Share

3. SIAP MENYUSUN PENGALAMAN KERJA

Lebih dari 2 jam di perjalanan. 

Akhirnya, mereka pun sampai di tempat yang dimaksud. 

Kelima anak kuliah yang akan mengabdi di daerah tersebut, langsung memeriksa rumah kontrakan mereka yang sengaja mereka ambil tidak jauh dari lokasi sekolah, tempat mereka yang akan mengabdi selama 3 bulan itu. 

Yang sudah mereka perkirakan agar tidak banyak memakan biaya transportasi. 

Dan alamat kontrakan tersebut adalah di Kompleks Perumahan BTN Pandan Nomor 86.

“Kiran, kau bilang kamarnya cuma 2 tapi ini kamarnya 3? Untunglah kita yah,” komentar Ria pada rekannya yang bernama Kiran.

“Aku juga nggak tahu. Karena kawan yang ku tanya itu juga bilangnya cuma 2 kamar…” jelas Kiran.

“Dan kamar mandinya juga ada 2…” balas Rosni dengan berbinar.

“Iya kamar mandinya 2. 

Tapi nggak mungkinlah bisa kita pakai mandi kamar mandi yang di luar itu…” sahut Ainy.

“Yah, setidaknya kamar mandi yang di luar itu masih bisa kita pergunakan kalau lagi kebelet pas kamar mandi utama lagi ada orang, Kamar mandi darurat hehehehe…” Aiza pun turut memberi komentar.

“Betul juga…” balas yang lain sambl terkekeh.

“Aku ambil kamar yang di belakang aja. 

Ada yang berminat 1 kamar denganku?” tanya Aiza.

“Aku… aku juga mau tinggal di kamar belakang itu…” sahut Ria dengan sikapnya yang memburu.

“Yah sudah, kalau begitu, kita bertiga di kamar bagian depan. 

Mau sendiri atau sesekali gentian kamar juga nggak apa-apa yah?” ujar Rosni pada Kiran dan Ainy.

“Okey nggak masalah…” jawab mereka.

Masing-masing mereka pun kembali menarik barang bawaannya ke dalam kamar mereka. Begitu juga dengan Aiza dan Ria yang langsung menuju kamar belakang.

“Dari pertama masuk, aku sudah naksir ke kamar bagian belakang ini…” celutuk Ria.

“Memangnya kenapa?” tanya Aiza menanggapi ucapannya itu.

“Ya iyalah, selain besar, sepertinya juga lebih adem, hehehe” sahut Ria yang membuat Aiza menganggkat kedua alisnya sebagai tanda ia juga setuju dengan ucapan teman 1 kamarnya itu.

“Aku justru tidak sabar untuk segera masuk ke sekolah besok,” Aiza pun mengutarakan perasaannya.

“Kau benar. Aku juga. Semoga selama 3 bulan menjadi keluarga di sekolah Almuslimin itu, kita bisa memberikan yang terbaik yah,” ujar Ria sambil membuka kopernya dan menyusunnya di sudut ruangan itu.

Begitu juga dengan Aiza yang mengeluarkan kerangka rak untuk ia gunakan sebagai tempat bajunya. 

Ia pun satu persatu menyusun kerangka itu menjadi rak susun betingkat dan kemudian meletakkan pakaiannya di sana.

Sedangkan ketiga temannya yang lainnya juga sedang mengatur tata letak barang yang sama halnya masih berantakan.

“Ayo, aku duluan mandi yah…” Ria berseru sambil menuju kamar mandi.

“Iya, tapi jangan lama-lama…” terdengar suara Rosni menyahut dari kamar depan.

“Baiklah kak Roooossss….” balas Ria.

“Aku mandinya nggak laama kok, tapi kalau ada yang nggak sabaran, kan masih ada kamar mandi darurat,” sambungnya.

“Memang sebaiknya kita mandi dan makan siang bersama. 

Biar nanti agak sorean kita cek lokasi sekolah. 

Kan nggak jauh tinggal jalan sekitar 400 meter saja…” jelas Kiran pada rekannya.

***

Selesai mandi dan makan sekaligus istirahat, ketika jarum jam di tangan Aiza menunjukkan hampir pukul 15.30, dan mereka pun sepakat untuk mendatangi sekolah yang dimaksud dengan berjalan kaki sejauh 400 meter. 

Dan seperti kebiasaan pada umumnya, ketika beberapa anak gadis pendatang baru melewati kerumunan banyak laki-laki lajang, tak heran setiap bunyi suara ban kempes ditujukan pada kelima gadis itu. 

Namun mereka tidak mengambil hati perlakuan semacam itu.

Tak berapa lama, mereka pun sampai di bagian kantin sekolah itu. Hening. Karena memang hari ini masih hari Minggu.

“Oh jadi ini sekolahnya…?” ujar Ria.

“Yup. Kita hanya bisa memantau dari luar saja. Sekolahnya pasti di tutup yah kan?” jawab Kiran. 

Mereka pun memilih untuk mengitari sekolah itu dari bagian luar saja, karena memang pintu pagar dari semua sudut sekolah itu terkunci.

“Aku dengar-dengar, sekolah ini salah satu Sekolah The Best di Daerah Tapanuli Tengah…” komentar Rosni.

“Yah. Dan prestasinya juga sudah sangat banyak. Lagian, peserta didiknya juga bukan hanya berasal dari daerah setempat saja. Tapi juga berasal dari luar kota dengan sistim seleksi…” balas Kiran.

“Aku juga dengar kalau alumni dari sekolah ini, banyak menjadi orang-orang yang hebat…” sambung Aiza.

“Aku jadi semakin grogi untuk masuk ke sini…” kembali sikap pesimis Ria membuat teman-temannya yang lain geleng-geleng kepala.

“Harusnya kamu merasa bangga, walaupun belum menjadi guru, setidaknya kamu sudah ditempatkan di sekolah The Best seperti ini…” nasehat Ainy.

“Seharusnya memang begitu, tapi aku orangnya mudah minder,” akui Ria.

“Jangan banggakan sikap mindermu itu. 

Kamu itu calon seorang guru. 

Jadi kamu harus berani menantang apapun di depanmu…” Aiza menyemangati.

“Yup, Aiza benar Ria. Kalau sekarang aja kamu udah minder? 

Bagaimana kamu bisa menghadapi murid-murid di depan kelas nanti? 

Jangan sampai kamu gemetaran apa lagi sampai menangis di depan murid-muridmu, hehehehe…” sambung Rosni.

“Hahahah aku jadi ingat cerita pengalaman kawan aku yang PKL 2 tahun yang lalu. Dia nangis karena diolok-olok muridnya, terus dia bilang gini ke murid-murid itu, 

‘Ibu nggak apa-apa kalian buat seperti ini sama ibu. 

Lagian ibu cuma 3 bulan aja di sekolah ini,’ kata si kawan.

Yaiyalah selama 3 bulan dia dibuat nangis terus sama murid-muridnya ahahaha…” Rosni mengisahkan cerita yang pernah ia dengar. 

Terdengar yang lain pun ikut tertawa mendengar ceritanya tersebut.

“Nah , dengar itu Ria. 

Kamu mau seperti itu?” canda Ainy pada Ria.

“Nggak juga sih…” balas Ria.

“Makanya, dari sekarang jangan  langsung mundur kalau diberi tantangan. 

Memang yah, nervous itu pasti akan selalu ada. Apa lagi untuk kesan yang pertama, yang penting kita harus tetap jaga sikap,” Kiran pun mengingatkan diikuti anggukan teman yang lainnya.

Sedang masih asik bicara sambil berjalan mendekati rumah mereka, seorang wanita berpostur tubuh yang lumayan gemuk, menyapa mereka.

“Adik-adik ini yang tinggal di rumah nomor 86 itu yah?” tanya wanita itu.

“Eh iya, Bu…” sahut mereka hampir bersamaan.

“Saya dengar kalian anak PKL yang mau kerja di Almuslimin yah?” tanyanya lagi.

“Iya Bu,”

“Ah, senang sekali mendengarnya. 

Kenalin nama saya Wulandari. 

Yang jualan di bagian kantin Sekolah Almuslimin. Tapi orang mengenal saya Wak Bimbo. 

Dan ini rumah saya, kita bertetangga…” jelasnya dengan ramah sambil menunjukkan rumah dengan nomor 78 di blok C tersebut yang sama dengan barisan rumah yang mereka kontrak.

“Waaaahhh… senang berkenalan dengan Wak Bimbo. 

Saya Ria, Wak. Ini teman teman saya Kiran, Aiza, Ainy dan Rosni,” balas Ria sambil memperkenalkan temannya satu per satu.

“Bisalah ya Wak, kalau kami ada apa-apa minta tolong sama Wak Bimbo…” Ria pun menanggapi dengan tidak kalah ramah.

“Oh tentu saja… Jangan ragu-ragu…” terima wanita gemuk itu dengan sedang hati.

“Wak Bimbo, mau nanya. Dengar-dengar Almuslimin itu fullday yah?” tanya Ainy.

“Iya, Dik. Di sana memang fullday…” jawabnya.

Mendengar penjelasn itu, Ria kembali mengernyitkan keningnya seolah apa yang ia dengar itu adalah beban terberat dalam hidupnya.

“Oh makasih yah Wak Bimbo. Setidaknya biar kita bisa siapin mental dan fisik di sana nantinya,” canda Ainy pada wanita yang baru mereka kenal itu.

“Yah benar itu, Dik. Memang harus dipersiapkan mental dan fisik…” balas Wak Bimbo.

“Terima kasih Wak Bimbo. Kalau begitu kami pulang dulu, lain kali kami singgah yah Wak Bimbo. Soalnya udah masuk waktu Ashar,” ujar Rosni sambil berpamitan.

Setelah mendapat anggukan dari tetangga baru yang tak lain adalah ibu kantin sekolah yang akan mereka masuki, kelimanya pun segera memasuki rumah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status