Nadia dan Marvel berjalan menuju ke mobil, mereka berdua sama-sama khawatir tentang Sherina. Sherina yang malang, yang ditinggalkan oleh ibunya. Dari kejauhan, mereka melihat Sherina sudah terbangun dari tidurnya.
"Dari mana, Ayah?" tanya Sherina.
"Dari belanja, Sherina ingin beli apa?" Marvel bertanya dengan jiwa yang mencerminkan sebagaimana seorang ayah.
"Aku ingin ice cream, Ayah," kata Sherina berbicara manja.
"Sebentar, biar Ayah belikan dulu." Marvel segera masuk kembali ke dalam pusat perbelanjaan.
Sedangkan Nadia duduk di dalam mobil bersama Sherina, sambil mengobrol.
"Ibu, apakah ibu menyukai Ayah?" tanya Sherina dengan wajahnya yang begitu lugu.
"Memang kenapa? Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Nadia justru kembali bertanya.
"Aku takut, jika ibu meninggalkan ayah, seperti ibuku dulu," ucap Sherina. Kali ini air mata Sherina menetes, dia teringat akan ibu kandungnya.
"Aku rindu sama ibu, tapi ibu tidak pernah melihatku dan mengunjungi rumah ayah, mungkin memang aku sudah dibuang olehnya," Sherina cerita panjang lebar, menceritakan segala perasaannya.
Nadia sembari mencoba untuk memenangkan dia dan membuat Sherina lebih nyaman, Nadia berusaha agar Sherina tidak sedih.
"Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sherina," Nadia merangkul Sherina.
"Benar ya bu, Ibu berjanji." Sherina memberikan jari kelingkingnya, Nadia lantas meraih kelingkingnya. Sherina pun kembali tersenyum.
Mereka berdua menunggu Marvel datang, tidak butuh waktu lama. Akhirnya Marvel datang dengan membawa ice-cream rasa coklat, ice cream kesukaan Sherina. Marvel berlari ke mobil.
"Maaf, Ayah lama," ucap Marvel dengan nafas yang tidak beraturan.
"Tidak apa-apa, Ayah. Terimakasih banyak, aku suka." Sherina kegirangan.
Nadia yang melihat tingkah laku Sherina ikut bahagia, Nadia begitu menyayangi Sherina. Nadia yang telah menganggap Sherina selayaknya anak kandungnya sendiri.
"Ayo, kita pulang." Ajak Marvel sembari melajukan mobilnya kembali. Suasana di dalam mobil tampak begitu sepi, Marvel dan Nadia saling terdiam. Sedangkan Sherina lagi asik memakan icecream yang dibelikan ayahnya. Perjalanan menuju rumah Marvel begitu menakjubkan, gedung-gedung tinggi sudah berjejeran. Lain halnya dengan di desa tempat Nadia tinggal. Beberapa menit kemudian, mereka sampai. Marvel memarkirkan mobilnya di garasi, garasi yang tepat berada di sebelah rumahnya. Nadia turun dari mobil, marvel juga mengikuti.
Sedangkan Sherina, dia kembali manja kepada Nadia. Dia meminta untuk diturunkan, Sherina meminta gendong.
"Ayah, aku boleh bermain sama Ibu?" tanya Sherina kepada Marvel.
"Tentu boleh sayang," jawab Marvel dengan senyuman.
Mendengar jawaban dari ayahnya, Sherina menarik tangan Nadia.
"Ayuk, Bu. Aku aja Ibu untuk keliling rumah kita." Sherina menggenggam tangan Nadia. Nadia begitu tertegun melihat rumah Marvel, ternyata yang dibilang ibu tirinya benar. Nadia yang tidak pernah diajak kerumahnya meski tunangan dulu, kini sudah percaya. Akan kekayaan yang dimiliki oleh Marvel, rumahnya seperti istana.
Di samping rumah Marvel ada taman kecil yang indah, ada kolam ikan di dalam taman itu. Ketika Nadia berjalan ke samping taman, ada ayunan yang bisa dimainkan ketika santai. Tamannya juga begitu banyak bunga, bunga yang warnanya indah dan bermekaran.
"Tempatnya indah ya, Bu?" tanya Sherina.
"Iya." Nadia menjawab singkat.
"Aku biasanya kalau lagi sedih, aku bermain di ayunan ini, Bu." Curhat Sherina sembari menunjuk ke ayunan.
'Sepertinya memang Sherina membutuhkan kasih sayang seorang Ibu.' Nadia bergumam sembari memandang wajah Sherina yang imut.
"Aku sekarang senang, Bu. Akhirnya aku tidak perlu lagi, bermain ayunan seorang diri," Sherina melanjutkan ceritanya.
"Tenang, Sherina. Ibu akan selalu menemani mu, kamu jangan sedih lagi, ya," Nadia menyeka air mata yang tidak sengaja mau menetes dari kelopak matanya.
"Terimakasih, Bu. Sudah mau menjadi Ibu ku, Aku sayang Ibu." Sherina memeluk ibunya dengan erat.
"Aku juga menyayangi mu." Nadia membalas pelukan Sherina.
Mereka berdua tampak bahagia, Nadia juga menemukan lagi hidupnya. Nadia berusaha untuk membahagiakan anak satu-satunya, meski bukan anak kandungnya.
"Ayuk, Bu. Akan aku ajak Ibu untuk keliling-keliling lagi di rumah kita," ajak Sherina menggenggam kembali tangan Nadia. Nadia di bawa ke tempat yang begitu indah, tepatnya di belakang rumah marvel. Di sana ada kolam berenang yang bernuansakan alam, ada juga air panas di dalamnya.
"Aku biasanya kalau ingin belajar berenang di sini, Bu." Sherina kembali menceritakan kebiasaannya.
Nadia melihat-lihat sudut kolam yang dihias rapi dengan tanaman hias di dalam pot.
"Ibu bisa berenang?" tanya Sherina.
"Aku tidak bisa," jawab Nadia.
"Sama, Bu. Awalnya juga aku tidak bisa, tapi Ayah Marvel mengajariku. Mungkin kapan-kapan, Ayah juga mengajari Ibu." Sherina penuh harap.
Nadia hanya menjawab dengan senyuman.
'Bagaimana mungkin, Marvel akan mengajariku. Sedangkan yang aku tahu, aku tidak lebih dari sekedar pembantu.' Nadia teringat kembali dengan kata-kata Marvel yang menyakitkan.
Tidak terasa, air matanya kembali menetes. Nadia begitu lemah. Teringat akan hidupnya yang berubah, tanpa dia sadari, dia menjadi wanita yang begitu rapuh. Air matanya seringkali keluar tanpa disadari.
"Ibu kenapa?" tanya Sherina, ketika Sherina mengetahui ibunya menangis.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya terharu." Nadia berusaha menepis semua kesedihan yang dia rasakan, Nadia harus bisa bahagia. Sebab, ada seseorang yang harus di bahagiakan oleh Nadia, yaitu Sherina.
"Ibu jangan bersedih lagi, ya." Sherina berbicara seolah-olah dia ingin kebahagiaan juga untuk Nadia.
"Iya, aku tidak akan menangis lagi. Oh ya, setelah itu. Apalagi yang biasanya kamu lakukan," Nadia mencoba mengalihkan suasana.
"Banyak, Bu. Biasanya aku kalau di kolam renang itu mandi air panas bu, soalnya cuaca di sini tidak menentu,"
"Oh... begitu ya." Nadia mencoba untuk merespon baik cerita Sherina.
"Iya, Bu. Aku juga suka main di kamar ku, ayuk... Aku tunjukkan kamarku kepada Ibu," Sherina kembali menarik tangan Nadia.
"Pelan-pelan saja, Sherina!"
Nadia kembali tertegun dengan isi rumah, begitu banyak lampu yang besar. Bangunan yang tinggi menjulang, bahkan ada tingkat juga di dalamnya. Benar-benar rumah istana.
"Ini kamar tamu, Bu." ucap Sherina sembari menunjukkan kamar.
Setelah itu mereka menaiki tangga, menuju rumah di lantai atas.
"Ini kamar ku," Sherina kembali menunjukkan.
"Ini kamar Ayah dan ibu nanti," Kamar Marvel ternyata ada di atas berdekatan dengan kamar Sherina.
"Kalau Ibu mau masuk dan lihat-lihat dulu tidak apa-apa, Bu," kata Sherina.
Nadia menyetujui, Nadia melihat-lihat kamar yang nanti akan ditinggalinya.
'Wah kamarnya begitu luas, lemari pakaiannya juga lebar. Ada kamar mandi juga di dalam kamar. Benar-benar aku sedang berada di istana.' Nadia bergumam dengan perasaan kagum.
"Sudah, Bu?" tanya Sherina.
"Sudah." Nadia menjawab singkat.
Setelah itu, Sherina kembali meraih tangan Nadia dan berkata.
"Sekarang. Kita kembali ke kamar Sherina ya, Bu."
Tanpa Nadia menjawab, Sherina langsung menarik tangan Nadia.
"Kamarku bagus, Bu?" tanya Sherina.
"Iya, bagus," jawab Nadia.
"Aku memang suka hello kitty, Bu. Itu sebabnya kamarku di kasih wallpaper hello kitty. Kalau Ibu sukanya Apa?" tanya Sherina.
"Aku itu, sukanya kalau kamu bahagia."
Nadia dan Sherina, kemudian bercanda bersama-sama. Mereka berdua saling melengkapi satu sama lainnya.
Nadia yang juga pernah berputus asa dalam hidupnya, kini menemukan hal yang baru dalam hidupnya. Begitu juga dengan Sherina, seorang anak yang kurang kasih sayang dari seorang ibu. Kini dia telah menemukan kembali kasih sayang tersebut, meski Nadia hanya seorang ibu tiri.
"Bu, malam ini ibu tidur denganku ya?" tanya Sherina.
"Biar Ibu tanya dulu ya, kepada Ayah," ucap Nadia.
"Baik, Bu. Aku tunggu kabar baiknya." Sherina merasakan sosok yang dia rindu kan dahulu, yang tidak lain adalah ibu.
Nadia dan Sherina akhirnya bermain, Sherina begitu senang. Sherina yang semula tidak pernah merasakan kasih sayang, justru sekarang sudah bisa merasakannya."Sherina, jadilah anak yang selalu ceria dan bahagia seperti ini ya," Nadia mengucap dengan penuh perasaan kasih sayang dan lemah lembut."Baik, Bu. Terimakasih telah menjadi ibu yang baik untuk ku." Sherina memeluk erat Nadia.Mereka melanjutkan bermain, mulai dari bermain boneka dan juga permainan yang lainnya."Di rumah ini, Sherina hanya tinggal berdua sama Ayah?" tanya Nadia, ketika dia melihat rumahnya begitu sepi."Tidak, Bu. Ada bibi juga, bibi Inem. Bibi Inem yang membantu aku mandi dan makan sedari dulu," jawab Sherina."Sekarang, bibi Inem ke mana? Dari tadi aku lihat tidak ada orang," Nadia bertanya."Iya, bibi Inem pulang kampung. Katanya sedang merindukan keluarganya, paling besok pagi pulang ke sini lagi, Bu," jawab S
Sore sebentar lagi akan menjelma menjadi malam, matahari sudah mulai terbenam. Senja sudah mulai tertutup oleh awan dengan perlahan-lahan. Nadia mengajak Sherina untuk masuk ke dalam rumah, sebelum Azan magrib di kumandangkan."Sherina, Ayok masuk.!" ajak Nadia."Iya, Bu." Sherina memang anak yang begitu sholihah, dia menurut saja apa yang dikatakan oleh Nadia."Bu, kenapa harus masuk?" tanya Sherina kemudian, ketika mereka berdua sudah melangkahkan kakinya ke dalam rumah."Iya, dulu nenek pernah berkata. Kalau sudah petang, syaiton lebih mudah masuk ke dalam rumah-rumah," Nadia menjelaskan segalanya, yang pernah ibu Nadia katakan."Seram ya, Bu," Sherina berkata dengan ekspresi ketakutan.Nadia menatap wajahnya sembari berkata,"Tidak usah takut, syaiton akan hilang kalau kita baca ayat suci Al-Quran.""Kalau begitu, aku lebih giat lagi untuk belajar ngajinya," ucap Sherin
Nadia membenarkan hijabnya dan membalas senyum."Kenalin, Bu. Ustadz Zacky," kata Sherina."Nadia, Ibunya Sherina," ucap Nadia tanpa jabat tangan seperti namaste."Zacky, guru lesnya Sherina." Zacky melakukan hal yang sama. Kemudian, Nadia kembali ke dapur, dia menyiapkan minuman untuk Zacky. Zacky dan Sherina belajar di ruangan yang sudah disediakan oleh Marvel. Mereka berdua terlihat begitu akrab, selayaknya om dan ponakannya. Nadia dari arah kejauhan sembari membawa segelas teh sedang memperhatikan mereka juga ikut senang."Di minum dulu, tehnya." Nadia mempersilahkan Zacky untuk meminum teh yang sudah diletakkan di atas meja."Terimakasih." Zacky langsung menyeruput teh.Nadia kembali masuk ke dalam, dia bingung mau ngapain. Beruntungnya masih ada televisi, akhirnya dia nonton. Dia tidak tahu, apa yang mereka lakukan di ruang belajar. Nadia begitu berharap Sherina akan sukses nanti, dia bisa menjadi wanita y
Setelah kejadian itu, Sherina datang menghampiri Marvel dan Nadia yang lagi di ruang makan, Sherina datang dengan wajah yang begitu pucat."Sherina, kenapa wajahmu pucat?" tanya Nadia khawatir."Aku menggigil, Bu," jawab Sherina lemas."Badan kamu panas sekali!" ujar Nadia dengan memegang dahi Sherina.Mendengar ucapan Nadia, Marvel yang tadinya duduk di sebelah Nadia mengambil Sherina yang telah duduk di pangkuan Nadia."Pergi kamu!" ucap Marvel mengusir Nadia."Kenapa panas sekali?" tanya Marvel dengan melihat wajah Nadia. Pertanda dia bertanya kepadanya."Aku tidak tahu," jawab Nadia.Marvel lagi-lagi memarahi Nadia, dia berkata."Kamu tidak becus mengurus anak.! Baru saja tinggal di rumah ini, Sherina sudah sakit." Marvel begitu marah, dia kemudian menggendong Sherina dan masuk ke kamarnya.Nadia mengikuti dari belakang, dia juga
Nadia kembali masuk ke dalam kamar rawat Sherina, setelah dia selesai berbicara dengan Ilham. Dia menemui Sherina yang masih bersama suster. Setiap langkah kakinya, Nadia terus saja merasa memang ada yang beda dari Ilham, Nadia juga tidak mengerti apa yang sedang Ilham rasakan."Bu, aku sudah sehat," ucap Sherina saat dia menelan bubur yang disuapi oleh suster."Alhamdulillah... Buburnya enak?" tanya Nadia."Enak, Bu. Aku suka," jawab Sherina."Mana, Sus. Biar aku saja yang menyuapi Nur." Nadia mengambil semangkok bubur yang di berikan oleh suster."Harus makan yang banyak, biar cepat pulang." Ucap Nadia sembari menyuapi Sherina.Sherina semakin semangat untuk memakan bubur itu, dia yang senang disuapi oleh ibunya. Perhatian Nadia kepada Sherina begitu besar, hati Nadia layaknya seorang ibu meski dia tak pernah melahirkan. Sekarang, suster sudah pergi meninggalkan mereka berdua, mereka pun bercanda bersama
"Assalamu'alaikum..." Terdengar suara Marvel dengan mendorong pintu kamar tempat Sherina dirawat."Waalaikumsalam..." Nadia, Sherina, Ilham menoleh dan menjawab salam."Kenapa lama, yah?" tanya Sherina."Tadi macet di jalan, ada kecelakaan beruntun. Maaf ya, Ayah lama." Ucap Marvel setelah Sherina dan Nadia menunggu sekitar setengah jam."Iya, Ayah tidak apa-apa?" Tanya Sherina khawatir."Iya, Alhamdulillah. Ayah tidak apa-apa," ucap Marvel."Syukur, Ayah tidak apa-apa." ucap Sherina dengan raut wajah yang gembira."Ayo, pulang!" Ajak Marvel tidak sabar."Ayok.." Sherina juga tampak bersemangat."Boleh pulang beneran, Dok?" Tanya Marvel memastikan."Iya," jawab Ilham."Nadia, bajunya sudah dikemas semua?" tanya Marvel."Sudah," jawab Nadia.Nadia sudah membereskan semua pakaian mereka siang tadi dan sekarang, Nadia m
Tekad Nadia untuk kuliah semakin bulat, dia sudah berpikir matang-matang. Apapun resiko yang akan didapatkan, dia sudah menyiapkan mental. Perlahan dia turun untuk menemui Zacky yang sudah menunggunya dari tadi, Zacky berada diruang tamu bersama Sherina."Maaf, Ustadz. Sudah lama nunggunya?" tanya Nadia."Gak juga, kan sudah seperti biasa. Aku mengajari Sherina dulu."Sherina yang sedari tadi duduk bersama, masih kebingungan. Apa yang sebenarnya dibahas oleh Zacky dan Nadia, dia hanya diam saja dan melanjutkan tugasnya."Ustadz, ini sudah benar?" tanya Sherina sambil menyodorkan tugas yang sudah dikerjakan."Anak pintar," jawab Zacky."Aku ke kamar dulu ya, mau ambil boneka. Tugasku sudah benar, jadi aku gak papa main boneka?" tanya Sherina dengan wajahnya yang masih lugu."Iya, tentu boleh." Sherina berlari ke kamarnya, kini hanya tinggal Zacky dan Nadia. Nad
"Maaf, Kak. Untuk gedung F sebelah mana?" tanya Nadia ke salah satu mahasiswa di kampus. "Kakak lurus saja, terus belok kiri. Kakak mahasiswi yang mau ikut tes beasiswa?" tanya mahasiswa yang belum diketahui namanya itu. "Iya, Kak. Terimakasih sebelumnya," "Sama-sama." Nadia berlalu pergi dan segera menuju gedung yang telah ditunjukkan, dengan harapan dan do'a, Nadia antusias melaksanakan tes ini. Keadaan gedung sangat ramai, banyak sekali yang mengikuti tes ini. Nadia mulai ragu, namun dia tetap berusaha meyakinkan dirinya agar dia mendapatkan apa yang menjadi cita-citanya. Nadia mencari tempat duduk yang kosong, setelah dia melihat ke semua sudut ruangan, akhirnya dia menemukan tempat duduk. Tepatnya di barisan nomor dua dari belakangbelakang, dia sedikit canggung Namun dia yakin bahwa dia pasti bisa, sebab dia sudah belajar sebelumnya. Hanya butuh satu jam, akhirnya Nadia bisa bernapas lega. Dia melanju