Karina terus terduduk di depan pintu kamarnya. Ia tak mau siapapun masuk ke kamarnya saat ini. Termasuk ibunya. Sudah hampir 2 jam ia terdiam dengan pipi yang terus membasah.
Karina sudah tak bisa menyeka air mata dengan tangannya sendiri. Selama ini, dirinya hanya mencoba tegar dan menerima semuanya. Ia mencoba untuk terus diam terhadap semua perlakuan ayahnya pada dirinya juga pada ibunya.Karina terlalu lemah. "Padahal semua udah mulai baik-baik aja, kenapa sih masalah datang lagi!? Padahal gue udah mulai nyaman kerja di tempat musuh gue! Padahal..." Karina kembali menangis dalam diam.Dadanya kembali terasa sesak. Ia tak punya siapapun, dirinya tak punya pegangan untuk kembali melangkah. Karina terlalu hancur untuk kembali membuka mata dan melihat dunia.Malam itu, Karina malah mengingat lagi kejadian yang sama sekali tidak ingin ia kenang. Kenangan yang terus membuat luka di benaknya. Perceraian kedua orang tuanya.Flashback On"Ma, kenapa kita pindah?" tanya Karina pada ibunya di dalam bus.Hani tak menjawab dan bergerak menggenggam tangan putri semata wayangnya. "Untuk mulai kehidupan baru, Rin. Mama harap kamu mengerti, ya? Kita sekarang akan bebas, sayang."Karina mengeryitkan dahinya. "Bebas dari apa, Ma?""Ayah kamu."Bibir Karina tertutup rapat. Ia tak mampu lagi menanyakan hal lainnya. Ternyata hari yang paling ia takuti tiba. Karina pikir alasan kepindahannya adalah karena pekerjaan ayahnya, Ridwan, di pindahkan.Dalam diamnya, Karina memandangi luka lebam di bagian leher juga sudut bibir ibunya. Perlakuan ayahnya memang tak bisa di maafkan, kekerasaan yang ia lakukan tidak bisa Karina anggap wajar.Karina menahan tangisnya habis-habisan. "Mama tenang aja, pas semua udah membaik, Karina bakal nyari kerja yang bisa dapat banyak uang."Hani tersenyum mendapati anaknya yang sangat ia sayangi tersenyum hebat. Keduanya tiba di sebuah rumah yang minimalis. Netra Karina tak henti-henti memandangi bangunan kecil namum indah di hadapannya."Sini masuk," ucap seorang wanita yang usianya tak jauh beda dari ibu Karina."Ayo, Nak." Hani mengajak Karina masuk juga dengan penuh senyuman.Karina berpikir keras, kenapa ibunya masih bisa tersenyum kepada wanita itu, Riana. Mau tak mau Karina putuskan untuk ikut masuk. "Ma, kenapa kita harus masuk ke rumah wanita itu!?" tanya Karina kelewat kesal."Hei, jangan gitu. Dalam hukum dia juga ibu kamu," ucap Hani."Ibu Karina apaan, ibu Karina cuman satu. Ibu doang!""Kamu! Jadi anak tuh jangan ngelawan ke orang tua ya! Dasar anak kurang ajar!" bentak Riana.Karina mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rasa kesalnya sudah menjalar ke seluruh saraf di tubuhnya. "Maksud tante apa bilang saya kurang ajar!? Yang kurang ajar itu tante yang udah ngerebut kebahagiaan saya sama ibu saya! Kalian semua yang kurang ajar!""Karina.""Mama, jangan marah sama kakak, ya?" ucap seorang gadis yang usianya selisih 4 tahun dengan Karina. Gadis yang sangat feminim dan tutur katanya yang lembut."Kakak mungkin lagi cape jadi marah-marah. Mama jangan ikutan marah, maafin Kakak, ya?" ucap gadis itu, Luna."Lo gak usah bela gue! Gue gak butuh!"Hani menarik pelan tangan Karina agar berdiri di belakangnya. "Karina!" teriak Ridwan yang baru masuk."Kamu gak usah bilang yang tidak-tidak di sini!" bentak Ridwan."Pa... Kan mereka yang salah bukan Karina, kenapa malah Karina yang...""Cukup, Karina! Kamu itu udah besar!"Bibir Karina tertutup rapat. Tenggorokannya terasa sangat kering disertai dada yang menjadi sesak. "Papa," gumam Karina pelan sambil menahan tangis.Setelah pertengkaran yang melibatkan Karina selesai, semua orang di sana masuk ke ruang tamu kecuali Karina dan Luna. Kedua anak gadis itu duduk terdiam di kamar Luna."Mas, maksud kamu apa? Dia siapa? Kenapa aku sama Karina kamu suruh dateng ke rumah ini?" tanya Hani pada suaminya."Saya istri pertama Mas Ridwan. Maaf kalo baru ngasih tau karena ini rahasia keluarga kami," balas Riana.Hani mengernyitkan dahinya bingung. "Maksudnya? Mas, maksudnya gimana?""Kamu istri kedua saya. Kenapa begitu? Karena 18 tahun yang lalu saat Riana menikah dengan saya kami belum juga di karuniai momongan, alhasil kami putuskan buat nikah lagi. Dan ya, kamu yang beruntung."Ridwan menjelaskan dengan sangat ringan, seolah ucapannya bukanlah sebuah sayatan pedang di hati Hani."Saya akan mengurus perceraian kita, kamu sama Karina bisa tinggal di kota ini. Untuk biaya juga akan saya tanggung sebagai bukti pertanggungjawaban atas fakta yang saya sembunyikan," ucap Ridwan.Hani bisa rasakan pipinya membasah, ia tak sanggup lagi mendengar setiap kata yang selalu lolos menyayat hatinya.Di sisi lain, Karina merasa jengkel pada Luna yang selalu memperhatikannya. Ia tak henti menatap setiap inci Karina. "Ngapain sih lo? Risih tau gak!?" ketus Karina."Maafin Luna, Kak. Kak Karina cantik banget soalnya. Itu alasannya Papa betah tinggal sama Kakak, ya?" ucap Luna."Heh, asal lo tau. Papa itu ayah gue dan bukan ayah lo. Jadi stop bilang kalo kita itu satu ayah!""Itu bener, Kak. Mama bilang kita satu ayah. Dan jadinya, karena kita adik kakak Luna boleh kan jadi 'pengganti' kakak di hidup Papa?"Luna menekan dengan jelas kata 'pengganti' yang terus tergiang di pikiran Karina. "Kalo gitu, Luna mau bikin minuman dulu buat Kakak, ya?"Karina masih duduk termenung. Wajah lugu Luna sangat berbanding terbalik dengan tutur katanya. Karina camkan dalam hati agar selalu waspada pada gadis licik itu. Tak berselang lama, Luna datang dengan dua gelas susu cokelat panas di tangannya.Karina tak menoleh sedikit pun. "Kak," panggil Luna.Karina menoleh. "Kita lihat siapa yang akan Papa sayang." Seraya tersenyum miring, Luna tumpahkan susu cokelat panas itu ke tubuhnya dan berteriak.Pecahan gelas terdengar sangat jelas beserta teriakan dua gadis dalam kamar itu. Karina ikut berteriak dan membulatkan matanya kaget melihat tingkah Luna barusan."Lo apa apaan!?""Karina! Luna!" panggil Ridwan yang langsung membuka pintu kamar."Karina, kamu ngapain adik kamu!? Kamu mau bikin adik kamu dalam bahaya iya!?" bentak Riana."Karina..."Karina menggeleng kuat. "Karina enggga ngelakuin apa-apa. Dia sendiri yang nyiram susu panas itu ke badannya!" bela Karina."Ma, Pa, Tante. Jangan marah sama Kakak, ya? Kak Karina mungkin gak sengaja tumpahin susu cokelat yang udah Luna buat. Luna gak papa kok." Luna tersenyum sembari menghadap kedua orang tuanya.Amarah Karina sudah tak bisa ia tahan lagi, Karina kemudian membanting setiap barang yang ada di dekatnya kemudian berjalan keluar kamar. "Asal kalian tahu, Gue gak suka susu cokelat!""Karina!"Flashback offKarina membuka matanya saat cahaya mulai masuk melalui jendela kamarnya. Ternyata sudah pagi, dirinya tertidur dalam posisi duduk persis seperti kemarin malam.Ia berjalan perlahan menuju cermin, matanya bengkak. Karina menghembuskan nafas gusar. jika kondisinya seperti ini, bagaimana bisa ia pergi bekerja?Minggu terakhir di bulan itu, Marchel mencoba untuk menyendiri lebih dulu. Di teras lantai dua rumahnya, terlihat sudah secangkir kopi dan biskuit yang menemani Marchel untuk kali ini.Dia sama sekali tidak ingin terlalu banyak pikiran setelah beradu debat dengan orang terdekatnya di kantor, Daniel.“Aku sama sekali tidak menyesal mengeluarkan dia. Harusnya dia yang menyesal karena sudah aku keluarkan di perusahaanku,” ucap Marchel sambil memandang ke arah taman rumahnya.Meskipun pikiran sedang ruwet, tetapi Marchel bukan lah orang yang suka menyesap sigaret. Dia selalu saja membiarkan dirinya termenung dan mengisitrahatkan pikirannya.“Benar, aku harus segera menjelaskan kepada mama secaptnya,” ucapnya.Pagi hari itu memang sudah dijadwalkan oleh Marchel untuk berbicra empat mata dengan Tania. Meskipun di balik itu semua Kayla tetap saja ragu dan takut kalo saja mama bisa marah atas tindakan yang dilakukan oleh kakanya.Karena tidak mendapat izin untuk berunding, Kayla hanya
Hari ini sesuai dengan janji Marchel, dia akan membawa Karina datang ke rumahnya. Semua dilakukan agar Tania atau mama kandungnya sendiri yang harus segera mengetahui semua sebelum Rosa berulah lagi.“Dengarkan aku, Karina,” ucap Marchel sambil memegang tangan Karina yang dingin karena merasa gugup sudah berada di depan rumah Marchel.“Mama tidak menakutkan seperti yang kamu pikirkan. Dia orang yang punya empati yang tinggi dan bisa melihat masalah dari berbagai sisi.Jadi, tolong berikan citra positif dan yakinkan dia bahwa kamu bukan orang yang sembarangan dan semua tuduhan itu salah,” ucap Marchel meyakinkan.Karina hanya memandang ke arah Marchel dengan dalam lalu menghela napas dalam saat melihat pintu rumah Marchel masih tertutup rapat.Karina mengangguk dan melepaskan seat belt lalu turun berdampingan dengan Marchel masuk ke rumah tersebut.Agenda ini memang sudah dijadwalkan untuk Karina sendiri karena Tania juga siap untuk menerima penjelasan dari karina.Dari situ,
“Apa benar kamu mengajak wanita itu ke hotel, Marchel!” Teriakan itu membuat salah satu asisten rumah tangga di rumah Marchel langsung kembali mengambil alat pel dan keluar dari ruangan tersebut.Satu kalimat yang tinggi itu sontak membuat Kayla langsung berdiri menghadap mama nya sendiri. Termasuk Mmarchel yang juga tidak tau apa tuduhan yang selanjutnya diterima kepadanya.“Apa maksud—”“Berhenti, Marchel!” bantah Tania dengan menodong tangannya ke arah anak pertamanya itu. Sekian dirinya mulai mendapat kabar tentang hotel yang diberikan oleh Rosa berupa sebuah foto.“Sekarang, jawab jujur kepada mama! Apa yang kamu lakukan dengan wanita murahan itu di hotel hah!” bantah Tania.Marchel langsung menggeleng kepalanya karena tidak ingin mendengar Karina mendapat tuduhan wanita seperti itu.Dia pun sadar bahwa mama nya belum bisa mengontrol emosinya atau memang masih mendapat teror dari mertuanya sendiri.“Mah, sekarang Marchel mau jelasin dulu. Mama tenang dulu, duduk di sini
Tuduhan kesekian kalinya membuat Tania sedih. Rosa dan Anita selalu saja datang saat dirinya tak ingin mengharapkan itu.Terlebih lagi soal Marchel yang dituduh menginap di hotel dengan Karina. “Ini benar sesuatu yang tidak bisa aku terima. Apa benar Marchel itu melakukan hal itu?” pikir Tania di dalam hatinya.Pagi menuju siang itu membuat Ttania sedikit pening. Dia pun langsung menutup pintu rumah dan beristirahat sejenak.Kayla, yang sudah mengetahui semua masalah itu pun mengelak bahwa Kkarina tidak mungkin berbuat demikian.“Kak, kamu harus segera bilang ke mama. Aku tidak biasa mendengar tudahan seperti ini. Apalagi ini juga menyangkut kedua keluarga besar.Aku takut citra kakak pasti jelek di antar keluarga mereka,” ucap Kayla kepada Marchel saat berada di ruang tengah.“Sudah pasti, Kayla. Citra kakak sudah hancur saat itu juga. Aku tidak percaya Mama Rosa akan mengatakan hal ini kepadaku terlebih soal tuduhan itu.Ini sangat berbahya buat diriku sendiri dan semua mas
“Kamu gila Marchel! Ngapain wanita penggoda itu malah mau kau jadikan sebagai istrimu?” tanya Tania dengan membentak.“Aku sama sekali tidak pernah setuju mama bilang dia adalah wanita penggoda. Sekarang, tenangkan semua emosi mama.Aku akan menceritakan semuanya dengan jelas. Dengan bukti. Bukti siapa yang menyebarkan video itu dan siapa dibalik dalang semua ini,” tegas Marchel.“Mama tidak—”Tiba saja Marchel langsung keluar dari ruangan tersebut. Percakapan pun berakhir karena Marchel tau jika nantinya ucapan itu akan diteruskan, pasti tidak ada jalan temunya.Semua yang dijelaskan olehnya akan sia-sia saja karena Marchel tidak mau berdebat dengan Tania yang masih marah.Untuk menghindari hal itu, Marchel langsung keluar dari ruangan utama. Kembali ke rumahnya di pagi hari setelah menjalankan satu hari weekend di rumah.Tania memang belum menyentuh rumah Marchel dalam seminggu setelah kasus itu terjadi. Dia merasa sangat gagal mendidik Marchel dan masih terpengaruh oleh uca
“Jadi, dia membayar upah untukmu?” “Maaf, Pak Marchel … Say—”“Berhenti! Mulai sekarang, kamu saya berhentikan kerja di sini. Urus semua data ke HRD hari ini juga! Saya tidak mau tau!” Percakapan singkat itu membuat Marchel semakin geram kepada petugas cctv yang selama ini dia percayai. Bagaimana tidak, petugas tersebut menerima upah dari Daniel untuk meminta salah satu video yang sampai saat ini sudah tersebar.Kecewa yang sangat mendalam itu pun akhirnya membuat Marchel semakin murka. Dia berjalan dnegan langkah yang lebar denganw ajah yang kesal.Bukan kembali ke ruangan kerjanya melainkan ke ruangan HRD. Di dalam ruangan itu, Marchel benar-benar sudah bulat untuk menyampaikan apa yang dia inginkan.“Sekarang, atas nama Daniel. Buat suarat PHK untuknya. Urus semua adm dan segalanya hari ini juga. Saya tidak mau tau, sekarang surat itu harus turun ke Daniel!” gugat Marchel.HRD perusahaan pun kaget melihat emosi Marchel yang mendadak. Dia tidak tau apa yang sedang terjadi, sehingg