Roman lantas menemui ibu kasir, dan menanyakan perihal ia di panggil oleh sang kasir ke depan panti itu.
"Apa Ibu memanggil saya?" tanyanya ragu."Ya, saya memanggilmu," Kasir itu mengeluarkan selembar kertas beserta bolpoin, "Tolong tanda tangani slip gaji terakhir kamu," pintanya."Apa maksud Anda? Slip terakhir?" Roman bingung pada kasir itu. "Saya masih bekerja di sini, apa maksudnya semua ini?" tambahnya mengulang pertanyaan.Roman masih enggan menandatangani slip penerimaan gajinya. Pasalnya dia masih ingin bekerja di panti itu. Tidak berselang lama Silvia menghampiri Roman, memberitahu alasan mengapa Roman harus menanda tangani slip gaji itu."Ada apa sayang? Kenapa kau tidak mau menandatangani itu?""Ada apa ini sebenarnya? Kenapa saya harus menandatangani ini Tante?" tanyanya dengan heran. Sambil menatap pada selembar slip gajinya."Kau sudah kutebus dari Tuanmu, sekarang kau milik saya seutuhnya. Bukankah, kau sudah bersedia untuk tinggal bersamaku menjadi Seorang Pria simpanan?"Roman tercengang mendengar pernyataan Silvia yang telah menebusnya dari sang pemilik panti pijat ini."A--apa aku tidak salah mendengar?""Tentu saja tidak, kau sudah kutebus. Ayo ikut bersamaku!" ajak Silvia, "Jangan menolak, sekarang kau milikku seutuhnya." sambil tersenyum puas menatap Roman pria brondongnya.Semua orang di sana tercengang saat mengetahui Roman telah menjadi simpanan Tante-Tante, bahkan mereka sama sekali tidak menyangka kalau Silvia--sang Tante tamu istimewa di panti pijat itu melabuhkan pilihan pada Roman."Ayo cepat kau jangan berdiam diri di sini, tanda tangani dan bersiaplah pergi bersamaku," Silvia mengalihkan perhatian Roman.Roman tersadar dari lamunannya, dia sama sekali tidak menyangka jika dia akan dibebaskan dari panti pijat tempat dia mengais rezeki setiap hari."Baiklah, jika ini maumu Tante. Saya akan ikut denganmu," ucapnya setuju.Setelah menyetujui itu, ia pun membubuhkan tanda tangan di slip gajinya. Tidak berselang lama notifikasi M-banking masuk ke ponselnya menandakan jika gajinya telah berhasil di transfer oleh perusahaan panti pijat itu."Ayolah ... mulai saat ini akan kuberikan pasilitas untukmu, Apartemen, mobil dan uang setiap bulannya." ucap Silvia menggandeng tangan pria yang jauh lebih muda darinya."Terima kasih, tapi sebenarnya aku juga bisa bekerja jadi kau tidak perlu memberikan uang untukku. Jika hanya apartemen dan mobil yang kau berikan aku pasti terima. Tapi tidak dengan uangmu."Roman menolak pasilitas berupa uang tiap bulan."Kenapa kau menolak? Bukankah sudah aku katakan aku tidak suka penolakan Roman?!" tegas Silvia tidak mau dibantah."Berikan saya pekerjaan yang layak, saya hanya ingin mendapatkan uang hasil dari keringat saya sendiri," ucapnya menolak secara halus.Silvia pun tidak bisa memaksakan kehendaknya, "Baiklah, aku tidak akan memberimu uang per bulan.""Baguslah, memang itu yang kuharapkan," balas Roman terus berjalan bersamaan.Kini Roman dan Silvia telah sampai di sebuah apartemen megah, dan cukup terkenal di kota itu. Roman dibuat bingung oleh Silvia, rasanya ini mimpi baginya."Kenapa kita malah datang kemari? Apa tempat tinggal Tante di sini?" tanyanya menatap heran pada Silvia.Silvia tertawa melihat Roman yang keheranan. Pasalnya, saat ini berdiri di antara bangunan pencakar langit tempat tinggal orang-orang ternama di kota itu."Di sini tempat tinggal kita Roman, ya di sinilah kau akan tinggal bersamaku.""Jadi, kau benar-benar menginginkan aku jadi simpananmu?" tanya Roman memastikan. Awalnya ia mengira Silvia tidak serius padanya."Tentu saja, apa kau pikir aku bercanda? Cepat, ikutlah denganku!" Silvia beranjak lebih dulu dari pria muda itu.Roman pun mengekor dibelakang Silvia, hingga memasuki sebuah lift penghantar ke lantai paling atas di mana di sana unit tempat tinggalnya terletak."Ayolah Roman," Silvia meraih tangan simpanannya itu, dan mengajaknya masuk ke sebuah unit apartemen tersebut."Baiklah," gugupnya.Saat ini mereka berada di dalam unit itu, sesampainya di dalam tempat tinggal barunya. Roman langsung di ajak berhubungan layaknya pasangan kekasih pada umumnya oleh Silvia.Namun, Roman berdalih kelelahan. Padahal, Roman masih berhati-hati terhadap Silvia yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupannya, dan mengubah hidupnya."Sepertinya saya tidak bisa melakukannya Tante, apa tidak sebaiknya kita langsung beristirahat saja?"Mendapatkan penolakan itu, Silvia geram pada Roman. "Aku sudah membelimu Roman. Jadi, aku berharap atas dirimu!" tegasnya tidak mau dibantah."Tapi Tante ... saya tidak ingin seperti ini, saya tidak mau. Jika saya hanya menjadi simpananmu!" ujarnya berterus terang."Apa maksudmu Roman?"Saat Silvia bertanya seperti itu padanya, Roman menelan kembali ucapannya. Lantaran, ia tidak ingin Silvia marah lagi."Tidak, bukan apa-apa Tante," elaknya mengalihkan, "Mari kita beristirahat," bujuk Roman."Tentu ... mari," Silvia merangkul pinggang sang simpanan.Mau tidak mau Roman harus melayani Silvia malam itu, dan memuaskan Tante yang haus dengan kasih sayang."Aku suka dengan gayamu ini Roman, kau sangat menggairahkan sayang," Silvia menari dengan lingerienya tepat di pangkuan Roman. Berusaha membangkitkan hasrat sang pria mudanya.Semakin lama Roman terpancing dengan permainan sang janda kaya yang menjadikannya simpanan, bulu roma semakin berdiri menandakan hasratnya mulai bangkit pada sang Tante."Emmmm...."Bahkan tanpa mengaba-aba dia mencium bibir ranum Tante Silvia, bak gayung bersambut Silvia membalas pagutan itu."Ahhhhhhhhh, sudah kuduga kau hanya malu. Tapi, sebenarnya kau mau seperti ini denganku Pria muda." ujar Silvia meraba wajah Roman.Perlahan Silvia mulai mencengkeram punggung leher Roman, agar memperdalam ciuman itu. Seiring berjalannya waktu pagutan itu semakin panas, bahkan Roman lupa daratan dia begitu menikmati keindahan malam itu hingga pagi menjelang.*****Sinar mentari menerawang masuk lewat jendela kaca kamar apartemennya, membangunkan Roman, dan Silvia yang masih terjaga di balik selimut yang menutupi tubuh polosnya.Perlahan Roman membuka matanya, ia menatap dengan sayu wajah perempuan yang nyenyak di sampingnya."Kau begitu menggairahkan Tante," bisiknya pelan, "Tapi, aku masih belum yakin ini kenyataan. Bagaimana aku akhirnya bisa lepas dari jerat panti pijat itu?"Tiba-tiba saja Silvia membuka mata, dan mendaratkan ciuman di bibir Roman."Apa kau masih belum yakin, kalau saat ini kau sedang bersamaku?"Roman terkesima dengan perlakuan itu. "Ya, sekarang aku yakin, Tan-tante...""Baguslah kalau kau sudah yakin, mari bangun. Gendong aku ke kamar mandi, kita sama-sama membersihkan diri,"Mengingat dia telah ditebus dari pemilik panti pijat yang selama ini menekannya. Ia pun berusaha membalas jasa Silvia dengan cara memuaskannya."Baiklah, mari kita melakukan hal-hal yang kau senangi," selorohnya bangkit, dan menggendong Silvia dengan lengan kekarnya.Sejak saat itu mereka hidup bersama, di satu atap yang sama. Tapi, ada hal yang tidak diketahui oleh Roman, yakni latar belakang keluarga Silvia dan apakah dia akan diterima di keluarga perempuan yang jauh lebih tua darinya itu?"Tapi... restu Kakek adalah segalanya bagiku," suara Roman bergetar, menahan emosi. "Aku ingin membangun keluarga dengan keyakinan bahwa aku tidak mengkhianati harapan Kakek. Silvia... dia mungkin belum sempurna di mata Kakek, tapi aku percaya, bersama aku, dia akan menjadi lebih baik." Rezenzo menghela napas panjang. Matanya menatap dalam ke arah cucunya, mencoba membaca ketulusan di balik sorot mata Roman. Rezenzo menunduk sejenak. Hening menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam tua yang terdengar samar. Perlahan, ia mengangkat pandangannya, menatap wajah cucunya yang penuh harap. "Aku... tidak buta terhadap perasaanmu, Roman," ucapnya pelan. "Dan aku tahu, jika kau sudah berbicara sejauh ini, itu berarti kau benar-benar serius." Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, melihat hujan gerimis yang mulai turun. "Aku hanya takut kau akan terluka. Tapi mungkin... mungkin aku juga harus belajar percaya. Percaya bahwa kau bisa membuat keputusan yang benar." Roman hampir tak p
"Kalian akan menerima balasannya, aku tidak akan pernah bisa menerima semua ini!" Fred mengumpat. Roman beralih menatap wajah pesaingnya, "Oh ya? Kalau begitu aku tunggu!" dengan nada mencemooh. Fred kesal dan berusaha memukul, tapi di cegah oleh anak buah Roman. "Jangan sentuh Tuan kami, ayo cepat pergi!" salah seorang anak buah Roman mengusir paksa Fred keluar dari gedung perusahaannya sendiri. "Brengsek!" Fred berjalan dengan diseret oleh sekuriti dan anak buah Roman, sementara Shania hanya bisa mengikuti papanya dari belakang. Shania tidak banyak bertingkah, saat ini ia berusaha mencari aman supaya Roman tidak bertambah membencinya. "Pergi kalian jangan pernah menginjakan kaki di perusahaan ini lagi!" seorang pria yang bertugas mendampingi Roman berkata dengan angkuh terhadap Fred dan Shania. Dian kini merasa bahagia, akhirnya perusahaan yang di bangun oleh kedua orangtuanya kini kembali ke tangannya, Dian tersenyum dan berkata dalam hati. 'Ibu... aku telah membalas
"Daddy akan secepatnya mengabulkan permintaanmu Nak, tenang saja," Fred merangkul putrinya berusaha menenangkan Sania agar tidak menangis lagi. Dalam hati Sania berbicara, "Yes semoga kali ini Daddy benar-benar mengabulkannya," Lalu ia mengusap air mata kepura-puraannya, "Baiklah Dad's terima kasih, kalau begitu aku pergi dulu ya," pintanya. "Ya sayang..." Sejak pertama kedua ayah dan anak itu sedang berbicara, Dian diam-diam mengamati percakapan mereka ia tahu apa yang harus ia lakukan kali ini. "Nona kau sedang apa di sini?" tanya Antonio yang tiba-tiba saja muncul tanpa ia sadari. "Astaga Pak Anton, kamu membuatku kaget saja. Ada apa Pak?" Antonio gugup pada saat itu, lantaran jarak wajahnya dengan wajah perempuan di depannya terasa sangat dekat sekali. "A-aku..." "Baiklah kalau kau tidak mau bicara, aku pergi!" dengan cepat Dian pergi demi menghindari Antonio. "Nona Dian aku..." ucapan pria itu kembali terpotong, ia hanya berdiri di depan Dian. Dian menggelen
Langkah Silvia terhenti ketika mendengar suara lantang dari pria yang tidak lagi muda, dan tidak mengharapkan kedatangannya. "Kakek, aku datang..." "Diam Roman! Bawa pergi Wanita ini, aku tidak mau ditemui kau dengan dia!" Rezenzo memotong ucapan Roman. Mata Silvia terlihat berkaca-kaca, ia merasa sedih karena kehadirannya tidak di harapkan. Ia berniat kembali tapi dihentikan oleh Roman. "Tidak Silvia, kau jangan pergi!" larang pria itu. "Tapi aku tidak di harapkan di sini Rom, untuk apa aku berada di sini," lirihnya. "Ya bagus kau tahu diri," Rezenzo mengumpat. Akan tetapi Roman tetap memegang erat tangan perempuan yang ia cintai dan tidak membiarkannya pergi. "Roman aku," "Sstt sudahlah! Jangan bicara lagi, tetaplah di sini bersamaku," Meski dengan enggan Silvia menuruti permintaan kekasihnya, walaupun Rezenzo tidak menyukai keberadaan dirinya di sana. "Kalian pergi! Aku tidak ingin melihat kalian di sini!" usir pria yang tidak lagi muda itu. Namun, kali ini Sil
Sorot mata Silvia semakin tajam ketika melihat Fred dan Selena bertengkar di hadapannya, pasalnya ia meminta bertemu dengan Fred bukan ingin melihat pertengkaran mereka tapi ingin menuntut Fred mengakui di hadapan publik kalau sebenarnya mereka telah bercerai jauh sebelum ia mengenal cucu pengusaha terkenal kaya raya itu. "Hentikan!!!" Silvia berteriak demi menghentikan pertengkaran di antara mereka. "Kedatanganku kemari bukan untuk melihat perkelahian kalian, aku hanya minta kau klarifikasi di depan publik!" tukasnya geram. Namun, permohonan Silvia mendapatkan penolakan. Karena Fred bersikukuh masih ingin Silvia kembali seperti dulu. "Klarifikasi? Tidak akan ada Silvia! Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu!" Silvia mengepalkan tangannya ia merasa frustasi. "Kita tidak akan pernah bisa Fred, kau mengerti? Seandainya dulu kau tidak melakukan hal bodoh, mungkin aku masih mau bertahan denganmu tapi kau berkhianat dengan jalang ini!" "Aku bukan jalang, Kau yang tidak
"Tuan, saya mohon berikan saya kesempatan," Dian memohon tatkala ia dipecat oleh Rezenzo "Tuan..." Tok! Tok! Tok! Perempuan itu terus mengetuk pintu supaya si pemilik rumah itu mau membukakan pintu untuknya, namun usahanya itu nihil. Malah yang keluar menemuinya bukanlah Rezenzo tetapi dua orang ajudan yang bersiap mengusirnya secara paksa. "Tolong pergi Dian! Kau sudah diperingatkan sejak awal bukan? Tapi, kenapa kau malah melanggarnya?" salah seorang dari dua orang itu menatap Dian, ia merasa kasihan namun tidak mungkin menolong perempuan itu. "Saya tahu saya salah, tapi..." "Pergilah, kami mohon jangan persulit pekerjaan kami!" usir pria itu dengan suara baritonnya. Dian menunduk pasrah, ia pun segera pergi meninggalkan rumah itu, bahkan dia di larang untuk memberi tahu Roman soal pemecatan ini. Sementara ketika dia pergi, Roman masih dalam perjalanan pulang, Pemuda itu sangat bahagia sekali setelah sekian lama ia bertemu kembali kekasihnya. "Aku bersumpah... kali