Share

8: MINE

Akhirnya hari ini tiba juga. Hari yang membuat Dirga semakin gelisah. Bukan berarti Dirga tidak percaya dengan Andien, tetapi mengingat hubungan kasih mereka yang benar-benar masih sangat singkat, ditambah Dirga tidak bisa menerka sejauh mana sepak terjang saingannya itu, semakin membuat pria itu bangun dari tidurnya dalam keadaan mood yang terjun bebas.

Selesai melakukan ibadah subuhnya, pria itu lantas menyiapkan diri agar bisa datang lebih pagi ke kantornya. Seraya memakai pakaian kerjanya, Dirga men-dial nomor Andien, mengubah panggilannya ke speaker mode.

'tuuut'

'tuuut'

"Pagi sayang!" sapa Andien di seberang sana

"Pagi juga sayang, suara kamu jauh banget?"

"Iya, aku lagi nyiapin El dan Anne, jadi aku spreaker-in"

"Eeeel... Anneee... Pagi naaak!"

"Pagi Ooom!" balas kedua bocah kecil itu.

"Cantika belum bangun sayang?"

"Belum. Kak Dirga ada apa tumben nelpon pagi-pagi begini."

"Ga boleh?"

"Kamu ih! Ada apa sih? Sejak pulang dari sini kayanya sensi banget, nyaingin aku kalau lagi PMS! Lagian kan tadi aku nanya, bukan ngelarang."

"Ga tau! Kok aku bisa segini sayangnya sama kamu sih?" Dirga gusar mengacak-acak rambutnya.

"Yakin karena sayang? Bukan karena kesal sama aku?"

"Ya karena sayang makanya bisa kesal. Kalau ga sayang ngapain kesal-kesal? Nguras emosi aja!"

"Tuh kan!"

"Aku hari ini ada janji sama Ian. Harusnya ketemu di kantor. Tapi aku mau pindahin venue-nya ke Tanamera aja. Aku bakalan ke situ biarpun kamu larang."

"Oke"

"Loh ga apa-apa?" tanya Dirga heran.

"Kan kamu yang bilang, kamu bakalan tetep datang biarpun aku larang."

"Iya." jawab Dirga lesu.

"Tapi nanti tolong biarin aku ngomong sama dia ya. Aku ga mau bikin dia salah pahamSelesai aku ngomong sama dia, nanti aku kenalin deh kamu ke dia."

"Serius?"

"Apa kamu ga mau aku kenalin ke dia?"

"Oh kenalin aja. Aku perlu nunjukin kamu milik aku."

"Dih

ngaku-ngaku!"

"Lho iya dong!"

Andien tertawa renyah di ujung telpon sana.

"Ya udah, aku mau nyiapin anak-anak dulu ya sayang. Aku harus antar mereka sebelum Cantika bangun."

"Oke. I love you, sayang."

"Love you too."

Selesai menelpon Andien, Dirga segera mengirimkan pesan singkat ke Ian - sahabatnya sejak kecil.

[Me]

Bro, review design di Tanamera aja ya. 12.30 ok?

[Ian]

Kemang?

Oke.

Jangan ngaret lo datengnya. Gue ada meeting jam 3 sore.

[Me]

Iye.

Siap!

[Ian]

Ok. See you bro!

[Me]

Sip!

Dirga sudah duduk manis di kantornya tepat jam setengah tujuh pagi. Tanpa aba-aba ia tenggelam begitu saja dengan pc, laptop, dan lembaran-lembaran draft design yang belum sempat ia periksa saat lembur kerjanya semalam. Beberapa proposal dan surat-surat lainnya masih ia kesampingkan, menunggu Borne untuk menjelaskan detail isi dari surat-surat tersebut, khawatir ada point-point yang terlewat.

'tok... tok..'

"Masuk!" pinta Dirga saat mendengar pintu ruangannya diketuk.

Borne masuk sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekacauan di ruang kerja sahabatnya itu. Meja kerja yang hanya diisi pc dan lembaran-lembaran draft design, sementara meja tamu panjang beserta sofa yang ada di tengah ruangan itu sudah terbebani dengan berbagai barang pindahan dari meja kerja Dirga - sebut saja laptop, map-map dokumen, kalender meja, papan nama, sampai fotonya dan Andien yang kerap menghiasi meja kerja Dirga. Ah, jangan lupakan jas kerjanya yang tadi ia lempar asal ke salah satu bagian sofa.

"Njir bro, siapapun yang jadi bini lo gue jamin merepet tiap hari!"

"Kenapa emangnya?"

"Ya lo liat aja ini. Ruang kerja aja lo bikin porak poranda begini!"

"Rena sudah datang belum?" Dirga tak menanggapi ocehan Borne, malah menanyakan kehadiran salah satu drafternya yang juga salah satu team inti pada project yang akan dipresentasikannya pagi itu.

"Kalau sudah datang suruh ke ruangan gue, ini draft salah mulu dari kemarin." lanjut Dirga lagi.

"Ya lo ga kira-kira, anak orang disuruh lembur berhari-hari sampe larut malam. Kecapean kali tuh anak makanya ga fokus."

"Lo juga bantuinlah. Kayaknya itu anak kalau sama gue kok ya takut amat. Kalau masuk ke ruangan gue nih, nunduuuk aja! Dollar-nya pernah jatuh apa di sini?"

Borne terkekeh mendengar gerutuan Dirga.

"Soalnya kalau draft design ga benar begini, taksiran biayanya bakalan meleset jauh Ne... Nanti kita juga yang bakalan nutupin kerugian kalau sampai salah hitung. Cobalah lo intip kalau dia kerja biar ga bolak balik revisi." lanjut Dirga lagi.

"Oke, Bos!"

"Posisi superintendent yang gue minta untuk leader-nya anak-anak drafter belum dapat juga?"

"Belum, Bos! Yang sesuai kualifikasi lo susah kata HRD."

"Pecat aja si Abram itu! Ngapain gue bayar gaji dia gede kalau nyari orang aja ga bisa!" omel Dirga lagi.

"Nanti gue kejar si Abram." ujar Borne tenang.

'Bujug dah ini orang kalau lagi ngamuk horornya ngalahin demit!'

"Kalau sampe minggu depan dia ga dapat orang, suruh siapin surat pengunduran diri! Heran banget gue, udah mau enam bulan lho posisi itu kosong, masa ga dapet orang juga!"

"Oke, Bos!"

"Pokoknya ntar suruh si Rena ke ruangan gue! Habis kesabaran gue lihat kerjaan kacau kayak begini!"

"Ok, Capt!"

"Gue juga minta revisi RAB untuk Orchid Project sudah selesai sebelum makan siang. Satu lagi, maket untuk Danish Project sudah bisa dibuat, minggu depan kita meeting harus sudah jadi itu maket."

"Siap!"

"Itu proposal apaan aja?" tanya Dirga sambil menunjuk tumpukan beberapa dokumen yang ada di meja tamu.

Menit-menit selanjutnya diisi dengan suara Borne yang menjelaskan isi dokumen, jadwal, dan berbagai hal-hal yang harus difollow-up segera oleh atasan sekaligus sahabatnya itu. Pun diisi dengan kesibukan Dirga berkutat dengan berbagai designmeeting dan presentasi project.

***

Di tempat lain, Andien berlari kecil mengejar kereta tujuan Bogor-Jakarta yang tetap ramai meski hari sudah mulai beranjak siang. Wajah cantiknya terlihat kesal menahan geram karena sikap dari orang yang akan ia temui siang itu.

Sampai di stasiun Pasar Minggu, Andien mengeluarkan ponselnya untuk memesan ojek online yang akan mengantarnya ke Tanamera Coffee. Tiba di tempat tujuan, ia memutuskan untuk merapihkan dirinya terlebih dahulu. Wajahnya yang ternoda polusi ia bersihkan, kemudian jemari lentiknya menyapukan ulasan natural make-up yang membuat paras cantik Andien terlihat lebih segar. Surai sebahunya yang sudah tak beraturan ia tata kembali lalu ia biarkan tergerai begitu saja. Setelahnya, Andien memercikkan parfum ke tubuhnya untuk menghilangkan aroma jalanan siang itu.

Keluar dari toilet ia melihat pria yang dicarinya telah duduk di salah satu meja cafe. Tersenyum seraya melambaikan tangan padanya. Andien pun berjalan ke arah pria itu.

"Hai Kei!" sapa pria itu - Arga, mantan pacar masa SMA Andien.

"Hai Ga... Sudah lama?"

"Baru lima menitan. Makan dulu ya, baru kita ngobrol."

"Iya."

Arga lantas memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman untuk keduanya.

"Kamu ga lapar? Kok cuma pesan snack dan minum?" tanya Arga.

"Aku masih kenyang." jawab Andien sekenanya.

Sebenarnya ia bahkan tidak sempat sarapan dengan benar tadi pagi. Moodnya terjun seketika begitu mobil yang akan ia bawa hari ini tidak bisa distarter sama sekali. Belum lagi Cantika yang terus saja menangis karena batal ikut dengannya.

Seketika ia teringat kekesalannya pada makhluk di depannya ini sejak minggu lalu, saat ia meminta agar pertemuan mereka dilakukan di Bogor saja. Yang menyebalkan, Arga tidak menerima usulnya karena pertemuan mereka akan dilakukan di hari kerja.

"Aku harus balik ke kantor habis kita ketemuan. Aku cuma ada urusan di Jakarta, Kei. Dan urusan itu harus selesai di hari yang sama, karena penempatanku ga lagi di Jakarta tetapi di Bandung."  jawab Arga saat itu. Seolah Andien tak ada kerjaan saja.

Tak menyerah, Andien meminta agar pertemuannya dilakukan di akhir minggu saja, lagi-lagi pria itu menolak dengan berbagai alasan yang jika urutkan panjangnya bisa mengalahkan jalan Tol Jagorawi.

"Penampilan kamu cuek banget sih Kei." suara pria itu membawa Andien kembali ke masa kini, sadar dari lamunannya.

"Ada yang salah dengan penampilan aku?" tanya Andien.

"Aku lebih suka lihat cewe yang girly gitu. Ya bukan berarti kemana-mana pakai dress. Tapi ngeliat kamu dengan ripped

jeans dan kaos kebesaran beserta sneakers gitu..."

Arga mengerutkan keningnya, menampilkan ekspresi tak menyukai pilihan fashion Andien hari itu.

'Dih, ngapain amat cantik-cantik buat elo? Lo pikir lo siapa?'

"Kamu ngajak aku ke sini cuma mau ngomentarin penampilan aku?" ucap Andien sambil menahan geram.

"Hai sayaaang!" sapa Ian yang tiba-tiba duduk seenaknya di samping Andien. Entah kapan dan dari arah mana pria itu datang. Di belakangnya, sang kekasih hati berjalan perlahan sambil tersenyum ke pada Andien.

"Kok muke lo gak asik gitu?" tanya Ian pada Andien, menyadari ada yang tidak beres pada raut wajah kekasih sahabatnya itu.

"Ga apa-apa. Lo kayak demit tau ga, tau-tau nangkring aja di sini!" balas Andien. Ian hanya mencengir memamerkan deretan gigi putihnya.

"Lo siapa?" Ian beringsut ke laki-laki di hadapannya.

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Ian menyambutnya dengan malas.

"Arga."

"Ian."

"Ayo, bro!" ajak Dirga seraya menepuk bahu Ian, mengajaknya pindah ke meja lain agar tidak mengganggu pertemuan kekasihnya itu.

"Yakin lo, ga gabung di sini aja?" Ian bertanya, tak habis pikir pada Dirga. Dirga hanya menggeleng untuk menanggapi.

"Jangan macem-macem lo sama kembaran gue!" cecar Ian pada Arga. Arga pun hanya mengangguk mengiyakan.

Ian berdiri dari kursi yang ia duduki, berjalan ke arah meja yang tak jauh dari posisi Andien dan Arga berada. Dirga berjalan mengikuti Ian, tetapi belum sampai di mejanya, Dirga berbalik kembali melangkah tegap mendekati Andien.

"Sayang, kalau sudah selesai, kasih tau aku, atau kamu ke meja aku ya." ucapnya sambil mengecup mesra puncak kepala Andien. Tak menunggu jawaban Andien, Dirga segera pergi meninggalkan raut geram bersemu merah pada wajah Arga.

'Rasain lo, bangsat! She's MINE!'  batin Dirga sambil tersenyum sinis.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
carsun18106
wait baru ngeh klo namanya sama dgn nama anakny irgi hehehe
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
menarik ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status