Share

TEMAN TAPI MESRA
TEMAN TAPI MESRA
Author: Ms. Bloomwood

Si Tulang Punggung

Sasha menghela nafas panjang, menatap dengan gusar catatan keuangan pengeluaran keluarga yang baru saja dikirimkan Omanya. Keningnya berkerut menghitung dalam hati total tagihan yang harus dibayarkannya. Emosinya langsung tersulut kala melihat satu garis catatan dengan tulisan, 

Arisan Mama: Rp. 2.200.000,-

Jarinya otomatis menekan tombol hijau di ponselnya dengan gusar, menghubungi Mamanya. 

"Ya Sha?" suara Mama terdengar tidak bersemangat seperti biasanya. 

"Ma, ini dua juta dua ratus arisan apaan?!" tanya Sasha sewot, 

ia menghentak-hentakan ujung sepatunya dengan cepat, cara yang biasa ia lakukan untuk menenangkan diri di saat gugup atau emosi. 

"Ya biasalah Sha arisan sama temen-temen Mama," Mama Sasha menjawab dengan nada datar, tanpa rasa bersalah. 

Sasha menjadi semakin gusar, 

"PENTING YA? Harus banget? Gak usah ikutan dulu deh Ma, aku kan mesti bayar uang pangkal Katia masuk SD! Cicilan utang Mama ke Tante Dian aja belum selesai, gak cukuplah Ma kalau masih harus bayar arisan segala!" oceh Sasha dengan intonasi yang sudah tidak terkontrol lagi. 

Seperti biasa Mama mengakhiri pembicaraan tanpa jawaban, hanya sambungan telepon dari Sasha yang diputus sepihak. 

Sasha nyaris melempar ponsel ke meja kerjanya, tapi urung. Jika ponselnya rusak ia mungkin harus menunggu beberapa bulan untuk membeli ponsel baru. Sebagai pelampiasan ia memukul-mukul keyboard komputer di meja dengan tangannya. 

"Rusak Woi!" 

suara Raga, Supervisor Graphic Design menghentikan Sasha.

Raga tampak berdiri di sebelah Sasha sambil menyeruput kopi panas yang baru saja ia buat di pantry kantor.

"Ngomel mulu Shaaa, sebat dulu kali biar selow!" ajak Raga sambil menunjukan sebungkus rokok yang baru saja dibelinya. Wajahnya yang menurut kebanyakan orang mirip dengan aktor Indonesia Junot Ali dibuat selucu mungkin supaya Sasha yang sedang kesal dapat tertawa. 

Sasha tidak tertawa dan hanya mengangkat kedua alisnya tanda ia mengiyakan, lalu mengekor dibelakang Raga yang berjalan lebih dulu menuju 'Smoking Room' kantor yang berada di lantai lima.

Raga, 30 Tahun, Graphic Design Supervisor, adalah sahabat terbaik Sasha di kantor. Ia tidak perlu bertanya mengenai kegusaran Sasha setiap tanggal dua puluh lima alias setiap gajian tiba, karena dia tahu betul apa yang pasti membuat Sasha gusar di hari itu. 

"Nih, ganjel perut!" Raga melempar sebungkus sandwich kepada Sasha yang sergap menangkap. Sambil menghisap rokok dalam - dalam Sasha memandangi sandwich yang diberikan Raga. 

"Huh sandwich!" keluh Sasha sinis. 

Raga menatap bingung

 "Kenapa? Lo bukannya suka? Jangan sok deh Sha, lo roti isi ampas kopi aja lo makan hahaha!" ujar Raga sambil menoyor kepala Sasha. Sasha yang biasanya tertawa hanya mendengus. 

"Lo tau Sandwich Generation gak?" tanya Sasha sambil menatap kosong ke arah dinding kaca di Smoking Room tempat mereka merokok.

Raga mematikan rokoknya yang sudah nyaris habis terbakar, 

"Tau lah!" jawab Raga sombong. 

"Kayak lo gini kan? Generasi yang kena tanggung jawab buat biayain generasi di atas lo, diri lo sama generasi dibawah lo? Lo nanya-nanya mau ngetes gue? Buset Raga dilawan!" Raga mendengus sambil bergaya menyisir rambutnya dengan tangan. 

Sasha yang sedang badmood parah mau tidak mau tertawa, 

"Sialan emang lo! Iya Fuckin' Sandwich Generation, I gotta live my life like this forever!" Sasha bangkit dari duduknya, berjalan ke arah standing ashtray lalu mematikan rokoknya dengan gusar. 

Raga merangkul bahu Sasha sambil berujar "Santai bro, hidup masih panjang, jangan gerutu mulu, jelek muka lo!"

Sasha menyikut rusuk Raga sambil mengomel, "Berisik Lo!"

*****

Jam makan siang telah usai, meja-meja kantor mulai terisi penuh. Sasha kembali ke mejanya, berjanji dalam hati untuk fokus bekerja dan melupakan kekesalannya kepada Mama.

Sasha baru saja selesai memulas kan lipstick matte soft pink di bibirnya ketika telepon di meja kerjanya berdering.

"Halo, Sasha speaking!" 

"Mbak Sasha, ini Indi," suara Indi resepsionis kantor terdengar akrab ditelinga Sasha. 

"Yes, kenapa Di?" tanya Sasha santai. 

"Ada yang mau ketemu Mbak Sasha, namanya Ibu Wilhelmina, katanya belum ada janji sama Mbak Sasha," jelas Indi.

Sasha mengerutkan kening.

"Dari company mana Di?"

Indi terdengar sedang menanyakan hal yang sama kepada seseorang, lalu suaranya kembali terdengar jelas ditelepon.

"Bukan dari company Mbak, katanya personal, dia kerabat dari Ibu Katalina Iswandi," suara Indi terdengar jauh dan pelan, Sasha seketika lemas, ia meminta Indi untuk menempatkan tamunya ke ruang meeting yang kosong. 

Katalina Iswandi adalah nama Mama Sasha, siapapun yang datang dan mengatakan dirinya adalah kerabat, kenalan atau teman Ibu Katalina Iswandi, bisa dipastikan keperluannya adalah penagihan hutang. 

Sasha sudah berkali-kali menyelesaikan hutang Mamanya, namun hutang itu seperti tiada habisnya dan terus menerus bertambah. Sasha bukannya tidak pernah tegas dengan Mamanya, namun Mamanya acap kali menjadi depresi, murung dan melampiaskan kemarahannya kepada adik-adik Sasha jika keinginannya tidak dipenuhi. 

Mama Sasha adalah seorang penggila judi online, ia menjadi gila judi online setelah mencobanya pertama kali tepat satu bulan setelah Ayah Katia mencampakkannya dan dengan sengaja membawa istri barunya ke komunitas arisan yang biasa mereka datangi bersama. 

Ia beralasan judi online adalah pelampiasan kesedihannya, namun sialnya justru membuat ia terlilit hutang pada beberapa rentenir, yang bunganya jauh melebihi jumlah hutang itu sendiri. 

Lagi-lagi Sasha yang harus membereskan kekacauan itu, sama seperti hari-hari sebelumnya. 

Jam digital di meja kerja Sasha menunjukan pukul 17.20 sore, Sasha merenggangkan lengannya yang pegal karena mengetik press release yang harus diberikan kepada media di acara Konferensi Pers pembukaan cabang hotel Kencana di kawasan Dharmawangsa Jakarta Selatan pekan depan. 

Ia melirik ponselnya dan iseng membuka aplikasi m-banking untuk mengecek saldo yang tersisa direkeningnya. 

Rp. 2.500.000,-

Angka dua juta lima ratus ribu rupiah terpampang jelas di layar ponsel Sasha. 

Gaji Sasha sebagai Public Relation Supervisor di kantornya sebenarnya lebih dari cukup untuk perempuan lajang seperti Sasha. Namun kebutuhannya seringkali melebihi gajinya.

Biaya kehidupan Oma tidak seberapa, tapi hutang Mama Sasha, biaya sekolah Jasmine dan Katia, serta kebutuhan Sasha sendiri, membuat gaji Sasha bukan hanya pas-pasan tapi juga minus. 

Siang tadi ia berdebat hebat dengan Ibu Wilhelmina yang meminta hutang Mama Sasha sebesar tiga puluh enam juta rupiah diselesaikan hari itu juga. Sasha keberatan dan sempat mengucap segala sumpah serapah karena ia merasa tidak berkewajiban untuk membayar hutang tersebut. 

Namun Ibu Wilhelmina dengan santai mengancam akan membuat huru hara di kantor Sasha agar semua orang tau mengenai masalah hutang Mama Sasha. 

Akhirnya Sasha melunak dan berjanji akan membayar hutang Mama nya dengan cara dicicil tiga tahap. Ibu Wilhelmina mengiyakan dan meminta hutang Mama Sasha diselesaikan dalam tempo satu bulan dengan pembayaran tiga tahap. 

Dengan berat hati, siang tadi Sasha mentransfer cicilan pertama kepada Ibu Wilhelmina sebesar dua belas juta rupiah yang dengan seketika langsung membuat rekening Sasha mengempis drastis. 

Sasha menghela nafas, menepuk wajahnya agak keras, lalu duduk tegak kembali menatap layar komputer didepannya dan siap melanjutkan pekerjaannya. Dalam hati ia berhitung. 

"Sisa utang Tante Wilhelmina dua puluh empat juta, uang pangkal Katia belum, uang daftar ulang Jasmine juga belum, cicilan tante Dian juga huffft," otak Sasha berputar mencari jawaban, apa yang harus dilakukannya untuk menyelesaikan masalah kali ini. 

Ia sudah merancang kata-kata panjang penuh amarah yang akan ia ucapkan ke Mamanya nanti, dadanya sampai sesak saking kesalnya. Namun satu notifikasi chat di ponselnya membuat Sasha sedikit terhibur. 

Satu chat dari kontak bernama My Jasmine, 

"Kak, aku masuk seleksi lomba debat bahasa Inggris tingkat provinsi dong!"

Senyum kecil tersungging di bibir Sasha, ada rasa syukur dihatinya karena memiliki dua adik perempuan yang baik dan menyenangkan. Jasmine dan Katia tidak tahu apa-apa, mereka hanya korban dari keegoisan orang tua sama seperti dirinya. Ia berjanji dalam hati akan berjuang sekuat tenaga untuk membesarkan Jasmine dan Katia dengan baik, tidak peduli seberat apapun beban yang harus dipikulnya. 

Tiba-tiba satu ide muncul di kepala Sasha, dengan terburu-buru ia mencari kontak teman SMA nya. 

"Halo, Rian?" sapa Sasha tergesa setelah telepon diangkat.

"Iyaaaa, kenapa Shaa? tumben amat!" jawab Rian dengan suara yang bersemangat.

Sasha terdiam sejenak, lalu dengan agak ragu ia bertanya "Ummm akun Taxi Online yang waktu itu lo tawarin masih ada?"

Rian memang sempat menawarkan kepada Sasha untuk memakai akun Taxi Online nya karena Rian sedang sibuk mengurus bisnis impor barang unik dari Cina yang belum lama ini ia jalankan. 

Sasha dan Rian berteman dekat sejak SMA, sampai beberapa tahun lalu mereka masih sering bertemu untuk bertukar cerita, namun semenjak Sasha dipromosikan menjadi Supervisor Public Relation dikantornya dan kesibukannya bertambah padat mereka jadi jarang bertemu lagi.

"Masih ada Sha, lo mau pake?" tanya Rian santai. "Berapa sewa nya?" suara Sasha menjadi lebih pelan karena ada staf lain yang berdiri di dekat cubicle kerjanya.

Rian tertawa "emang lo mau bayar? punya duit lo?" canda Rian. Sasha tertawa kecil "Jangan kayak upil lo Nyet! Bercanda mulu, serius nih gue! Gue mau sewa akun lo sekalin sama mobilnya!" tukas Sasha serius. 

Hening. 

Rian terdengar seperti sedang berpikir.

"Woi Nyet! kok diem sih!" omel Sasha tidak sabar.

"Lo pake deh Sha gratis! Kasian gue sama lo, takut ga bisa makan," ujar Rian setengah bercanda. Sasha yang sudah kenyang dengan candaan Rian hanya tertawa. 

"Gak lucu Nyet, gue serius nih!" gerutu Sasha sebal. 

Tapi Rian memang serius dengan perkataannya, ia sangat mengerti kondisi seorang Sasha, ia dengan sukarela meminjamkan akun taxi online dan mobilnya kepada Sasha dengan syarat Sasha bersedia mengembalikan semua kapan saja jika Rian membutuhkan.

Malam itu di kantor setelah mengakhiri pembicaraan dengan Rian, Sasha merayakan sendiri profesi paruh waktu barunya sebagai Supir Taxi Online dengan membeli segelas besar Ice Caramel Machiato Extra Whipped Cream kesukaannya. Ia bersiap untuk hari esok yang pasti akan lebih melelahkan dari hari ini. 

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri?" tiba-tiba saja Raga sudah berada di belakangnya. Sasha menyeruput kopinya dengan acuh, "Rahasia!" ujarnya seraya menggandeng tangan Raga yang menatap dengan terkejut.

"Mau kemana sih?" 

"Ngeringanin beban hidup!" sahut Sasha ringan, ia menyeringai lebar pada Raga yang langsung tergelak. 

"Asik! Bir lah yuk, gue yang traktir!" ujar Raga sambil menggerakkan satu alisnya.

"Bir apaan? Birahi?" canda Sasha sambil tertawa.

"Bener-bener lu! Otak lo kotor kayak toilet terminal!" 

Sasha tertawa terbahak-bahak, mereka berjalan bersebalahan menuju 'Smoking Room' hal yang biasa mereka lakukan sebelum pulang kerja.

Tanpa Raga yang selalu menghiburnya, semuanya mungkin akan berbeda bagi Sasha, ia tidak tahu bahwa esok hari akan ada seseorang yang berdiri di antara merek...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Naina Naina
semoga ibunya cepat dipanggil illahi ya sa
goodnovel comment avatar
Kikiw
pernah punya temen kayak Raga, tapi ya gitu, semua pupus pada waktunya wkwkkw
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status