Share

Bab 02. Kabar Buruk

Jantungku seolah ingin lepas dari tempat. Mulut tanpa sadar sudah ternganga lebar. Tak percaya apa yang baru saja aku dengar. Laksana petir menyambar di siang hari. Kabar yang benar-benar mengejutkan membuatku merasa miris sendiri akan nasib yang aku alami. Satu atap dengan keluarga toxic membuat hidupku seakan tak berati.

Ingin rasanya aku menjerit, menagis dan berteriak sekuat tenaga. Menumpahkan kekecewaan dan kekesalahan akan kenyataan yang harus aku terima. Ketika kesetiaan berbalas pengkhianatan sedemikan rupa.

Saat awal menikah, sudah kedatangan tamu yang entah siapa. Masih bisa aku bersabar dan bertahan. Segala hinaan dari Mama mertua sudah biasa aku terima hari-harinya.

Ketika Daffa baru berusia tujuh bulan lahir. Aku ditinggal Mas Azzam merantau ke Palembang. Satu tahun setengah tanpa ada kabar dan berita. Aku tanya semua teman-teman Mas Azzam yang pergi bersama. Mereka semua sudah bisa pulang di hari raya. Tetapi, Mas Azzam sendiri tidak pulang tidak juga berkiriman uang.

Aku pontang panting cari kerja agar bisa dapat uang untuk membeli susu juga untuk kebutuhan lainnya. Karena sejak Daffa lahir, ada masalah dengan asiku. Aku melahirkan Daffa juga harus dengan jalan caesar karena hasil USG posisi bayi sungsang dan sangat beresiko untuk bisa lahir normal apa lagi panggulku sempit.

Ayah mertua lumayan baik. Tapi, ada tapinya ... sehingga membuat aku sedikit ngeri. Sesekali memberi uang untuk membantu membelikan susunya Daffa. Namun, jika Mama tahu.

Satu kecamatan seolah harus tahu juga. Dan, tak jarang pula Mama menangis di jalan dengan sejuta cerita yang dibuat-buat seolah aku ini istri mudanya ayah mertua. Mama cerita ke orang dengan mengatakan serasa dimadu hidup seatap dengan menantu.

Sampai disuatu hari, Mama mertuaku tega memfitnah. Mama menuduh aku telah mengguna-gunahi Mama karena Mama sakit. Ternyata, Mama sakitnya di sebabkan sedang hamil muda.

Enam belas bulan yang lalu.

"Ayah, Mama kemana? Kok sejak pagi belum kelihatan?"

"Mama lagi sakit katanya, Kay," jawab ayah.

"Sakit apa, Yah?" tanyaku lagi.

"Ayah kurang tahu, dari kemaren muntah-muntah terus, Key. Viona sudah ngajak ke dokter tapi Mama nggak mau terus," papar ayah.

Aku lantas meminta Izin dengan ayah mertua untuk melihat Mama di kamarnya. Saat itu, Daffa masih berusia tujuh bulan. Dan bulan pertama Mas Azzam pergi ke Palembang. Aku titipkan dulu Daffa sama Viona yang sedang bermain dengan adik ke tiganya. Segera aku masuk ke kamar Mama. Aku meraba kening dan tubuh Mama yang tertutup selimut tebal.

"Mama! sakit apa?" tanyaku hati-hati.

"Ngapain tanya-tanya?" ketusnya.

Aku tak perduli sikap Mama yang terus membenci tanpa alasan yang pasti. Akupun membujuk Mama untuk ke puskesmas. Kebetulan aku ada sedikit uang karena sudah kerja bantu-bantu di warung makan milik tetangga sebelum akhirnya kerja di toko baju.

"Mama! ke puskesmas ajah yuk! aku ada uang sedikit mudah-mudahan cukup untuk berobat Mama," rayuku.

"Heh! gak usah sok perduli kamu! saya sakit juga gara-gara kamu tahu! Kamu sudah dukunin saya. Kamu sudah guna-gunain saya ke dukun andalan kamu kan?" tuduhnya tanpa bukti.

Aku terkesiap mendengar ucapan Mama. Teganya Mama memfitnah aku ngedukunin. Mengguna-guna, apa untungnya buat aku? Mas Azzam bukan terlahir dari keluarga sultan. Jika alasanku ingin merebut harta, sungguh tak masuk akal.

"Kenapa Mama memfitnah aku? Seumur hidup, aku tak pernah tahu perdukunan, Mah." Aku menampik tuduhan Mama Hasni.

"Mana ada maling ngaku? Nyatanya dukun yang saya datangi mengatakan kalau saya sakit karena di guna-guna sama menantunya. Menantu saya kan cuma kamu. Berarti bener, kamu sudah ngedukunin saya untuk guna-gunain saya." Jawab Mama panjang lebar.

"Astaghfirullah. Ma, demi Allah berani aku bersumpah, Ma. Aku tidak ada dan tidak merasa mendukunkan Mama. Sumpah demi apapun aku mau, Ma!" tegasku. Karena memang faktanya tak melakukan apa yang Mama Hasni tuduhkan.

"Sekarang gini, Ma. Aku minta alamat dukun itu. Aku mau menanyakan kenapa bisa menuduh orang seenaknya?" tegasku tak mau kalah menantang tuduhan Mama karena ingin memastikan kenapa dukun itu bisa bicara sesukanya.

"Tidak perlu," tolaknya.

"Lho ... kenapa, Ma? Aku hanya ingin meluruskan saja tentang fitnah ini," kataku lagi.

Hening

Mama tak lagi berkata apapun. Aku ikut terdiam menahan gemuruh di dada. Andaikan saja dia bukan Mama mertua. Mungkin sudah aku tarik dan aku paksa mengantar pergi ke dukun yang ia maksud. Merasa penasaran saja dengan tampang dukun yang main tuduh seenak udel sendiri.

"Sudah sana kamu keluar! Ngapin berlama-lama di kamar saya?" usirnya.

"Ya sudah. Aku keluar dulu ya, Ma. Kalau butuh apa-apa, panggil saja. hari ini aku izin libur dulu kerjanya," kataku seraya melangkah keluar dari kamar Mama.

"Naj*s." Sarkas Mama.

Aku keluar rumah untuk mencari Daffa tanpa perduli umpatan Mama toh sudah biasa. Karena waktunya Daffa makan. Maka, aku mencarinya. Bocah itu juga sudah di ajarkan Daffa makan nasi jadi tak terlalu banyak minum susu.

Baru saja aku sampai di teras. Samar-samar aku mendengar tetangga-tetangga sedang ngerumpi. Dan sekilas salah satu di antara mereka menyebut namaku. Aku mengendap-endap berjalan mendekat. Aku tajamkan indera pendengaran.

"Kamu kata siapa?"

"Kata ibunya Bu Hasni lah. Kata dia, Bu Hasni sakit gara-gara didukunin si Kayla menantu yang tak tahu diri itu."

"Hussstt ... !!? Jangan asal nunduh, Yuyun! kalau tidak ada bukti, kan jatuhnya fitnah."

Rupanya, nenek dari Mas Azzam yang sudah menyebarkan fitnah ini. Aku hanya beristighfar seraya mengelus dada saja. Sungguh, fitnah itu amatlah kejam bahkan lebih kejam dari membunuh.

Dua minggu sudah Mama sakit. Neneknya Mas Azzam kerap datang ke rumah melihat kondisi anak pertamanya. Saat aku sedang mengepel lantai ruang tengah. Aku mendengar percakapan ibu dan anak itu.

"Hasni! Bagaimana hasil pemeriksaan ke puskesmas kemaren?" tanya neneknya Mas Azzam.

"Ternyata aku lagi hamil, Buk," jawab Mama Hasni.

Aku terhenyak mendengar pengakuan Mama. Bukan masalah kehamilan Mama di usianya yang sudah 41 tahun. Tapi ... yang membuat aku terkejut adalah, Mama memfitnah aku mengguna-guna. Nyatanya, Mama sakit karena sedang ngidam anak ke 4 karena Viona anak nomer dua. Yang ke tiga masih sekolah SMP.

'Jadi Mama sakit itu karna lagi hamil?' monologku dalam hati.

Lekas aku berlalu dari tempat itu. Sebelum Mama mertua dan neneknya Mas Azzam memergoki aku yang berdiri dekat kamar dengan pintu yang terbuka.

***

Aku masih terdiam. Tak percaya atas perkataan Mas Azzam barusan. Seketika aku teringat saat menemukan kondom disaku jaketnya. Saat ia baru pulang dari Pelembang. Merantau di kota itu selama satu tahun enam bulan. Tapi, ngasih uang ke istri hanya sebesar 100 ribu saja. Dan sekarang, baru beberapa bulan kerja jadi security. Tiba-tiba kedatangan tamu dan ternyata tamu itu istri muda Mas Azzam. Lebih tepatnya maduku.

"Jangan bercanda, Mas!"

"Mas tidak bercanda." Jawab Mas Azzam sengit

Kini aku alihkan pandangan. Aku menatap wanita yang sedang tersenyum mengejekku. Mama Hasni sudah kembali ke kamar karena rengekan anak bungsunya yang terbangun.

Aku beranjak dari tempat duduk. Lekas aku berlalu ke kamar berniat mengambil sesuatu. Setelah aku dapatkan. Lekas kembali menemui pasangan selingkuh itu.

Prakk!

Terlihat Mas Azzam terkejut.

"Kayla! Apa yang kau lakukan, hah?" sentak Mas Azzam dengan tatapan nyalang mentap aku. Tak terima dengan yang aku lakukan terhadap gundiknya. Ya, aku melempar dua buku nikah milik aku dan Mas Azzam tepat di mukanya.

"Kau tau apa itu, ja*ang? Mas Azzam masih sah suamiku. Ayah dari Daffa. Lalu kau datang kemari mencari. Kau tahu sebelumnya? kalau Mas Azzam sudah punya anak istri?" ucapku penuh emosi di depan gundik.

Telunjukku nyaris menyentuh wajah bopeng-bopeng seperti bekas luka di wajah gundik yang sok cantik itu.

"Cukup Kayla!" sentak Mas Azzam tak terima gundiknya aku maki. Andai hatiku tak terus-terusan beristighfar. Ingin rasanya menghajar habis wanita sia*an itu.

"Kenapa, Mas? kamu tak terima gundik mu**hanmu aku maki? Oh ... sekarang aku baru paham. Saat kamu baru pulang dari Palembang, aku menemukan alat pengaman di jaketmu. Apa mungkin kamu melakukan itu dengan gundikmu ini takut bunting duluan?" tuduhku.

Plak! Plak!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status