"Jangan menatapku seperti itu. Jika yang kau harapkan adalah kabur dari tempat ini. Maka hal itu tidak akan pernah terjadi!" ucap Kaisar dingin pada gadis yang duduk bersimpuh dengan luka di beberapa bagian tubuhnya. Kecelakaan yang menimpa Sang adik mengubahnya menjadi pria dingin yang tidak bisa disentuh. Mencari dengan segala cara untuk menemukan sang pelaku, hingga bertemu dengan Adelia.
View MoreTap tap tap!
Suara derap langkah kaki terdengar di lobi perusahaan KR Group, perusahaan besar yang telah memiliki cabang di beberapa kota dan di luar Negeri.Para karyawan yang berada di lobi serentak membungkukkan setengah badan mereka pada sosok yang tengah berjalan mendekati lift dengan beberapa orang mengikut di belakang.Siapa lagi, jika bukan sang pemilik perusahaan.Kaisar Argantara.Pria dengan tinggi 189cm, memiliki wajah tampan dan rupawan yang menarik perhatian para kaum hawa hingga rela menjadi selingkuhan dari sosok tersebut. Sayangnya, pria itu tak suka dengan wanita. Kabarnya seperti itu, hingga kini telah tersebar di perusahaan membuat para karyawan wanita menghentikan niat mereka sebelum memulai.Putra sulung dari Revan Argantara dan Rania Alexander dengan watak dingin, warisan dari bapaknya.Kini pria tampan itu melangkahkan kakinya mendekati lift bersama dengan dua bodyguard yang mengekor di belakangnya dan satu lagi adalah sekretaris sekaligus tangan kanannya.Hanya anggukan pelan yang ia berikan kala mendengar sapaan selamat pagi sepanjang jalan menuju lift. Tak terlalu mengeluarkan suara dari mulutnya.Kenapa sifat dingin bapaknya itu harus turun pada Pria tampan ini?Perlahan empat orang itu memasuki lift khusus untuk Direktur perusahaan. Sosok pria berkacamata sekaligus sekretaris Kaisar terlihat memencet tombol lift, hingga perlahan tertutup dan membawa mereka ke lantai paling atas bangunan pencakar langit itu. Lantai lima puluh.“Bram.” Suara berat nan dingin terdengar memenuhi lift.“Ya, Tuan.” Sahut pria berkacamata itu, sedikit melirik ke belakang.Kaisar terdiam sesaat, lalu membalas tatapan datar Sekretarisnya.“Apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya singkat.Bram, pria itu mengalihkan pandangannya pada tablet yang ia bawa sejak tadi. Melihat beberapa catatan tentang jadwal sang Bos hari ini.“Ada rapat dengan dewan perusahaan, Tuan. Setelah itu, tidak ada lagi hal penting yang harus Anda lakukan.” Jelas Bram, kemudian merapikan letak kacamatanya.Kaisar menganggukkan kepala beberapa kali.Segera melangkah keluar lebih dulu dari lift, saat telah tiba di lantai 50 bangunan tersebut.Dua bodyguard dan Bram segera mengikuti langkah kaki bos mereka itu, mendekat pada pintu besar sebuah yang merupakan ruangan dari Kaisar.Sedang sosok yang berjalan di depan tiga orang itu terlihat melamun, memikirkan hal yang akan ia lakukan setelah menyelesaikan rapatnya siang ini.‘Aku bisa pergi ke rumah sakit setelah menyelesaikan rapat.’ Batin Kaisar. Segera memasuki ruangannya saat dua bodyguard telah membuka pintu untuknya.“Bram,” panggil Kaisar lagi. Sesaat menghentikan langkahnya tidak jauh dari ambang pintu.“Ya, Tuan?” sahut Bram.Kepala Kaisar menoleh ke belakang, menatap dengan tatapan tajam pada sekretaris itu.“Apa kau sudah menyelesaikan apa yang aku perintahkan semalam?” tanya Kaisar dingin.Glek!Bram menelan kasar ludahnya sebelum menganggukkan kepalanya, “seperti yang Anda katakan, Tuan. Saya akan memberi informasi terbaru, jika orang-orang kita telah menelepon nanti.” Ujar Bram, sedikit menunduk.“Baiklah. Aku percayakan padamu,” ucap Kaisar, memberi isyarat menggunakan tangan kanannya agar dua bodyguard itu menutup pintu.Suara pintu tertutup rapat terdengar. Kini hanya kesunyian di dalam ruangan besar itu.Namun, hal tersebut tak menjadi masalah bagi Kaisar. Dengan santai pria itu melangkahkan kakinya mendekati kursi kebesarannya, mendudukkan diri dan menegakkan punggungnya dengan raut wajah datar yang tidak berubah sejak tadi.Sebuah bingkai foto berukuran kecil menarik pandangan Kaisar, hingga fokus menatap sosok gadis cantik yang ada di dalam foto tersebut.Senyum kecil terbit di bibir Kaisar. Senyum yang hanya terlihat di hadapan keluarganya dan adik kecilnya yang kini terbaring koma di rumah sakit.“Shit!” Kaisar mengumpat. Menyandarkan punggungnya dengan kasar pada sandaran kursi kebesarannya. Kedua matanya terpejam, menandakan jika ia tengah berusaha menahan amarah yang ingin meluap.Ketika mengingat kecelakaan besar yang menimpa adiknya, hal itu bagaikan sebuah tombol pemicu yang akan meledakkan amarah dalam dirinya. Ditambah lagi, sosok pelaku bahkan tak bisa ia temukan walau telah mengobrak-abrik hampir seluruh Indonesia hanya untuk mencari pelaku dari kecelakaan itu.Secercah informasi tetap tak bisa Kaisar temukan, meski telah mengerahkan seluruh tenaga dan bahkan menggunakan koneksinya. Hasilnya nihil, bagai kecelakaan itu tak pernah terjadi. Bukti, pelaku menghilang bagai ditelan bumi.Seolah hal itu tak boleh Kaisar ketahui.Kaisar mengetukkan jari telunjuknya beberapa kali di atas meja. Pikirannya menerawang pada beberapa kemungkinan yang telah ia pikirkan sejak tiga bulan lalu. Ya, sejak kecelakaan itu terjadi.“Orang-orang sialan itu, tidak akan bisa menghindari hal ini. Lihat saja, hukuman berat akan aku berikan padamu. Bersembunyi selagi bisa,” ucap Kaisar. Kalimat terpanjang yang pernah ia ucapkan dari bibir kakunya.***Pukul 16:30 WIB.Helaan napas pelan keluar dari bibir Kaisar, membuat sosok Bram yang duduk di samping kemudi melirik sekilas ke belakang.“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Bram. Walau jarang mengeluarkan suara, tetapi Kaisar tetaplah bosnya yang tegas dan ... Kejam. Sifat yang tidak diketahui oleh orang lain, hanya dirinya dan beberapa orang yang pernah melihat sifat tak berperikemanusiaan dari Sosok Kaisar Argantara. Dan, Bram berjanji tak ingin melihat hal itu lagi.“Ya,” jawab Kaisar singkat, “aku pikir akan cepat ke rumah sakit. Ternyata berkas dan dokumen penting sangat banyak,” guman Kaisar di akhir ucapannya.“Anda mengatakan sesuatu, Tuan?” tanya Bram mendapat gelengan kepala dari lawan bicaranya itu.“Tidak,” ucap Kaisar mengalihkan pandangan ke luar jendela.Mobil berhenti tepat saat lampu merah. Kaisar menunggu dengan sabar dengan masih menatap keluar jendela, mengerakkan tangannya untuk sedikit melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya.“Kenapa hari ini terasa lebih panas dari biasanya?” guman Kaisar pada dirinya sendiri. Mengalihkan pandangan ke arah jendela mobil lainnya, hingga tubuhnya menegang kala tanpa sengaja iris mata biru laut itu menangkap sesuatu yang berdiri tidak jauh dari Lampu merah.Tiba-tiba bayangan kejadian kecelakaan malam itu melintas di benak Kaisar.***Tiga bulan yang lalu.Sepasang manusia tengah berjalan di trotoar jalan di bawah gelapnya langit malam yang dipenuhi bintang."Kak, ke sana yuk." ucap gadis itu sambil menarik pelan lengan baju kakaknya.Kaisar menoleh ke arah sebuah pasar malam di seberang jalan."Kamu sudah besar. Jangan melakukan hal aneh."Wanita itu mengerucutkan bibirnya kesal. Berjalan mendahului kakaknya sambil menghentakkan kaki ke tanah mendekat pada sebuah kafe.Pria itu hanya menggeleng melihat tingkah adiknya yang berbeda usia beberapa tahun darinya itu.Tiba-tiba, wanita itu berbalik dengan tatapan kesal."Kak Kaisar menyebalkan." ucap kesal gadis itu sambil berjalan menjauh dari sosok kakaknya.Saat ini Kaisar tengah menemani adiknya berjalan santai malam hari. Guna untuk menepati janjinya untuk ke kafe bersama dengan adik perempuannya itu.Kaisar menghentikan langkahnya secara tiba-tiba saat merasakan getaran di saku jaket yang ia kenakan. Pria itu berhenti sejenak, lalu mengangkat panggilan tersebut."Ya, ada apa?" tanya Kaisar to the point pada sosok sekretarisnya di seberang telepon."Begini, Tuan—“Belum selesai sang sekretaris berucap.Tiba-tiba terdengar suara decitan dan teriakan orang-orang di sekitar. Sontak Kaisar mendongak dan membelalakkan mata saat melihat kejadian di depan matanya."RAILA!" teriak Kaisar menjatuhkan ponselnya dan segera menghampiri tubuh adiknya yang bersimbah darah.Kaisar segera berlari menghampiri adiknya dengan deru napas memburu. Saat ia mendekat, mobil yang tadinya berhenti kini melaju dengan cepat untuk meninggalkannya lokasi kejadian.Sekilas Kaisar dapat melihat siluet wajah dari pengemudi mobil itu. Wajah sosok wanita yang kini berkeringat dingin melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.Kaisar segera berlari mendekati adiknya. Mengabaikan sesaat sosok pelaku kecelakaan yang telah menabrak adiknya.***Sekarang siluet wajah yang ia lihat tiga bulan yang lalu tepat berada di depan matanya. Sosok itu tersenyum pada orang-orang, sedang adiknya masih terbaring koma di atas brankar rumah sakit.“Brengsek!” umpat Kaisar. Kedua tangannya terkepal kuat dengan wajah merah padam. Hawa membunuh yang dipancarkan oleh Kaisar membuat dua orang dalam mobil itu merinding tanpa sebab.“Aku tidak akan melepaskanmu, wanita Sialan!” umpat Kaisar. Bersumpah pada dirinya. Saat itu juga, ia takkan melepaskan sosok yang ada di depan matanya. Akan ia pastikan, sosok itu menerima hukuman yang luar biasa kejam melebih derita adiknya.Suara decitan ban terdengar memenuhi bandara pribadi keluarga Salvatore saat sosok putra kedua di keluarga itu mengerem dadakan mobilnya.Devian segera membuka pintu. Berlari dengan tergesa-gesa mendekati jet pribadi miliknya yang siap lepas landas menuju La Spezia. Tepat saat tiba di samping pintu jet, Devian menoleh ke belakang. Menatap sepupunya yang masih berada dan diam dalam mobil."CEPATLAH, KAISAR! KAMU INGIN BERDIAM DI SINI LEBIH LAMA, HAH!" teriak Devian frustasi.Kaisar mengerjap mendengar teriakan itu. Teriakan yang seolah menyatakan jika sepupunya tengah melampiaskan amarah padanya.Apa salahnya? Sejak tadi Kaisar hanya diam, bahkan saat Devian menambah kecepatan mobil itu Kaisar tetap tak membuka suara dan hanya menggenggam erat sabuk pengaman.Sedang Devian mengusap kasar wajahnya. Hatinya sedang tidak tenang setelah menerima telepon bawahannya tadi. Telepon yang mengatakan jika terjadi sesuatu tak terduga di depan mansion Kakaknya. Kehadiran beberapa orang yang terliha
“Terima kasih atas kerja kerasnya, Nona. Sampai ketemu di esok hari.”Perlahan pintu tertutup rapat, meninggalkan Adelia sendiri di dalam kamarnya dengan bulir keringat dingin yang terlihat jelas membasahi keningnya. Adelia menghela napas lega dengan tubuh mendadak lemas. Kegugupan itu mampu membuat Adelia sulit untuk berkonsentrasi.‘Rasanya lelah sekali,’ Adelia membatin sambil menggigit bibir bawahnya, ‘tapi aku tidak boleh mengeluh. Pasti Tuan Demian sudah mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk membayar guru privat untukku. Aku harus bekerja keras agar bisa membayar semua kebaikan yang Tuan Demian berikan.’Adelia menyentuh dadanya. Di dalam sana jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Dia sungguh berterima kasih, tapi juga merasa terbebani. Dan lagi, sisi hatinya terus saja merindukan sosok yang telah menyiksanya dahulu.Apakah dia mengalami kelainan hingga merindukan sosok kejam itu? Segera Adelia menggelengkan kepala mengusir segala pemikiran aneh dalam benaknya. Semakin k
Sosok pemillik dari perusahaan KR Group itu kini terlihat duduk melamun dalam ruang tamu apartemen adiknya. Kaisar menghela napas pelan sambil mengusap kasar wajahnya. Lagi-lagi dia melamun membayangkan kehadiran Adelia di sisinya. Nyatanya semua hanya angan sahaja.Penampilan Kaisar sudah sedikit berubah hari ini. Begitu berbeda dari pertama kali dia menginjakkan kakinya di Milan. Raila sungguh mengurus kakaknya dengan baik.Wanita cantik itu terus saja mengingatkan kakaknya untuk makan tepat waktu, bahkan saat Raila tak berada di apartemen tersebut, dia selalu menyempatkan diri menelepon Kaisar meski hanya beberapa menit.“Kakak, tadi malam aku mimpi indah. Aku melihat kakak tersenyum begitu manis pada seorang wanita di sebuah taman yang penuh dengan bunga bermekaran.” Raila bercerita begitu antusias mengenai mimpinya, membuat Kaisar tersenyum kecil menanggapi hal itu sebelum akhirnya Raila berpamitan untuk pergi ke Universitas.“Adelia…” Kaisar bergumam lirih dengan punggung bersan
Pembicaraan penting masih berlanjut di ruang keluarga kediaman Salvatore. Namun, ada hal yang terasa berbeda di ruangan itu, hingga membuat Kaisar sesekali melirik penuh tanya pada sepupunya yang mendadak menjadi pendiam setelah ia kembali dari dalam kamar mengambil beberepa dokumen penting.“Masih ada beberapa hal penting yang kurang bagiku dalam kontrak kerja sama ini.” Devian meletakkan dokumen yang ia baca ke atas meja, menatap fokus pada Kaisar yang tak mengalihkan pandangan darinya sejak tadi, “kamu tidak keberatan jika aku menambahkan beberapa hal penting ‘kan?”Kaisar segera menggeleng, “bukankah itu hal wajar? Lagi pula aku masih akan melihatnya sebelum menyetujuinya.”“Baiklah. Tapi, sepertinya itu akan membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Kamu akan tinggal berapa hari lagi di Negara ini?” ucap Devian mengalihkan pandangan ke arah lain. Tak ingin membalas tatapan mata sepupunya yang terlihat menyipitkan mata curiga.Sejenak keheningan mencekam menguasai. Kaisar tak kunjung
‘Akhirnya tiba juga.’Kaisar menatap sekeliling bandara dengan tatapan datar. Ia menghela napas pelan, menaikkan sebelah alisnya menatap sosok pria yang tengah melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum.Perlahan Kaisar melangkah mendekati sosok itu. Menarik pelan koper kecilnya dengan wajah datar yang senang tiasa terlihat.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Kaisar menaikkan sebelah alisnya bertanya.Kekehan pelan terdengar keluar dari bibir Devian, sosok kembaran dari Demian.“Menjemputmu,” balas Devian santai. Tak terlalu peduli dengan ekpresi yang terlihat di wajah sepupunya itu. Karena Devian cukup mengenal seperti apa sifat seorang Kaisar Argantara.“Seharusnya tidak perlu.” Keduanya mulai melangkah keluar, “seharusnya kamu tidur saja. Aku bisa ke hotel terdekat menggunakan taksi,” lanjut Kaisar yang terlihat tak dipedulikan oleh Devian.Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Devian memasuki mobilnya. Kaisar hanya bisa menggeleng pelan melihat hal tersebut. Segera masuk setelah mel
Keheningan masih menguasai di dalam ruang tamu sebuah mansion. Sosok wanita yang duduk di sofa panjang itu hanya menunduk dengan meremas kuat tangannya. Ia takut untuk mendongak, menatap pria yang terlihat seperti orang lain saat ini.“Sepertinya sudah saatnya aku untuk pergi.” Ucap Devian tiba-tiba, melihat arloji yang melingkar di tangannya.Adelia menoleh ke sumber suara. Mengerjap menatap sosok yang kini beranjak dari duduknya, bersiap untuk pergi meninggalkan mansion itu. Padahal sosok itu baru saja tiba tiga puluh menit yang lalu.Devian tersenyum simpul pada wanita yang kini menatapnya bingung, “kalau begitu, aku pamit undur diri. Masih ada hal yang harus aku lakukan, jika ada kesempatan aku aka mengunjungimu lain kali. Dan lain kali aku membawa buah tangan, sampai jumpa.”Devian melambaikan tangannya pada Adelia, berjalan begitu santai sambil bersiul riah hingga menghilang di balik pintu.Kedua mata Adelia mengerjap beberapa kali. Namun, ia segera mencoba untuk menstabilkan pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments