Share

Kehidupan yang tidak diinginkan

Sekarang, Nadia telah sah menjadi istri Marvel, laki-laki yang dipilihkan oleh ibu tirinya. Nadia berusaha agar bisa melewati badai hidup yang akan dia lewati, Nadia harus menguatkan hatinya sendiri.

"Nadia, kamu sudah sah menjadi milik ku." Laki-laki kasar itu menatap Nadia begitu tajam.

'Aku tidak bisa kabur hari ini, bagaimanapun aku sudah sah menjadi istrinya. Mau tidak mau aku harus melayaninya, walau batinku sebenarnya tidak terima.' Nadia bergumam dengan menitikkan air mata.

"Tidak usah lah kau menangis, hidupmu itu sudah enak," Inez mengulang kembali perkataan nya, perkataan yang dari awal dibuatnya senjata agar Nadia tidak berontak.

Memang ibu tirinya itu wanita yang tidak punya hati, hatinya di penuhi oleh harta yang selalu dia cari.

Tidak jarang ibu tirinya meminta uang kepada Marvel, sebelum Nadia di jodohkan dengannya. Inez yang dengan sengaja menukarkan Nadia hanya demi uang dan kesenangannya saja.

Sejumlah uang sudah diberikan ke Inez dan Marvel pamit.

"Aku pamit dulu, dan aku bawa Nadia ke rumah ku. Sesuai perjanjian awal." Marvel dengan kejam menarik tangan Nadia.

Nadia tidak bisa berontak, Nadia harus mengikuti ke mana dia akan dibawa pergi.

"Pelan-pelan, tanganku sakit.!" Nadia merintih kesakitan.

Mereka berdua berlalu dari Inez dan ayah Nadia, melangkahkan kakinya keluar dari rumah.

Mereka berjalan menuju mobil yang terparkir diujung jalan, mobil milik Marvel.

Marvel adalah laki-laki kaya yang sombong dan bangga akan harta yang dia miliki. Dia yang selalu beranggapan bahwa wanita bisa dibelinya.

Di dalam mobil, terlihat seorang anak kecil cantik dan mungil, Nadia tertegun melihatnya. Anak kecil itu mampu menghilangkan pelipur lara, anak kecil yang sedang menunggu dan menggenggam handphone ditangannya.

Setelah langkah kakinya terhenti di depan mobil, Nadia masuk kedalam. Marvel mempersilahkan Nadia duduk di depan menemani anak kecil itu dan menemani Marvel menyetir. Nadia yang memang suka anak kecil, lalu menyapanya.

"Namanya siapa, Dik?" Nadia mengelus rambutnya yang lurus.

"Namaku Sherina, Tante," Anak kecil itu langsung bersandar ke badan Nadia, seperti nya dia menginginkan kasih sayang seorang ibu.

"Panggil saja saya ibu, ya." Nadia menatap wajahnya yang tidak berdosa.

"Baik, Bu."

Marvel melajukan mobilnya tanpa menghiraukan obrolan mereka berdua. Sedangkan Sherina, semakin nyaman bersama Nadia. Tepat dipangkuan Nadia, Sherina tersenyum dan mematikan handphone yang sedari tadi menemaninya. Nadia dengan perlahan terus saja mengelus rambutnya, hingga Sherina terlelap dalam tidurnya.

"Kamu jaga anakku baik-baik, aku menikahi mu hanya untuk anak ku. Lebih tepat nya sebagai pengasuhnya, aku tidak sudi memiliki istri yang dekil seperti mu," Marvel berbicara dengan wajah yang tetap fokus menyetir.

Nadia memang sekarang dekil, jauh berbeda ketika ibunya masih ada. Nadia yang dulunya cantik, putih, berlesung pipit serta berjilbab. Kini berubah menjadi wanita yang dekil, kusam dan tidak terawat. Semua itu terjadi karena batinnya begitu terluka dan sakit, sebab ibu tirinya itu, dia seringkali lupa untuk merawat dirinya sendiri. Semua masalah dalam dirinya disimpan baik-baik, hanya kepada sang Maha Kuasa lah dia mengadu. Meski dia masih mempunyai ayah, namun dia sudah merasa bahwa ayahnya sudah tiada bersama dengan kepergian sang Ibunda.

"Kamu jangan lupa, aku menikahi mu tidak lebih hanya untuk ku jadikan pembantu," Marvel lagi-lagi mencoba melukai hati Nadia yang sebenarnya sudah terluka.

"Iya, aku paham." Nadia menjawab pelan.

Perjalanan ke rumah Marvel begitu jauh, rumahnya berada di ujung kota. Butuh tiga jam untuk sampai di sana, sehingga Nadia juga terlelap dalam tidur.

Nadia yang memiliki tinggi semampai sebenarnya begitu menarik, akan tetapi siksa batin yang di terimanya mampu merenggut semua yang dia punya.

Nadia lagi-lagi bermimpi bertemu dengan ibunya, ibunya berpesan agar dia mampu menjadi wanita yang sholihah. Ibunya hadir seakan-akan nyata, seakan-akan ibunya mengerti akan penderitaan yang dia rasakan.

"Tolong aku, Bu," Nadia mengigau.

"Ibu, jangan pergi tinggalkan aku. Aku begitu merindukan dan membutuhkanmu, Ibu." Nadia terus saja mengigau dan ucapannya semakin keras.

_Wesshhh_ bunyi suara air mineral ketika di siram.

"Heh! Bangun," Marvel menyiram wajah Nadia dengan segelas air mineral.

Nadia kaget, diapun terbangun dari tidurnya.

"Kamu ini, bikin ramai dan kepalaku pusing saja," ucap Marvel dengan wajah memerah karena marah.

"Maa...ma... ma... afkan aku," kata Nadia begitu gugup.

"Maaf, maaf. Seenaknya kamu tidur, padahal aku sedang sibuk menyetir." Marvel mulai mempercepat laju mobilnya.

"Aku tidak ada maksud, aku capek." Nadia berkata dengan mata berkaca-kaca.

"Aku juga capek. Satu hal lagi, yang harus kamu ingat," ujar Marvel.

"Iya, Apa?" Nadia bertanya.

"Jangan sampai semua orang tahu, kalau kita sudah resmi menikah. Anggap saja kamu adalah pengasuh anakku," kata Marvel.

"Baik."

Hanya menurut yang bisa dilakukan oleh Nadia, dia sendiri bingung untuk bersikap bagaimana. Untuk membantah, dia juga tidak berani.

"Sebentar lagi, kita akan sampai. Kamu harus bersiap-siap menurunkan barang-barang bawaannya!" Perintah Marvel.

Nadia justru kebingungan, Nadia lupa bahwa dia tidak membawa baju sehelai pun.

"Kenapa kamu masih melamun?" tanya Marvel.

"Aku lupa membawa baju sehelai pun." Nadia menjawab dengan wajah tertunduk.

"Oh.. Aku lupa, kamu memang orang miskin. Apa yang akan kamu bawa, kamu tidak punya apa-apa. Bahkan hanya untuk membeli sehelai baju, kamu tidak akan mampu." Marvel kembali menghina dan meremehkan Nadia.

Nadia hanya bisa menangis dengan perkataan Marvel, Nadia ingin sekali melompat keluar dari dalam mobil. Akan tetapi, Nadia masih teringat akan kata-kata ibunya. Ibunya pernah berkata, jangan pernah kamu lari dari masalah. Lari dari masalah, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Selama nafas masih ada di dalam jiwa, jangan pernah berputus asa. Harus kuat dan teruslah libatkan doa.

Ucapan dari ibunya seringkali Nadia ingat, terlebih ketika dia sudah mulai putus asa dalam hidupnya.

"Ayo cepat keluar!" Marvel menarik tangan Nadia masuk ke dalam pusat perbelanjaan.

"Kita mau ke mana?" Nadia memberanikan diri untuk bertanya.

"Sebelum kamu pulang, kamu harus belanja pakaian terlebih dahulu. Apa katanya yang lain nanti, kalau pengasuh anakku berpakaian lusuh seperti itu." Marvel terus saja menarik tangan Nadia.

Nadia tidak berani untuk bertanya lagi, Nadia tidak ingin membuat Marvel marah lagi.

Nadia memilih pakaian yang menurutnya layak di kenakan oleh wanita berhijab, Nadia memilih tiga baju.

"Kamu ingin meremehkan aku, Hah.!" seru Marvel.

"Kenapa hanya beli tiga helai saja, kamu takut aku tidak mampu membayar," ucap Marvel.

"Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak ingin, menghabiskan uangmu lebih banyak lagi," jawab Nadia

"Tidak usah berpikir uangku akan habis, belilah semua apapun yang kamu suka!" Perintah Marvel.

Nadia pun memilih pakaian dengan sembrono. Nadia tidak tahu, baju model apa saja yang sudah dimasukkan ke dalam tas belanjaannya.

"Nah begitu dong," Marvel berbicara dengan begitu bangga.

"Terimakasih."

"Ayo, kembali ke mobil. Kasihan Sherina, di tinggal sendiri dalam mobil." Ajak Marvel ketika dia teringat akan putri kecilnya.

Sherina masih berusia kurang lebih sepuluh tahun. Marvel begitu sayang padanya seperti ayah pada umumnya.

Seperti ada luka yang di sembunyikan oleh Marvel, hingga dia mampu menjadi seorang laki-laki yang tempramental dan juga kasar.

Nadia juga tidak mengetahui akan hal itu, hanya ada satu hal yang bisa Nadia pahami. Bahhwa Marvel adalah seorang ayah yang baik untuk Sherina. Meski untuk menjadi suaminya, perilakunya sangat jauh berbeda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status