Share

4. PESAN DARI SANG PUJAAN

Udara di pagi hari, masih terasa sangat sejuk. Kelima anggota PKL dari kampus IPTS Padangsidimpuan itu, sudah berada di sekolah se-pagi mungkin. 

Karena mereka sudah sepakat untuk hadir lebih awal di sekolah tersebut yang notabene memang salah satu sekolah yang memiliki disiplin tinggi di daerah itu. 

Terlebih karena sebelumnya juga tertera dalam peraturan bahwa Apel pagi akan selalu berlangsung pukul 07.15. Sehingga, Aiza dan temannya-temannya pun sudah berada di sekolah 10 menit sebelum jam 7 pagi.

Berhubung karena mereka tahu tempat untuk mereka tidak tersedia, kelimanya pun hanya meletakkan tas mereka di salah satu ruang kelas. Dan sesuai aturan, mereka pun berbaris berjejer di samping beberapa orang guru-guru muda, yang juga sudah hadir di sana untuk menyambut para siswa di gerbang pintu sekolah. 

Tanpa banyak kalimat, mereka pun mengikuti apa yang dilakukan guru tersebut, yaitu saling bersalaman menyambut siswa-siswinya dengan ramah, sambil mengucapkan “Assalamu alaikum, Bu” dari para siswa sambil memeriksa kelengkapan atribut anak-anak yang beranjak remaja tersebut.

Berhubung pagi itu adalah hari Senin, persiapan upacara pun segera dimulai. Tepatnya pukul 07.30, susunan barisan oleh peserta didik di sekolah itu tampak sangat teratur. 

Tak jarang Aiza dan teman-temannya merasa takjub dengan pertunjukan baris-berbaris yang dipandu oleh Kepala Sekolah itu sendiri, Hj. Siti Mahanum, S. Pd, M.M. 

Anak-anak yang sedang melakukan formasi yang indah dalam barisan itu pun tampak seperti para prajurit yang memang sudah terlatih. 

Ditambah lagi dengan serangam sekolah yang khas berwarna biru laut yang semakin menunjukkan keistimewaan sekolah SMP Swasta Almuslimin.

Acara demi acara dalam upacara tersebut pun dilewati  secara khidmat. Terlebih pada saat terdengarnya lagu Kebangsaan Indonesia Raya, yang membuat setiap darah bergemuruh bagi mereka yang mendengar.

Begitu pula dengan Aiza. Ia bahkan sangat berusaha menahan air matanya agar tidak membasahi wajahnya saat posisi semuanya sedang menghormat Sang Saka Merah Putih tersebut.

“Ayah, ibu… Ini hari pertama aku melaksanakan PKL di sekolah yang sangat istimewa ini. 

Aku marasa sangat bangga di beri kesempatan menyaksikan suasana sekarang ini. 

Ayah… ibu… aku berjanji, aku akan berusaha membanggakan kalian di sana. Doakam aku ayah, ibu…” tekad Aiza.

Tak berapa lama,  tibalah waktunya  untuk Pembina Upacara, yang tak lain adalah Kepala Sekolah itu sendiri, untuk memberi pengarahan untuk semua warga sekolah tersebut. 

Meski beliau terkesan tegas dalam memberikan pengarahan, namun Ibu Hj. Siti Mahanum tersebut tak lupa menyambut kehadiran Aiza dan teman-temannya sebagai calon guru yang sedang melaksanakan tugas kuliah. Seolah menegaskan, pada seluruh siswa untuk tetap memberi hormat pada mereka Guru PKL tersebut. 

“Begitu juga dengan guru-guru yang berada di barisan yang sama. 

Kiranya bisa memberi suasana yang nyaman untuk Para adik-adik mahasiswa, agar tetap menunjukkan solidaritas yang tinggi sebagai ciri khas sekolah kita. Begitu pula dengan adik-adik Mahasiswi ini, agar mengambil pengalaman yang baik dari sekolah ini. Dan selama bertugas di sini bisa berbaur dan bekerjasama dengan baik…” seperti itulah pesan Kepala Sekolah dalam kesempatan untuk menyambut Aiza dan dan temannya, sebelum menutup Upacara tersebut.

Baru saja, selesai upacara. Aiza dan teman-temannya pun segera menghadap ruang Kepala Sekolah yang ternyata mereka diperkenalkan dengan pamong masing-masing, yaitu Guru Mata Pelajaran yang ada di sekolah tersebut, akan menjadi pemandu Aiza dan yang lainnya, yang sesuai dengan jurusan masing-masing.

Aiza yang berada di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris akan dipandu dan bekerja sama dengan Bu Ayda  Guru Mata Pelajaran ( GMP) Bahasa Inggris.

Ainy, dari Pendidikan Biology akan berdampingan dengan Bu Devi GMP IPA.

Ria, dari Pendidikan IPS Ekonomi akan berdampingan dengan Pak David GMP IPS.

Rosni, dari Pendidikan Matematika berdamingan dengan Bu Rani GMP Matematika.

Dan Kiran, dari Pendidikan Fisika, berdampingan dengan Bu Afni GMP Fisika.

Setelah mendapat pengarahan khusus tersebut, kelimanya pun diminta untuk memperhatikan cara mengajar pamongnya masing-masing sebelum mereka langsung terjun mengajar. Dengan senang hati dan penuh semangat, kelimanya pun langsung mengikuti seniornya ke setiap kelas masing.

Pada saat istirahat, Aiza dan keempat temannya pun kembali berkumpul. 

Dan masing-masing dari mereka pun sharing akan kesan pertamanya masing-masing. Sesekali mereka pun tertawa. 

Akan tetapi, sedang asik berbisik-bisik, tampak beberapa guru yang ada di ruang guru tersebut beranjka dari tempat duduk mereka dan segera mengajak 5 junior itu untuk segera ke kantor Kepala Sekolah.

“Ada apa, Bu?” tanya Kiran pada salah seorang guru di sana, yang mereka juga belum tahu namanya, karena belum semua mereka sempat mengenalinya.

“Ayo dek. Ayo. Kita dipanggil ke kantor, sepertinya ada tamu…” ajak guru tersebut.

“Oh iya, Bu…” jawab Ria yang memang suka cemas di awal, dan mendengar itu mereka pun segera bergegas.

Sesampainya di sana, ternyata benar. Tamu tersebut tak lain adalah Bapak Rakib Salim, pemilik Yayasan tersebut. 

Tentu saja, kembali Bu Kepala Sekolah memperkenalkan pada beliau karena di hari yang sama, sekolah tersebut juga kedatangan mahasiswi yang sedang PKL di sekolah yang ia bina.

Dengan keramahannya yang khas, Pak Rakib Salim pun turut mencandai Aiza dan teman-temannya. Kehangatan dan solidaritas yang ada di sekolah itu, benar-benar sangat membuat Aiza dan keempat rekannya yang lain, merasa sangat disambut.

Namun, tak berapa lama, setelah bunyi bel terdengar, para guru pun diminta kembali untuk mengerjakan tugasnya.

“Kami ke sini, juga sangat mendadak. Saya sengaja memberi surprise untuk bersinggah ke sini. 

Karena saya nggak mau rekan-rekan guru semua, jadi sibuk membuat persiapan hanya untuk menyambut saya… “ celoteh Pak Salim  dengan nada yang bersahabat untuk siapa pun.

Begitu juga dengan Kepala Sekolah yang sangat mengerti akan jiwa solidaritas atasannya yang elegan itu.

“Baik Pak. Tapi kami sangat gembira kalau Ayahanda kami mau bersinggah untuk mengunjungi kami…” basa-basi Ibu Hj. Siti Mahanum.

Tak berapa lama, para guru pun bubar secara teratur untuk segera melaksanakan tugasnya mendidik generasi bangsa yang sudah menanti di dalam kelasnya masing-masing.

Tapi berbeda dengan Aiza. 

Berhubung karena pamongnya, Bu Ayda sedang free les, ia pun mendapat kebebasan yang sama. 

“Kakak ke luar dulu yah dek, mumpung free 1 les. Kan lumayan bisa ngerjain yang lain selama 40 menit,” papar Bu Ayda dengan ramah kepada Aiza.

“Terus, les selanjutnya kakak, ada les yah…?” tanya Aiza.

“Iya, dek…”

“Kalau kakak pergi, aku mau ngapain yah hehhehehe…?” canda Aiza seolah meminta usul pada seniornya untuk melakukan apa selama ia sendirian sedang teman-temannya yang lain mengikuti pamongnya masing-masing masuk ke kelas sesuai jadwal mengajarnya.

“Yah, kamu kan bisa mengerjakan hal yang lain yang bisa kamu kerjain. 

Kalau kamu mau, kamu bisa bahas-bahas materi selanjutnya di kelas 8, biar nanti kalau kamu siap, kamu bisa maju untuk menjelaskan pada siswa kelas 8,” saran By Ayda. 

Senior Aiza yang juga masih single itu.

“Ah, iya. Terima kasih kak,” ucap Aiza dengan senyumnya yang khas. 

Tak lama kemudian, Bu Ayda pun meninggalkan Aiza yang masih berdiri dalam kebingungan. 

Suasana sekolah kembali tertib, sunyi  dan penuh aura semangat karena masing-masing siswa sedang menimba ilmu.

Aiza pun merogoh ponsel dari jas Almamaternya. Tampak ada sebuah nama tertera di sana. Pesan WA dari pria idamannya, Fadlan.

“Assalamu ‘alaikum Adik Aiza…? Apa khabar, Dik? Apa Dik Aiza  nggak rindu sama bang Fadlan?” tulisan itu seperti magnet yang menarik senyum Aiza.

Sambil tersenyum ia pun mencoba membalas sambil berjalan menuju pondok kosong yang ada di hutan sekolah. 

Akan tetapi, karena terlalu semangat untuk membalasnya, Aiza tidak sengaja menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik sebuah mobil sedan berwarna hitam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status