Grace terperanjat mendengar kata Lucas. Dia pun segera menarik pria itu, dengan berbisik dia memarahi Lucas. “Otakmu baru kemasukan air ya? Atau sedang kram?”Lucas menggigit bibir bawahnya, baru kali ini mendengar ada gadis mengatainya kram otak. Grace berkata lagi, “Kau dan aku! Menikah… tidak, itu tidak akan pernah terjadi!”“Oh ya!” kata sarkas Lucas sambil membalikan badan Grace, dan berbisik di telingan Grace. “Apa tidak mau menyelamatkan wajah mereka!”Embusan napas Lucas menyeruak ke tengkuk leher Grace, membuat tubuhnya terasa sedikit meremang sambil mencermati raut wajah keluarga Winter. Dia berpikir, semenjak keluarganya bangkrut hanya keluarga winter yang sikapnya tidak berubah. Tetap penuh perhatian kepadanya. Jika pesta hari ini batal, bukankah nanti akan ada rumor yang lebih buruk soal Vivian.Grace menyikut perut Lucas, membalikan badan lalu pria itu mundur selangkah. “Apa otakmu baru saja kesepak keledai?”“Hah, aku ditolak!” Grace mendorong Lucas, sambil menoleh pa
Owen mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sakunya, mengarahkannya ke leher Grace. “Bagaimana jika dia mati. Jadi cukup adil kan. Kau atau aku tidak akan bisa memilikinya!”Air mata Grace merembes di pipi. Dia tidak ingin mati, teringat Ayahnya yang sebatang kara sedang koma. Jika dia mati, siapa yang akan menjaganya. Leher Grace mulai digores oleh Owen, sedikit darah menetes.Rahang Lucas mulai terlihat mengeras. Satu matanya memicing. Dan, suara tembakan terdengar memekakan telinga.Grace terjatuh, Owen memegangi tangannya yang baru saja kena bidik tembak oleh Lucas. Owen masih ingin melukai Grace. Namun, dari belakangnya datang Alex yang langsung memukul tengkuk leher pria itu sampai pingsanLucas langsung menggendong Grace yang pingsan. Alex dan Lucas memandang kepada tiga orang yang ada di lantai. Dua pingsan, dan satu mati.“Bereskan!” katanya kepada Alex dan kepala polisi.Lucas membawa Grace pulang ke kediaman Smith menjelang pagi. Di dalam kabin yang sunyi, Lucas berkali-kali
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Grace langsung pergi menemui Owen Parker. Matahari belum sepenuhnya bersinar. Tapi, Grace sudah ada di Rumah pria itu.“Apa kita bisa bicara sebentar?”Owen masih belum memahami mau Grace. “K-kau temannya Vivian kan!”“Boleh aku masuk?”Owen mengizinkannya masuk. Mempersilakan Grace duduk. “Ada keperluan apa?”“Mengapa kau memajukan tanggal pernikahannya, Besok? Bukankah itu terlalu cepat?”“Apa kau berkeberatan?” tanya Owen dengan pandangan sedikit berbeda.“Kalian belum kenal betul kan?” kata Grace.Owen sedikit tersenyum. “Cinta bisa datang diakhir!”“Tidak, mana boleh begitu!” kata Grace sedikti bersungut.Owen menyilangkan kakinya lalu berkata, “katakan kepadaku, mengapa kau sangat tidak suka jika aku dan Vivian menikah!”Grace langsung berdiri, dan dengan berani berkata, “Cari gadis lain, jangan Vivian!”Bibir Owen mengatup, lalu dia berkata, “Seberapa banyak yang kau tahu?”“Cukup banyak, sampai aku bisa mengirimmu ke penjara! Jika kau masih
Melihat Lucas menangis, Grace langsung tertawa, sedikit terbahak. “Wah, kau benar-benar terlihat seperti sedang patah hati!”Grace menyodorkan tisu. Lucas langsung mengambil satu dan menyeka air matanya. Pria itu langsung melempar tatapan galak. “Kau berniat membunuhku ya!Grace lansung menutup mulut Lucas dengan sesendok es krim. “Kau ini berisik sekali!”Lucas menelan es krim yang dinginnya dan langsung merasa suhu dingin langsung menyeruak ke seluruh mulutnya. “Sepertinya aku terlalu baik kepadamu akhir-akhir ini ya!”Grace merasa kehadiran Lucas sangat mengganggu. Dia pun langsung berdiri sambil memicingkan matanya. “Kau tunggu di sini!” katanya sambil menunjuk dengan ujung jarinya.Grace berjalan mendekati pelayan tadi lalu berkata, “Maaf Tuan, boleh kah aku bertanya sesuatu?”Pelayan itu menaikan satu alisnya, dan memasukan kedua tangannya di kantong tengah celemek yang sedang dia pakai. “Jika ingin bertanya resep menu ‘Rasa’ mohon maaf, Nona. ini adalah rahasia dapur kami!”“
Peninjuan pabrik pun selesai di sore hari. Meski begitu mereka masih harus tinggal beberapa minggu lagi. Untuk mengevaluasi kinerja pabrik baru mereka. Selama mereka di Boston, Grace merasa penasaran kemana perginya Sienna.Tapi dia enggan bertanya, tidak ingin menarik perhatian Malaikat Maut yang sudah mereda. Pikiran Grace saat ini tengah bercabang. Rasanya saat ini dia ingin sekali terbang kembali mengurus masalah Vivian.Mereka sudah hampir satu bulan di Boston. Pada saat ini ketiganya sedang makan siang bersama. Ponsel Grace berdering. Melihat nama yang tertera adalah nama Vivian, dia langsung menjawabnya. “Ada apa sayang!” jawabnnya lalu menyesap jus jeruknya.Lucas langsung meletakan garpunya. Memberi tatapan serius ingin tahu kepada siapa gadis itu memanggil ‘sayang’ tapi bukannya malah mendapatkan jawaban malah mendapatkan semburan dari Grace yang terkejut ketika mendengar Vivian memberita tahu jika pernikahannya dipercepat.Alex langsung mematung melihat wajah Tuannya basah
Pagi itu di meja makan terasa lebih dingin daripada biasanya. Secangkir kopi mengepul di depan Lucas, tapi dia tidak menyentuhnya. Grace duduk tepat di seberangnya, tangannya gelisah meremas ujung lengan bajunya sendiri. Di sampingnya, Alex hanya diam, sesekali mengaduk serealnya yang sudah lembek, menciptakan bunyi basah yang mengisi kekosongan.Tak ada yang berbicara.Suara garpu yang menyentuh piring terdengar seperti peluru. Grace terlonjak sedikit, lalu buru-buru mencoba menenangkan dirinya dengan menyesap teh. Tapi tangannya bergetar, dan beberapa tetes tumpah ke taplak meja.Lucas akhirnya bicara."Nikmati sarapannya dengan santai, Atau jangan-jangan kau takut dipinta Malaikat Maut ya?" ucapnya pelan, nadanya datar, hampir sarkastis. Matanya tidak berpaling.Grace menelan ludah, tidak yakin harus menjawab dengan permintaan maaf atau menganggapnya sebagai sapaan biasa.Grace hanya bisa menelan tawanya masuk kembali ke dalam perut. Alex mendongak. Tatapannya berpindah dari Grac