Sasha mematut dirinya sekali lagi didepan cermin besar dikamar hotelnya. Ia nampak sedikit takjub dengan perubahan yang terjadi pada dirinya hanya dalam sekejap mata.
Sejak jauh hari, Sasha sudah memesan Make Up Artist dan Hair Do yang sangat hits di Bali untuk merias wajahnya. Ia juga sudah meminjam gaun malam dari sahabat SMA nya yang kebetulan tinggal di sana.
"Gila sha!" Raga menatap Sasha takjub saat Sasha membuka pintu kamarnya. Sasha berdiri di sana dengan gaun dior hitam tanpa lengan yang bagian punggungnya terbuka. Rambutnya ia tata ke atas membentuk messy bun yang memukau.
"I know....! Cantik kan gueeee!" pekik Sasha ceria sambil berputar di atas high heels Alexander McQueen nya.
Raga hanya tertawa melihat Sasha yang sama sekali tidak kehilangan kekonyolannya.
"Lo beneran gak mau jadi pacar gue nih!" canda Raga yang sebenarnya sedikit serius.Sasha menyelipkan tangannya di lengan Raga yang sudah me
Hari ini Sasha bangun pukul 9.00 pagi. Cukup siang untuk ukuran seorang Sasha yang setiap hari selalu memulai hari pada pukul 5.00 pagi. Ia sedang bermalas-malasan di tempat tidurnya sambil menunggu Caroline keluar dari kamar mandi. Saat tiba-tiba satu pesan masuk di ponsel yang sedang dimainkannya, 'Don't forget tonight, 7.00 pm at Gustoso Italian Kitchen' Satu pesan dari Daniel cukup membuat perut Sasha seperti mencelos. Setengah dari dirinya senang tapi setengahnya lagi bimbang. Ada rasa aneh di hati Sasha setiap kali ia bersama Daniel. Perasaan yang membuat perutnya seperti jungkir balik dan perasaan yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia takut jika ia benar-benar jatuh cinta pada Daniel, maka ia harus merelakan obsesinya untuk menjadi Direktur Utama.Yang pertama karena ia tak ingin melukai orang yang dicintainya dan kedua ia harus menghentikan obsesinya karena Daniel mau tidak mau suka tidak suka mungkin akan menikah dengan Olivia. Jika Sasha benar
Sasha terbangun pukul 5.00 pagi dengan kepala sedikit pusing, ia terkejut saat melihat Daniel yang tertidur pulas sambil memeluknya. "Astaga! What Did we do?" Sasha memekik dalam hati. Dengan perlahan ia melepaskan tangan Daniel yang melingkari tubuhnya, lalu ia duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawa dan bangun dari tempat tidur. Ia melihat ke sekeliling ruangan. President Suite yang Daniel tempati memang sangat luas dan mewah. Sasha yang merupakan seorang PR di Kencana Hotel Group tahu betul tata letak dan seluk beluk setiap sudut ruangan ini. Karena memang ia yang mempromosikannya. Ada ruang tamu yang dihiasi sofa super mahal, ruang meeting dengan 10 kursi dan LCD TV 100 inci, ruang makan besar yang bergabung dengan kitchen bar, tempat gym pribadi, bahkan lift pribadi.Sasha merapikan dirinya yang tampak agak berantakan. Ia mengingat-ingat apa yang ia dan Daniel lakukan tadi malam. Lalu tersenyum malu-malu saat teringat semuanya. Tadi malam benar-benar malam yang sangat luar
Hampir seluruh staf di Departemen Marketing Kencana Hotel Group terlihat serius dan sibuk bekerja. Minggu ini adalah penilaian terakhir sebelum posisi General Manager Marketing di umumkan. Sasha jangan ditanya, ia bekerja lebih keras dari yang lainnya. Sepulang dari Bali ia hampir selalu meninggalkan kantor di atas pukul sembilan malam. Ia mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan memastikan hasilnya melebihi ekspektasi perusahaan. Semua kembali normal. Hari ini tepat dua minggu setelah kejadian tenggelam di Bali yang sangat memalukan bagi Sasha. Bahkan Raga yang sangat marah hampir satu minggu tidak bertegur sapa dengannya. Sementara Daniel beberapa kali meminta maaf pada Sasha karena telah membuat Sasha terpaksa melakukan diving yang menyebabkannya nyaris mati tenggelam di Tanjung Benoa.Sasha dengan keras menyanggah perkataan Daniel, ia dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menarik perhatian Daniel saat ia memutuskan untuk melakukan divi
Sasha dan Daniel terkejut setengah mati saat mendapati Olivia Wangsa berdiri anggun tepat di depan lift pribadi Penthouse. Ia tampak tersenyum manis dengan makna tersembunyi dibalik senyumnya. Lift pribadi Daniel terletak diluar pintu masuk utama unit Penthouse miliknya. Tapi untuk masuk ke dalam lift diperlukan kode rahasia yang hanya diketahui oleh Daniel saja. "How can you get in?" tanya Daniel sambil menatap Olivia curiga. Sasha hanya berdiri terdiam tidak tahu harus mengatakan apa. Olivia mengibaskan tangannya, "I told you, gak peduli seberapa sering kamu menghindar dari aku, kita bakal tetep ketemu juga." "Saya tanya, GIMANA KAMU BISA MASUK?!" kali ini Daniel benar-benar marah. "Lupa gedung Penthouse ini punya siapa?" jawab Olivia dengan nada suara angkuh yang ia sengajakan. "I bought this Penthouse with my own money! Just because your dad owned this, doesn't mean kamu bisa masuk kesini sesuka hati kamu. Saya akan tuntut orang yang kasih kamu password lift pribadi saya!"
Langit Jakarta yang semula cerah mendadak menjadi mendung. Sasha berjalan di depan gedung Penthouse tempat tinggal Daniel menuju ke stasiun MRT terdekat. Ia ingin memesan taxi online tapi uang di dompet nya pas-pasan. Gajinya bulan ini sudah terkuras habis untuk membeli blazer baru yang ia kenakan di acara grand opening Kencana Hotel Bali beberapa minggu kemarin dan untuk memenuhi kebutuhan semua keluarganya. Sasha benar-benar harus berhemat, karena bulan depan ia sudah harus membayar cicilan pertama pinjaman satu milyar nya ke Bank. Bank hanya menyetujui pinjaman Sasha untuk tenor 5 tahun dengan cicilan perbulannya sebesar 20 juta rupiah. Jumlah nya bahkan nyaris menyamai gaji Sasha sebagai Manager PR yang hanya 25 juta rupiah. Guntur dan petir mulai menampakan diri, pertanda hujan sebentar lagi turun. Sasha masih berjarak sekitar 150m dari stasiun MRT. Ia berjalan agak cepat sambil tetap berpikir memutar otak. Jika ia memutuskan untuk menyerah merayu Daniel, jabatan itu mungkin
"Siapa nih kira-kira yang bakal jadi GM! Gak mungkin gue sih pastinya hahaha," oceh Lala sambil tergelak, ia sedang mengobrol dengan Gita dan Stevi di dekat mesin foto copy. Sasha mendengar perbincangan mereka, lalu memejamkan mata dengan alis berkerut-kerut. Ia berdebat dengan dirinya sendiri, satu sisi dirinya mengatakan apa yang telah ia lakukan salah. Tapi satu sisinya lagi mengatakan padanya untuk realistis. Kadang Sasha menyesali keputusannya karena telah setuju dengan tawaran Olivia. Beberapa hari belakangan ia selalu menghindar setiap kali Daniel mengajaknya makan bersama, atau bahkan jika Daniel sekedar ingin mengobrol dengannya. Sasha selalu beralasan ia sibuk dengan pekerjaannya. Kemurungan Sasha juga dirasakan Raga, yang berkali-kali melihat Sasha hanya duduk diam di ruangannya pada jam makan siang. Raga ingin bertanya, tapi ia malas jika mendengar jawabannya ternyata jawaban yang tidak ingin didengarnya. Ia takut Sasha seperti itu karena Daniel, yang itu artinya Sas
Sasha berjalan cepat dengan Raga yang mengimbangi di sampingnya. Mereka sudah sampai Rumah Sakit dan sedang menuju ke Unit Gawat Darurat. Wajah Sasha tampak pucat, keringat dingin bercucuran di tengkuknya.Belum pernah ia merasa begitu ketakutan selama hidupnya. Bahkan saat ia dikejar-kejar preman jalanan di kawasan Blok M Jakarta Selatan ia tidak merasa takut seperti sekarang ini.Oma adalah orang yang sangat berarti di hidup Sasha. Ia merawat Sasha bahkan sejak Sasha masih belum putus tali pusarnya. Tidak pernah sekalipun Oma mengeluh walaupun selama hidupnya harus dibebani 3 orang cucu yang sangat bergantung padanya.Bagaimana jika Oma pergi?Sasha bahkan tidak berani membayangkannya. Memiliki seorang Ibu yang sama sekali tidak dapat diandalkan membuat Sasha merasa Oma adalah pusat dunianya."Kak!" sebuah teriakan membuat Sasha menoleh. Di depan UGD tampak Jasmine sedang berdiri dengan mata berkeliling mencari Sasha yang sudah menelfon sebelumnya."Jas!" Sasha berlari kecil mengham
Sasha mulai mencari-cari informasi tentang penanganan pasien stroke di mesin pencarian google sambil duduk di depan ruang pemulihan.Daniel duduk di sebelah Sasha memberikan dukungan moral. Sementara Raga dan Jasmine baru saja sampai setelah membeli makanan, dan menjadi sangat terkejut mendengar cerita dari Sasha yang mengabarkan tentang keadaan Oma."Stroke kak? Separah apa?" tanya Jasmine sambil berjongkok di depan Sasha,"Belum tau Jas, kita lihat nanti setelah Oma siuman," sahut Sasha lirih.Jasmine menyandarkan kepalanya di paha Sasha, lalu mulai terisak pelan. Ia membayangkan Oma yang mungkin akan menderita karena stroke yang dideritanya.Sasha mengelus kepala Jasmine, "It's okay Jas, all is good, do'ain aja Oma," Sasha berusaha menjadi tegar. Ia sebagai kakak tidak boleh terlihat lemah di depan adik-adiknya.Dua jam kemudian"Keluarga Ibu Widyawati?" seorang perawat tiba-tiba muncul dari ruang pemulihan.Sasha dan semua yang menunggu langsung berdiri menghampiri si perawat."Ib