Kedua Mata Grace memerah, menahan air matanya agar tidak terjatuh. Kedua tangannya mengepal keras menahan marah. Tapi, tangisnya pecah ketika Lucas menurunkan kaca mobil dan dengan santainya membuang cek yang baru saja di dapat oleh Grace dengan susah payah.
Grace langsung menoleh kebelakang, “Tidak bisa, cek itu tidak bisa hilang!” Dengan impulsif, Grace langsung membuka kunci pintu mobil dan ingin melompat dari mobil untuk mengambil cek yang baru saja dibuang oleh Lucas. Tapi, dengan cepat pria itu menarik pinggul ramping gadis itu, dan menutup pintu. “Driver Lock Control!” perintah Lucas kepada Alex, agar hanya dia yang bisa membuka akses kunci mobil. Grace masih memberontak di bawah kungkungan Lucas. Sampai-sampai pria itu menindihnya. “Apa kau sangat menyukai uang!” bisik sarkasnya. Grace mengeratkan rahanya sambil memancarkan binar marah di matanya, lalu dia berkata. “Ya aku sangat suka uang, karena itu aku mendatangimu!” imbuhnya sembari menarik dasi pria itu. Melihat wajah kemerahan Grace, Lucas perlahan menelan Salivanya. Seketika saja tubuhnya terasa hangat karena tergoda oleh wajah tirus kemerahan gadis yang sedang dia pandang ini. Pria itu menyangkal rasa yang dia rasakan saat ini dan malah mengatai Grace dengan terang-terangan. “Murahan, sepertinya ini sudah mandarah daging di keluargamu ya!” Mendengar Pria yang sedang menindihnya itu sedang mengatai keluarganya, dengan kemarahan yang menyala-nyala Grace langsung saja menggigit bahu Lucas. Kemarahan Lucas pun tersulut. Dia semakin menekan Grace dibawahnya. Lalu berteriak kepada asistennya, “Keluar!” Dengan gugup canggung, Alex menepikan mobilnya dan segera keluar. Dengan tangan sedikit gemetar dia mengeluarkan rokok dari sakunya, menyalakan dan mulai menghisapnya sambil menatap hamparan bintang di langit. Sementara itu, di dalam mobil, Lucas mulai menciumi Grace dengan kasar. “Plak!” sebuah tamparan mendarat di pipi Lucas “Brengsek!” hardik marah Grace. Lucas menyeringai, lalu memangut bibir manis Grace dengan serampangan. Dilanjutkan dengan menciumi tengkuk leher gadis itu. Kedua tangan gadis itu dipegang erat oleh satu tangan Lucas, sementara tangan satunya lagi mulai menyingkap rok yang Grace pakai. "K-kau mau apa...?" tanyanya dengan nada marah. "Bagian tubuhmu yang mana yang belum aku lihat, jadi kenapa harus malu!" jawab Lucas dengan suara yang sudah mulai terdengar berat. Lucas memeluk Grace dan kembali memanggut bibir gadis itu, mencecap rasa nikmat dari Bibir manisnya, sambil mengusap lembut paha bagian bawah Grace Saat ini pria itu tidak bisa memungkiri jika gadis yang sedang dia peluk itu benar-benar membakar hasrat dirinya. Grace sudah menjadi candu bagi Lucas. Kedua tangan Grace berada di pinggang ramping Grace, menuntun tubuh gadis itu hingga duduk diatasnya. Mendengar lenguhan Grace, kedua tangan Lucas langsung menangkup dua bagian dadanya. Lenguhan keduanya saling bersautan. Suara penyatuan tubuh mereka mengisi keheningan malam di mobil itu. Grace terlalu menggoda, terlalu candu, terlalu memabukan. Lucas menurunkan kaca jendela mobil, Alex pun segera masuk. Terlihat Grace masih merapikan bajunya. Lucas berbaik hati sedikit. Dia menurunkan pembatas mobil. Agar Alex tidak melihat Grace yang sedang merapikan diri. Selama perjalanan pulang ke Villa, Grace memalingkan wajahnya dari Lucas. Hanya memandangi jalan di bawah langit malam, sambil menangis tanpa suara. "Papa!" imbuh lirihnya dalam hati. Mereka pun tiba di Villa, Grace langsung saja turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan suara keras. Lalu berlari kecil menuju kamarnya. Hal yang pertama dia lakukan adalah mandi. Ingin segera menghilangkan aroma tubuh Lucas. Grace mengulangi mandinya berkali-kali, menggosok kulitnya sampai kulit halusnya memerah semua. Setelah itu barulah hatinya merasa puas dan bersih. Dengan rambut yang masih basah, Grace membaringkan tubuhnya di ranjang. Hari ini dia merasa menjadi orang sial sedunia, uang hilang, harga diri tercabik, terkoyak. Belum lagi berpikir tentang mahar yang harus dikembalikan. "Brengsek!" umpatnya melirih ketika teringat tentang Lucas. Grace berpikir keras, dia harus bisa mendapatkan pekerjaan. Dia memutuskan akan mengambil cuti kuliah. "Ok, itu saja!" imbuhnya sambil langsung duduk lalu mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan mulai melihat-lihat iklan lowongan pekerjaan sampai dia tertidur. Keesokan paginya Grace segera pergi ke universitas untuk mengurus tentang cuti kuliahnya. Tapi, tiba-tiba seseorang menarik tangannya. "Grace... akhirnya aku menemukanmu!" "Hah! Eum... Claudius!" imbuh Grace sedikit limbung, takut salah mengenali orang. Claudius langsung saja memeluk Grace seraya berkata, "Peri kecilku!" Semasa Grace kecil, keluarga Chen tinggal bersebelahan dengan keluarga Williams. Nyonya Chen sangat menyukai Grace, lalu mengajarkan Tarian tradisional, salah satunya tarian peri terbang. Grace menguasai tarian Feitian. secara harfiah berarti “makhluk terbang” atau “peri terbang” dan menggambarkan bidadari langit dalam mitologi Buddha, yang sering terlihat melayang anggun dengan pita-pita panjang melambai di udara. Gerakan tariannya meniru kesan melayang bebas di langit, penuh keluwesan dan keindahan. Semasa kecil juga Grace diajari tarian akrobatik modern dengan teknik gantung atau terbang, itu biasanya disebut aerial dance yang sudah banyak diadaptasi dalam pertunjukan kontemporer di China. Hanya saja Tuan Chen berselingkuh, lalu Nyonya Chen pergi meninggalkannya. Dan semenjak itu, Claudius pindah tinggal bersama Nyonya Chen di luar negeri. "K-kau kembali!" imbuh Grace lagi. "Ya!" jawab Claudius seraya mengusap lembut puncak kepala Grace "Di mana Ibu-mu?" tanya Grace "Apa mau bertemu dengannya?" tanya lembut Claudius. Grace mengangguk, dengan binar mata senang. Claudius langsung memeluk Grace, "Tentang orang tuamu aku sudah mendengar apa yang terjadi. Kau bisa datang kepadaku kapan saja!" Grace tidak menjawab, hanya terdiam. Claudius memarik tangan Grace "Ayo, aku bawa kau kepada ibu-ku!" Claudius melajukan mobilnya dengan perlahan, seakaan tidak ingin waktu cepat berlalu. Mereka pun tiba, mobil menepi. Grace terlihat bingung, "Pemakaman!" "Ayo!" ajak Claudius seraya turun dari mobil. Grace tidak berani banyak bertanya. Dia hanya mengikuti langkah Claudius dengan tenang. Mereka berhenti di salah satu nisan. "Ma, aku membawa peri kecil kita!" "K-kapan... !" imbuh Grace yang tidak bisa melanjutkan pertanyaannya. Claudius pun menceritakan jika Nyonya Chen menjadi sakit-sakitan setelah penghianatan Tuan Chen. Kali ini dia memutuskan kembali pulang, karena ingin memenuhi permintaan ibunya. Yang pertama dia ingin dikuburkan di tanah kelahirannya. Yang kedua karena Claudius ingin merebut dan membangkitkan kembali kelompok teater seni yang pernah didirikan oleh ibunya dari tangan ayahnya dengan penari yang menjadi selingkuhannya. Claudius menggenggam tangan Grace "Apa kau bisa bergabung dalam pertunjukan seni Kami?" Imbuhnya seraya menatap kepada Grace.Alex melajukan mobilnya dengan masih melantukan doa puja puji untuk para dewa dan para leluhurnya. Tuannya itu sangat pendendam, jadi dia enggan membayangkan konsekuensinya jika sampai Tuannya itu menaruh dendam kepadanya.Berkendara beberapa saat, dia pun tiba di salah satu kedai kopi. Di sudut kota yang tak terlalu ramai, tersembunyi di balik deretan toko tua, berdiri sebuah kedai kopi kecil bernama "Kopi Senja" Dari luar, tak ada yang istimewa, hanya papan kayu dengan tulisan tangan, pintu kaca dengan tirai rami separuh tertutup, dan aroma kopi yang menguar hangat ke trotoar. Tapi begitu melangkah masuk, dunia seolah melambat.Interiornya hangat dan menenangkan. Dindingnya dilapisi bata merah yang tak sepenuhnya disembunyikan, berpadu dengan rak-rak kayu berisi buku-buku tua dan tanaman hijau menjuntai dari langit-langit. Lampu gantung berwarna kuning redup menciptakan cahaya temaram yang menenangkan, sementara musik jazz lembut mengalun dari speaker tersembunyi. Sofa empuk terseba
Di kediaman Smith, Grace belum bisa tidur. Dia terlihat seperti sedang menunggu kepulangan Lucas. Gadis itu menajamkan pendengarannya, sedikit ada ribut-ribut diluar kamarnya. Dia pun segera turun dari ranjang, lalu sedikit mengintip dari lantai dua.Lucas terlihat baru saja tiba. Namun dengan wajah yang sedikit tidak sedap di pandang. Grace lebih heran lagi, ketika melihat Alex ada di kediaman Smith. “Wuah, sangat setia sekali, ini sudah jam berapa, dia masih saja bekerja dengan Tuannya!”Grace melihat Alex dan Tuannya itu menghilang di koridor yang menuju ke ruang kerja Lucas. Merasa penasaran, Grace turun ke bawah. Belajar dari peringatan pertama dan kedua, dia tidak bertanya apa-apa pada siapapun.Grace membuka pintu, berjalan ke teras, sedikit tercengan melihat mobil mahal Lucas rupanya jadi sedikit buruk meski tetap kekar. Ada beberapa ranting daun yang ikut terbawa pulang oleh pria itu. “Sebenarnya dia dari mana!” pikir Grace sambil memetik daun yang ada di ranting.Di dala
Di dalam kamar, Grace menatap lampu kristal yang menggantung di kamarnya, Mencoba menghitung kilau cahaya yang keluar dari kaca-kaca kristal. Dia menghela napas karena berpikir itu adalah hal yang mustahil. Sama mustahilnya dengan dia bisa melepaskan diri dari Lucas Smith.Lucas Smith bukan sekadar nama dalam jajaran orang terkaya dunia, Dia adalah simbol dari kekuasaan, strategi, dan insting bisnis yang nyaris tak terbendung. Lucas menapaki tangga kejayaan bukan dengan warisan, melainkan dengan visi tajam dan keberanian mengambil risiko yang melampaui generasinya.Di tangannya Grup Smith menjelma menjadi konglomerasi multinasional yang menggurita di sektor energi, teknologi, infrastruktur, hingga pertahanan digital. Perusahaannya tidak hanya membentuk pasar. Dia mengendalikannya.Lucas dikenal di ruang dewan sebagai pria yang tidak pernah menunjukkan emosinya. Ketika para pesaingnya sibuk mengatur strategi jangka pendek, Lucas sudah tiga langkah di depan, memborong saham-saham krusia
Lucas bersandar di kursi sambil menyilangkan tangannya, lalu berkata, “Apa kau pikir aku sudah bangkrut!”Grace tersentak, melihat wajah Lucas, barulah dia teringat jika saat ini dia sedang makan dengan salah satu taipan paling kaya, berkuasa. “Ah… itu… eum oke, aku akan pesan!” imbuhnya seraya mengambil buku menu.Tidak berpikir banyak lagi, Grace malah menunjuk menu yang paling mahal. Trinitas de Lune — Hidangan Tiga Alam oleh Chef Eloise Moreau. Begitu si pelayan melihat menu yang dipilih oleh Grace, dia langsung berdecak senang dan langsung memuji Grace, “Wah, pilihan yang tepat sekali!”Grace menatap si pelayan, melemparkan wajah yang menyiratkan pertanyaan. Pelayan menangkap sirat wajah itu lalu berkata, “Menu ini hanya dikeluarkan 6 kali dalam setahun, jadi Nona! Kau sangat beruntung bisa merasakan menu Istimewa kami!”“Kami tidak pernah memberitahukan kapan jadwal menu ini akan kami keluarkan. Dan, Jika sudah keluar, maka hanya satu hari saja, esok tidak akan kami keluarkan la
“M-maaf aku memakai bajumu tanpa ijin, aku akan mencucinya dengan bersih nanti!” Lucas melepaskan jaket panjangnya, dan melemparkannya ke lantai. Grace terpaku melihat jaket itu, Alex langsung berdehem. “Nona sebaiknya kau pakai jaket itu!” Alex tidak berani mengambil dan memakaikannya, Grace membungkuk lalu mengambil jaket itu. Dengan Cepat, Alex langsung mendongak, jika terlambat sedikit saja, bisa-bisa dia tiba-tiba akan terjun bebas dari Gedung Smith. Senyum samar menjejak di wajah Lucas, melihat asistennnya cukup tahu diri. Grace pun melangkah masuk ke dalam lift sembari merapikan rambutnya ke belakang. Rahang pria itu mengeras, ketika wangi rambut Grace menyeruak ke penciumannya. Aura ketegangan terasa sangat kentara di lift yang hanya berisi tiga orang itu. Dalam hati Alex dan Grace memiliki harapan yang sama, agar pintu lift segera terbuka. ‘Ding’ pintu lift itu pun akhirnya terbuka, Alex sedikit menghela napas, lalu segera berjalan cepat menuju ke mobil. Dengan cepat dia
Alex langsung menarik dokter itu untuk keluar. Tapi, sebelum keluar dokter itu malah masih sempat berkata, “Jangan lupa olesi di leher dan tulang selangkamu, agar lukanya tidak berbekas!”Grace memegang lehernya sambil mengangguk. Sementara itu, Lucas tengah berdiri, sedang memberinya tatapan ingin membunuh, Dia paling tidak suka miliknya dipegang oleh orang lain, terlebih lagi ketika dia memikirkan bahwa dia adalah pria pertama gadis itu, egonya tetap ingin terus begitu, pria pertama dan pria satu-satunya yang menyentuh Grace.Lucas melangkah mendekati Grace, bersimpuh di depannya seraya mengambil salep dari tangan gadis itu. Mengamati sesaat, lalu mulai mengoleskan salep itu ke leher dan tulang selangka Grace.Tangan Lucas bergerak dengan perlahan, hati-hati mengoleskan salep bening ke luka cakar yang membentang dari leher hingga tulang selangka Grace. Kulitnya hangat di bawah sentuhan, meski masih tampak memerah dan perih. Lucas menelan ludah, berusaha keras mengabaikan gemetar
“Nona, jaga ucapanmu!” kata Alex memberi peringatan kepada Scarlet.Ibu Seymour berdiri dengan sopan di depan Alex, “Apa kau benar-benar wali Nona Williams?”Kepala dan hati Alex berdenyut, dia memang terbiasa mengurus segala urusan Tuannya, tapi berursan dengan sekolah seketika saja membuat kepalanya pening. Grace langsung berdiri dan mewakili menjawab.“Mohon maaf Eum… dia… dia adalah pacar-ku !” jawab Grace sambil merangkul lengan Alex.“Oh ya ampun, alamat akan disambar petir aku ini!” imbuh Alex dalam hati ingin menangis darah.Semua yang mengenal Lucas pasti tahu, pria itu tidak suka jika ada orang yang menyentuh atau mengklaim miliknya. Grace malah melanjutkan perkataannya, “Karena aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, jadi untuk saat ini tidak apa kan jika dia yang menjadi waliku!”Alex menghela napas, pada saat ini ingin rasanya dia membenturkan kepalanya karena mendengar perkataan Grace tadi. Ibu Hamish dan Ibu Seymour saling berpandangan lalu mereka sedikit mengangguk.Gr
Ellias membawa Winona untuk duduk di sofa, tak berapa lama Nyonya Winter tiba. “Bu!” panggil manja Vivian.“Oh ya ampun, mengapa ada memar di mana-mana!” imbuh Nyonya Winter memelas.Semua wali sudah datang, hanya tinggal Grace seorang. Dengan nada keibuan Nyonya Winter pun berkata, “Aku yang mewakili untuk Nona Williams, kita sudah bisa memulai sedang etika ini!”Ibu Seymour mengetahui keadaan orang tua Grace hanya saja tadi dia sudah memanggil wali yang baru dicantumkan di informsi siswa. Merasa mungkin tidak akan datang, maka diputuskan sidang etika pun di mulai.Ruang sidang etik di lantai dua gedung rektorat telah dipenuhi oleh para pelaku dan para wali. Desahan gugup terlihat sangat jelas. Dinding ruangannya berwarna abu terang, dihiasi foto-foto para pendiri kampus dan kutipan moral tentang etika dan profesionalisme.Di sisi kanan ruangan, deretan kursi kayu panjang telah terisi oleh empat mahasiswa : Grace, Vivian, Scarlet, dan Winona. Mereka duduk berjejer, tak lagi terlihat
Matahari siang belum mencapai puncaknya, tapi suasana di halaman depan gedung kampus sudah terasa panas, bukan karena cuaca, tapi karena ketegangan yang menggantung di udara.Grace berdiri tegak, matanya menatap lurus ke arah Scarlet yang sedang melipat tangan di dada, bibirnya tersenyum miring. Di sisi Grace, Vivian menghela napas pelan, mencoba tetap tenang. Namun dari sorot matanya, jelas bahwa dia siap jika pertikaian ini berubah jadi sesuatu yang lebih dari sekadar perang kata.“Lucu ya, kau bisa bikin semua orang percaya omong kosong kamu, Grace,” ucap Scarlet sinis, sambil memutar bola mata. “Kamu pikir cuma karena bisa ngedit foto lalu tiba-tiba jadi suci?”“Lucu juga kau masih merasa pantas bicara soal moral,” sahut Grace, nadanya datar tapi dingin. “Kau ikut nyebarin foto itu. Kau tahu itu palsu, tapi kau diam. Bahkan kau yang pertama nyindir aku!”Scarlet melangkah maju, jaraknya kini hanya setengah meter dari Grace. Winona, berdiri tak jauh di belakangnya, melipat lengan s