Share

JERAT SANG TANTE

Roman terus memijat kaki Silvia dengan fokus, tanpa memedulikan setiap rayuan dari perempuan yang jauh lebih dewasa darinya. Melihat Roman terus fokus memijat, ia pun kesal karena pria muda itu seperti tidak peduli padanya.

“Roman, bisakah kita menginap di Hotel malam ini?”

Roman menghentikan kegiatannya, “Maaf Tante, saya tidak bisa.”

Silvia merengut. “Kenapa tidak bisa, apa kau memiliki janji dengan Orang lain?”

“Tidak, saya hanya lelah bekerja. Memang mau apa kita menginap di Hotel? Bukankah akan lebih baik pulang ke Rumah?”

‘Kenapa dia tidak peka padaku?’ gumam Silvia dalam hatinya, dan terus memerhatikan Roman.

“Silakan tengkurap, saya akan memijat bagian punggung Anda Tante,” pinta Roman sementara matanya menatap pada Silvia.

“Huh! Baiklah,” Silvia mematuhi perintah Roman yang memintanya untuk tengkurap di kursi itu.

Seperti biasanya Roman memijat Silvia dengan minyak oil asli dari negeri Sakura. Setiap sentuhannya membuat Silvia melenguh kenikmatan atas pijatan sang terafis ahli itu.

Merasa cemas dengan desahan yang keluar dari mulut Silvia, Roman mengitarkan pandangan ke sekeliling untuk memastikan kalau di ruangan itu benar-benar hanya ada dia dan Silvia—customernya.

“Kenapa kau berhenti Roman, ayo teruskan pijat bagian pundak saya. Terutama di bagian pinggul saya sangat suka kau bermain di bagian itu,” tutur Silvia memerintah.

Tidak menyangka Silvia akan senakal ini terhadapnya. Roman pun bermain dengan santai, dalam mengolah pinggul sang tante-tante itu.

“Anda jangan khawatir Tante, saya akan melakukan apapun yang kau mau. Selama kau menikmatinya,” Roman mulai memindahkan telapak tangan ke bagian itu, dan mengelusnya dari atas hingga ke bawah telapak kaki Tante Silvia.

Tidak mau terlalu lama di bagian itu, ia pun segera melakukan tugasnya dengan cepat. Namun, siapa sangka Silvia malah meminta Roman berlama-lama di area sensitifnya.

“Kenapa kau cepat pindah dari area itu? Aku bilang kamu lebih lama di sana,”

“Tapi Tante—.”

“Dengar Roman, saya tidak mau kau bantah!” ketus Silvia. Pasalnya, Roman masih saja bersikap canggung padanya.

Merasa aneh pada perlakuan Silvia yang menjadikannya simpanan, ia memberanikan diri untuk bertanya tujuan Silvia sebenarnya.

“Sebenarnya saya sangat ragu pada Tante, bolehkah saya tahu tujuan Tante sebenarnya apa sama saya?” tanya Roman curiga.

Silvia langsung membalas. “Ternyata kau pintar, bisa tahu apa yang saya inginkan. Baiklah, kalau begitu saya langsung saja pada tujuan sebenarnya,”

“Ya, katakan apa tujuan Anda?”

“Saya ingin kau tinggal di apartemen milikku, dan menetap di sana. Tanpa sepengetahuan siapa pun,” suara Silvia begitu mendominasi di ruangan yang tampak sepi itu. Membuat Roman bergeming.

“Sepertinya tidak bisa Tante.”

“Kenapa tidak bisa, bukankah kita sudah menjadi kekasih. Katakan apa alasannya?”

“Saya tidak mungkin meninggalkan tempat ini,” balas Roman tanpa mengatakan alasan sebenarnya. Padahal, ia pun ingin lepas dari tempat ini.

“Kenapa tidak mungkin? Kita bisa mewujudkan semua ini jadi mungkin bila kamu mau,” Silvia terus berharap agar Roman bisa tinggal bersamanya.

“Sangat susah Tante ... saya tidak akan diperbolehkan keluar dari tempat ini oleh Bos besar panti pijat ini.” Ujar Roman menceritakan.

“Saya akan menebusmu, jika kau mau Roman!” dengan sesumbar Silvia bicara pada Roman.

“Heuh ... untuk apa Tante menebus saya? Lebih baik Tante gunakan uang itu untuk keperluan lain, dari pada menebus saya,”

Silvia marah terhadap Roman, lantaran Roman menunjukkan ke tidak setujuannya. “Kenapa kau seperti tak setuju dengan rencanaku? Jangan-jangan kau sudah memiliki pacar?” tebak Silvia.

“Anda jangan salah paham Tante ... bukannya saya tidak setuju. Tapi, sayang uangnya bila hanya di gunakan untuk menebus saya dari panti pijat ini,” terang Roman menjelaskan.

“Ini uang saya, kau tak perlu khawatir, aku hanya butuh kamu untuk menemaniku sepanjang malam!” tukas Silvia merasa jengkel.

Melihat Silvia kesal padanya, ia pun memberi pemahaman pada perempuan yang beda usia dengannya itu. “Maksud saya daripada uang itu digunakan untuk menebus saya. Lebih baik Anda berikan uang itu kepada Anak-anak di jalanan yang lebih membutuhkan ketimbang saya yang tak terlalu membutuhkannya.”

Namun, Silvia malah marah pada Roman. Pasalnya dia merasa diremehkan.

“Kurang ajar! Berani sekali kamu bersikap seperti ini pada saya?!” Silvia menatap kesal. Lalu bangkit tidak mau di pijat lagi.

“Tante mau ke mana? Di pijatnya belum selesai Tante!” cegah Roman. Namun, Silvia segera mengambil pakaian. Kemudian, menuju kasir untuk meminta di pertemukan dengan pemilik panti pijat ini.

Dengan kasar Silvia membuka pintu, dan bertanya pada penanggung jawab di sana. “Pertemukan saya dengan pemilik panti pijat ini!” pintanya lantang. Membuat pria berbadan tinggi itu tercengang.

“Untuk apa?”

“Sudah, pertemukan saja saya dengannya! Bisa kan?”

“Tapi Nyonya!”

“Cepat!”

Semua orang di sana terlihat takut pada Silvia. Pasalnya, Silvia adalah orang ternama di kota itu, dan mampu membuat usaha panti pijat itu bangkrut dalam sekejap jika menolak keinginannya.

Beberapa saat kemudian, terlihat iring-iringan mobil berhenti di depan panti pijat itu. Lalu di susul seorang pria berbadan gempal dengan postur tubuh pendek keluar dari dalam mobil itu.

Pria itu menatap sinis pada Silvia, “Kau yang ingin bertemu denganku?”

“Ya, aku Orang yang ingin bertemu dengan Anda!” jawabnya dengan angkuh.

Pria itu melengos pergi dari hadapan Silvia. “Ayo ikut denganku jika ada yang ingin dibicarakan.” Ajaknya dan di ikuti para anak buahnya dari belakang.

Begitu juga dengan Silvia mengikuti langkah pria berbadan gempal itu, saat itu Silvia tidak sengaja berpapasan dengan Roman. Dia berbisik ditelinga Roman dengan pelan.

“Sebentar lagi kau akan menjadi budakku Anak Muda, dan kau bukan hanya Simpananku kau juga akan jadi pemuas birahiku,” bisiknya pelan namun mengerikan ketika terdengar oleh Roman.

Roman berdiri mematung menatap pada Silvia yang tersenyum menyeringai padanya, dan tenggelam di balik ruangan bersama bos besar dari panti pijat itu.

“Sebenarnya apa yang ingin dia lakukan padaku? Apa selama ini pelayananku kurang memuaskan baginya?” gumam Roman bergidik ngeri membayangkan seringai dari sang tante-tante.

Tidak mau terus berada dalam situasi seperti itu, dia pun kembali memasuki ruangan karyawan dengan perasaan gusar menyelimuti hatinya.

Roman terus merenung di dalam sana, hatinya dilanda kegelisahan yang tidak bertepi. Bahkan, suara riuh gelak tawa dan canda para terapis di dalam ruangan itu seolah terasa sepi baginya.

Tiba-tiba saja semua orang dikejutkan dengan pemberitahuan grup, yang menyatakan Roman di panggil ke depan panti pijat oleh sang kasir.

“Hey Roman,” seorang perempuan terapis mengalihkan perhatiannya.

Roman terkesiap, “Ya, ada apa?” tanyanya menatap pada sesama terafis itu.

“Kau dipanggil oleh Ibu Kasir Roman, ada apa sebenarnya? Sepertinya kau terlibat kasus berat, atau kau terlibat Skandal dengan Tante nakalmu itu?”

Roman merengut kesal pada perempuan yang bicara asal itu. “Diam kau!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status