Setelah kejadian itu, Sherina datang menghampiri Marvel dan Nadia yang lagi di ruang makan, Sherina datang dengan wajah yang begitu pucat.
"Sherina, kenapa wajahmu pucat?" tanya Nadia khawatir.
"Aku menggigil, Bu," jawab Sherina lemas.
"Badan kamu panas sekali!" ujar Nadia dengan memegang dahi Sherina.
Mendengar ucapan Nadia, Marvel yang tadinya duduk di sebelah Nadia mengambil Sherina yang telah duduk di pangkuan Nadia.
"Pergi kamu!" ucap Marvel mengusir Nadia.
"Kenapa panas sekali?" tanya Marvel dengan melihat wajah Nadia. Pertanda dia bertanya kepadanya.
"Aku tidak tahu," jawab Nadia.
Marvel lagi-lagi memarahi Nadia, dia berkata.
"Kamu tidak becus mengurus anak.! Baru saja tinggal di rumah ini, Sherina sudah sakit." Marvel begitu marah, dia kemudian menggendong Sherina dan masuk ke kamarnya.
Nadia mengikuti dari belakang, dia juga membawa baskom yang di isi dengan air hangat. Nadia begitu resah, melihat Sherina tidak berdaya. Nadia menaiki kasurnya Sherina, dia berkata.
"Semoga cepat sembuh sakitnya." kata Nadia Sambil mengompres Sherina.
Marvel hanya mondar-mandir, dia juga kelihatan begitu bingung, Marvel kemudian menelpon dokter.
"Assalamu'alaikum, Dok. Aku mau bertanya perihal sakit anak ku," ucap Marvel kepada dokter Ilham. Dokter Ilham adalah dokter langganan Sherina dan Marvel.
"Wa'alaikumussalam, kalau boleh tahu apa gejala nya?" tanya dokter Ilham.
Marvel kemudian menceritakan semuanya, dokter menyarankan untuk membeli obat di apotek.
Dengan langkah terburu-buru, Marvel membeli obat ke apotek.
Sedangkan Nadia, masih sibuk mengompres Sherina. Nadia menjaganya sepenuh hatinya, Nadia yang begitu menyayangi seperti anak kandungnya sendiri.
"Kamu harus kuat dan sembuh." Sherina berbicara sendiri.
Panas Sherina belum juga turun, hingga Marvel datang dengan membawa obat.
"Cepat buat bubur dan ambilkan segelas air.!" perintah Marvel.
Dengan langkah begitu cepat, Nadia pergi ke dapur dan memasak bubur.
"Semoga tidak terjadi apa-apa kepada Sherina," ucap Nadia seorang diri sembari membuat bubur dan terus mengaduknya. Beberapa menit, bubur itu akhirnya siap dihidangkan. Nadia pergi ke kamar Sherina, dia menyuapi Sherina dan memberikan obat kepadanya.
Malam sudah semakin larut, demam Sherina juga tidak kunjung turun. Hingga Nadia dan Marvel yang menjaganya terlelap dalam tidurnya. Malam ini Nadia bermimpi, bahwa Sherina akan sehat kembali dan bisa bermain dengannya seperti dahulu lagi. Akan tetapi, saat dia terbangun. Sherina masih saja dengan tubuh yang masih demam. Hingga Marvel membawa Sherina ke rumah sakit, dia meminta pertolongan dokter Ilham.
'Assalamu'alaikum, Dok. Dokter masih di rumah sakit?' tanya Marvel lewat panggilan telpon.
'Waalaikumsalam, Masih. Ada apa?' tanya dokter Ilham.
'Aku ingin memeriksakan Sherina, sebab tadi malam demamnya tidak kunjung turun,' jawab Marvel.
'Baik, sekarang bisa kesini.'
Mendengar jawaban dari dokter Ilham, Marvel buru-buru menggendong Sherina dan membawa ke mobil.
"Ayo cepat, beresin barang-barang yang akan di bawa ke rumah sakit!" Perintah Marvel kepada Nadia dengan nada yang begitu tinggi.
"Baik," Nadia langsung membereskan semuanya.
Jam masih menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Marvel melajukan mobilnya dengan begitu cepat. Nadia yang tidak terbiasa begitu ketakutan.
"Semoga kita semua selamat dan tidak terjadi apa-apa. Aamiin," gumam Nadia.
Begitu banyak yang Nadia ucapkan di dalam mobil, dia berusaha tidak panik. Rumah sakit umum sudah hampir sampai, posisi rumah Marvel yang ada di ujung kota membuat perjalanan tidak memakan waktu yang lama.
Marvel memarkirkan mobil nya di pinggir jalan, lantas dia langsung menggendong Sherina lagi.
"Dokter.... Dokter Ilham... Tolong anakku," ucap Marvel dengan perasaan yang begitu cemas.
Dokter Ilham yang sedari tadi nunggu di depan pintu langsung merespon.
"Iya, Pak Marvel," kata Ilham.
Marvel pun menaruh Sherina di atas ranjang troli. Sherina di bawa ke kamar inap ICU.
"Sebentar ya, aku periksa terlebih dahulu." Ilham mempersilahkan Nadia dan Marvel menunggu di luar.
Nadia dan Marvel mondar mandir ke depan dan kebelakang, mereka berdua berharap tidak akan terjadi sesuatu pada Sherina.
Setelah itu mereka duduk di kursi.
"Ini semua, gara-gara kamu. Kalau kamu lebih bisa menjaganya, dia tidak akan mungkin demam tinggi seperti ini.!" Marvel masih terus saja menyalahkan Nadia. Nadia hanya diam saja, sebab dia juga mengerti dan paham.
Semua terjadi mungkin karena keteledorannya.
Tiga puluh menit sudah berlalu, akhirnya dokter Ilham keluar.
"Bagaimana keadaan Sherina, Dokter?" tanya Marvel.
"Alhamdulillah, Sherina tida apa-apa. Dia hanya masuk angin," jawab dokter Ilham.
Mendengar akan hal itu, Nadia dan Marvel bahagia.
Azan sudah selesai berkumandang, Nadia segera pergi ke masjid. Nadia sholat dan berdoa lebih lama dari biasanya, Meski Nadia bukan ibu kandung Sherina. Nadia begitu takut kehilangannya, sebab dialah penyemangat dalam hidupnya. Setelah kewajibannya selesai, Nadia kembali ke ruang ICU untuk bertemu Sherina.
"Ibu, Ibu ke mana?" perlahan Sherina membuka mata.
Nadia langsung menjawab saat dia baru sampai ke ruang ICU.
"Ini, Ibu." Melihat wajah Nadia, Sherina tersenyum.
"Jangan tinggalkan aku, Bu,"
"Iya," jawab Nadia, tidak terasa Nadia begitu terharu. Air matanya menetes.
"Kenapa menangis, Bu?" tanya Sherina.
"Aku bahagia, Sherina siuman lagi," jawab Nadia sembari mengusap Air matanya.
"Aku tidak apa-apa, Bu. Jangan bersedih lagi ya," Sherina menggenggam tangan Nadia.
Nadia merasa begitu beruntung, sebab dia memiliki anak tiri yang begitu menyayangi nya. Tidak ada hal yang paling indah selain rasa kasih sayang anak kepada ibunya dan kasih sayang ibu kepada anaknya.
"Ayah, jangan marah-marah lagi kepada Ibu," ucap Sherina, ketika dia melihat ayahnya berdiri tepat di belakang Nadia.
Dengan sedikit ragu karena memang Marvel tidak menyukai Nadia, dia menjawab.
"Iya."
Nadia tidak bisa menerima jawaban itu, dia tahu betul tentang Marvel. Tidak mungkin semudah itu, Marvel akan memaafkan Nadia dan menerima Nadia begitu saja.
Marvel kemudian pamit pulang, sebab Zacky datang ke rumahnya.
"Aku harus menemui Ustadz Zacky dulu, dia sedang menunggu di rumah," ucap Marvel pergi berlalu. Kini hanya tinggal Sherina dan Nadia di rumah sakit. Mereka berdua, bercanda kembali. Waktu sarapan sudah tiba, suster masuk ke ruangan bersama Ilham.
"Bagaimana keadaan adik sekarang?" tanya Ilham.
"Aku sudah sehat dong... Om Dokter," jawab Sherina manja. Ilham dan Sherina memang sudah akrab dari dulu, mereka layaknya sahabat. Ilham mengajarkan kepada Sherina, agar dia selalu bilang kalau tubuhnya sehat. Sebab perkataan adalah sumber dari keadaan yang akan kita hadapi.
"Dokter, kenalkan ini ibuku," ucap Sherina.
"Nadia, Dokter," kata Sherina.
"Aku Dokter Ilham yang biasa merawat Sherina ketika sakit."
Dokter Ilham dan Nadia berlalu pergi keluar ruangan untuk mengobrol, saat Sherina di suapi oleh suster.
"Kamu ibu kandung dari Sherina?" tanya Ilham.
"Bukan," jawab Nadia.
"Aku Ibu tirinya." imbuh Nadia.
"Sudah lama?" tanya Ilham lagi.
"Hampir sebulan," jawab Nadia.
"Aku sarankan, agar Sherina tidak memikirkan hal yang terlalu berat dan menyedihkan. Itu akan berefek pada kesehatannya." Ilham memberikan penjelasan penting tentang kesehatan Sherina, agar Nadia bisa menjaganya lebih baik lagi. Nadia bersyukur, dengan begitu Nadia mengetahui apa saja yang harus dia lakukan. Nadia bisa mengerti tentang kondisi Sherina. Nadia juga bisa mengobati Sherina, saat pertama kali jika sakit itu kembali. Nadia juga senang karena dia bisa mengerti tentang bidang kesehatan. Nadia yang masih tetap dengan cita-citanya, Nadia berharap agar dia bisa mewujudkannya. Menjadi dokter yang begitu diimpikan nya, menolong setiap orang yang sakit, merawatnya dan membantu agar sembuh dari sakitnya.
Nadia kembali masuk ke dalam kamar rawat Sherina, setelah dia selesai berbicara dengan Ilham. Dia menemui Sherina yang masih bersama suster. Setiap langkah kakinya, Nadia terus saja merasa memang ada yang beda dari Ilham, Nadia juga tidak mengerti apa yang sedang Ilham rasakan."Bu, aku sudah sehat," ucap Sherina saat dia menelan bubur yang disuapi oleh suster."Alhamdulillah... Buburnya enak?" tanya Nadia."Enak, Bu. Aku suka," jawab Sherina."Mana, Sus. Biar aku saja yang menyuapi Nur." Nadia mengambil semangkok bubur yang di berikan oleh suster."Harus makan yang banyak, biar cepat pulang." Ucap Nadia sembari menyuapi Sherina.Sherina semakin semangat untuk memakan bubur itu, dia yang senang disuapi oleh ibunya. Perhatian Nadia kepada Sherina begitu besar, hati Nadia layaknya seorang ibu meski dia tak pernah melahirkan. Sekarang, suster sudah pergi meninggalkan mereka berdua, mereka pun bercanda bersama
"Assalamu'alaikum..." Terdengar suara Marvel dengan mendorong pintu kamar tempat Sherina dirawat."Waalaikumsalam..." Nadia, Sherina, Ilham menoleh dan menjawab salam."Kenapa lama, yah?" tanya Sherina."Tadi macet di jalan, ada kecelakaan beruntun. Maaf ya, Ayah lama." Ucap Marvel setelah Sherina dan Nadia menunggu sekitar setengah jam."Iya, Ayah tidak apa-apa?" Tanya Sherina khawatir."Iya, Alhamdulillah. Ayah tidak apa-apa," ucap Marvel."Syukur, Ayah tidak apa-apa." ucap Sherina dengan raut wajah yang gembira."Ayo, pulang!" Ajak Marvel tidak sabar."Ayok.." Sherina juga tampak bersemangat."Boleh pulang beneran, Dok?" Tanya Marvel memastikan."Iya," jawab Ilham."Nadia, bajunya sudah dikemas semua?" tanya Marvel."Sudah," jawab Nadia.Nadia sudah membereskan semua pakaian mereka siang tadi dan sekarang, Nadia m
Tekad Nadia untuk kuliah semakin bulat, dia sudah berpikir matang-matang. Apapun resiko yang akan didapatkan, dia sudah menyiapkan mental. Perlahan dia turun untuk menemui Zacky yang sudah menunggunya dari tadi, Zacky berada diruang tamu bersama Sherina."Maaf, Ustadz. Sudah lama nunggunya?" tanya Nadia."Gak juga, kan sudah seperti biasa. Aku mengajari Sherina dulu."Sherina yang sedari tadi duduk bersama, masih kebingungan. Apa yang sebenarnya dibahas oleh Zacky dan Nadia, dia hanya diam saja dan melanjutkan tugasnya."Ustadz, ini sudah benar?" tanya Sherina sambil menyodorkan tugas yang sudah dikerjakan."Anak pintar," jawab Zacky."Aku ke kamar dulu ya, mau ambil boneka. Tugasku sudah benar, jadi aku gak papa main boneka?" tanya Sherina dengan wajahnya yang masih lugu."Iya, tentu boleh." Sherina berlari ke kamarnya, kini hanya tinggal Zacky dan Nadia. Nad
"Maaf, Kak. Untuk gedung F sebelah mana?" tanya Nadia ke salah satu mahasiswa di kampus. "Kakak lurus saja, terus belok kiri. Kakak mahasiswi yang mau ikut tes beasiswa?" tanya mahasiswa yang belum diketahui namanya itu. "Iya, Kak. Terimakasih sebelumnya," "Sama-sama." Nadia berlalu pergi dan segera menuju gedung yang telah ditunjukkan, dengan harapan dan do'a, Nadia antusias melaksanakan tes ini. Keadaan gedung sangat ramai, banyak sekali yang mengikuti tes ini. Nadia mulai ragu, namun dia tetap berusaha meyakinkan dirinya agar dia mendapatkan apa yang menjadi cita-citanya. Nadia mencari tempat duduk yang kosong, setelah dia melihat ke semua sudut ruangan, akhirnya dia menemukan tempat duduk. Tepatnya di barisan nomor dua dari belakangbelakang, dia sedikit canggung Namun dia yakin bahwa dia pasti bisa, sebab dia sudah belajar sebelumnya. Hanya butuh satu jam, akhirnya Nadia bisa bernapas lega. Dia melanju
"Nadia! Nadia!" Panggil Marvel saat dia lihat di meja makan kosong. Nadia sengaja tidak masak hari ini, dia juga enggan menjawab panggilan dari Marvel. Dia pura-pura tidur bersama Sherina, padahal masih jam 7 tujuh malam. Marvel pun berjalan ke kamar Sherina dan melihat Nadia di sana, Marvel menyentuh kepala Sherina dan juga Nadia."Kenapa dia? Apa ada sesuatu yang merasuki dirinya?" gumam Nadia."Kamu pasti lelah sekali, maafkan aku karena sikapku yang mungkin menyakitimu," ucap Marvel seorang diri."Apa aku gak salah dengar!?" gumam Nadia dengan posisi yang masih tetap saja sama.Sepertinya Nadia berhasil mengelabui Marvel dan pura-pura tidur nyenyak, sehingga Marvel tidak curiga. Langkah kaki Marvel sudah beranjak pergi dari kamar Sherina, dia juga telah menutup pintunya rapat-rapat. Nadia pun bangun dan memegang kepalanya, dia tidak menyangka, laki-laki yang selama ini berkata kasar padanya, ternyata punya hati yang lembut juga
Nadia tidur dengan nyenyak, tidak seperti biasanya. Mungkin karena hatinya yang sekarang sudah mulai tenang, daripada hatinya saat dia selalu teraniaya. Bahkan sikap dan sifatnya juga semakin kuat dan berani, dia tidak ingin menjadi wanita yang lemah lagi. Dia ingin menjadi wanita karir yang tidak cengeng dan selalu menangis karena perlakuan oleh orang-orang yang mungkin tidak suka dengan kehadirannya. Nadia bangun tidur pada jam seperti biasanya, dia sudah terbiasa bangun pagi-pagi sekali untuk melanjutkan aktifitas hariannya. Dia bersyukur hari ini, sebab dia masih diberikan kesehatan dan bisa menghirup udara segar di pagi hari."Selamat pagi!" sapa Marvel.Nadia sedang menyiapkan sarapan di atas meja, dia menjawab sapaan Marvel."Pagi juga!""Masak apa hari ini?" tanya Marvel."Masak menu sederhana, menu desa," jawab Nadia dengan meletakkan piring yang dipegang."Sherina sudah bangun?" tanya Marvel dan
"Ibu, akhir kamu ke rumah juga. Untuk menjengukku," ucap Sherina saat dia melihat ibu kandungnya berada di teras depan rumah.Ibunya langsung melangkahkan kakinya untuk pergi, namun langkahnya terhenti saat Zacky membantu untuk mengejarnya. Ketika itu Zacky pamit pulang dan sudah selesai mengajar Sherina."Kamu tidak usah pergi dari sini, kasihan Sherina, dia selama ini ingin berjumpa denganmu," ujar Zacky.Ibunya yang diketahui bernama Bela, terhenti sejenak dan berkata."Aku takut jika Marvel marah dan tidak mengizinkan aku bertemu dengan Sherina.""Kamu tidak perlu khawatir, Marvel tidak ada di rumah," ucap Zacky."Ibu...," Sherina memeluk Bela.Bela pun duduk dan kembali mendekap tubuh Sherina."Aku kangen sama Ibu," ucap Sherina."Aku juga kangen sama Sherina, Sherina sehat-sehat saja, kan?" tanya Bela sembari mengelus kepala Sherina."Aku sehat, Bu. Ibu g
Seperti biasanya, Marvel berangkat pagi-pagi ke kantor. Setelah dia sarapan dan memakai kemeja dan jas dengan rapi. Ketika Marvel berangkat, Sherina datang dan tersenyum bahagia."Bu, ayo! Kita sarapan, setelah itu kita jalan-jalan bersama Ibu Bela," ajak Sherina."Wah, pasti Sherina bahagia dan semangat, ya? Tumben, jam segini sudah bangun," tanya Nadia sembari mengoleskan selai coklat."Iya, Bu. Aku hampir tidak bisa tidur tadi malam, tidak sabar menunggu pagi," jawab Sherina sembari meminum susu yang telah disiapkan oleh Nadia.Nadia memberikan roti yang sudah diolesi selai coklat kepada Sherina, dengan semangat dan lahap, Sherina memakan roti itu. Nadia yang memperhatikan wajah Sherina ikut senang, wajah bahagia yang tidak pernah Nadia lihat sebelumnya."Bu, aku sudah sarapan. Aku mau mandi dulu, ya!"Sherina berlari menuju kamar mandi, tanpa mendengarkan perkataan Nadia terlebih dahulu. Nadia bergegas