Marvel memastikan."Iya," jawab Ilham."Nadia, bajunya sudah dikemas semua?" tanya Marvel."Sudah," jawab Nadia.Nadia sudah membereskan semua pakaian mereka siang tadi dan sekarang, Nadia m
Tekad Nadia untuk kuliah semakin bulat, dia sudah berpikir matang-matang. Apapun resiko yang akan didapatkan, dia sudah menyiapkan mental. Perlahan dia turun untuk menemui Zacky yang sudah menunggunya dari tadi, Zacky berada diruang tamu bersama Sherina."Maaf, Ustadz. Sudah lama nunggunya?" tanya Nadia."Gak juga, kan sudah seperti biasa. Aku mengajari Sherina dulu."Sherina yang sedari tadi duduk bersama, masih kebingungan. Apa yang sebenarnya dibahas oleh Zacky dan Nadia, dia hanya diam saja dan melanjutkan tugasnya."Ustadz, ini sudah benar?" tanya Sherina sambil menyodorkan tugas yang sudah dikerjakan."Anak pintar," jawab Zacky."Aku ke kamar dulu ya, mau ambil boneka. Tugasku sudah benar, jadi aku gak papa main boneka?" tanya Sherina dengan wajahnya yang masih lugu."Iya, tentu boleh." Sherina berlari ke kamarnya, kini hanya tinggal Zacky dan Nadia. Nad
"Maaf, Kak. Untuk gedung F sebelah mana?" tanya Nadia ke salah satu mahasiswa di kampus. "Kakak lurus saja, terus belok kiri. Kakak mahasiswi yang mau ikut tes beasiswa?" tanya mahasiswa yang belum diketahui namanya itu. "Iya, Kak. Terimakasih sebelumnya," "Sama-sama." Nadia berlalu pergi dan segera menuju gedung yang telah ditunjukkan, dengan harapan dan do'a, Nadia antusias melaksanakan tes ini. Keadaan gedung sangat ramai, banyak sekali yang mengikuti tes ini. Nadia mulai ragu, namun dia tetap berusaha meyakinkan dirinya agar dia mendapatkan apa yang menjadi cita-citanya. Nadia mencari tempat duduk yang kosong, setelah dia melihat ke semua sudut ruangan, akhirnya dia menemukan tempat duduk. Tepatnya di barisan nomor dua dari belakangbelakang, dia sedikit canggung Namun dia yakin bahwa dia pasti bisa, sebab dia sudah belajar sebelumnya. Hanya butuh satu jam, akhirnya Nadia bisa bernapas lega. Dia melanju
"Nadia! Nadia!" Panggil Marvel saat dia lihat di meja makan kosong. Nadia sengaja tidak masak hari ini, dia juga enggan menjawab panggilan dari Marvel. Dia pura-pura tidur bersama Sherina, padahal masih jam 7 tujuh malam. Marvel pun berjalan ke kamar Sherina dan melihat Nadia di sana, Marvel menyentuh kepala Sherina dan juga Nadia."Kenapa dia? Apa ada sesuatu yang merasuki dirinya?" gumam Nadia."Kamu pasti lelah sekali, maafkan aku karena sikapku yang mungkin menyakitimu," ucap Marvel seorang diri."Apa aku gak salah dengar!?" gumam Nadia dengan posisi yang masih tetap saja sama.Sepertinya Nadia berhasil mengelabui Marvel dan pura-pura tidur nyenyak, sehingga Marvel tidak curiga. Langkah kaki Marvel sudah beranjak pergi dari kamar Sherina, dia juga telah menutup pintunya rapat-rapat. Nadia pun bangun dan memegang kepalanya, dia tidak menyangka, laki-laki yang selama ini berkata kasar padanya, ternyata punya hati yang lembut juga
Nadia tidur dengan nyenyak, tidak seperti biasanya. Mungkin karena hatinya yang sekarang sudah mulai tenang, daripada hatinya saat dia selalu teraniaya. Bahkan sikap dan sifatnya juga semakin kuat dan berani, dia tidak ingin menjadi wanita yang lemah lagi. Dia ingin menjadi wanita karir yang tidak cengeng dan selalu menangis karena perlakuan oleh orang-orang yang mungkin tidak suka dengan kehadirannya. Nadia bangun tidur pada jam seperti biasanya, dia sudah terbiasa bangun pagi-pagi sekali untuk melanjutkan aktifitas hariannya. Dia bersyukur hari ini, sebab dia masih diberikan kesehatan dan bisa menghirup udara segar di pagi hari."Selamat pagi!" sapa Marvel.Nadia sedang menyiapkan sarapan di atas meja, dia menjawab sapaan Marvel."Pagi juga!""Masak apa hari ini?" tanya Marvel."Masak menu sederhana, menu desa," jawab Nadia dengan meletakkan piring yang dipegang."Sherina sudah bangun?" tanya Marvel dan